sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rombongan migran Amerika Tengah ditolak masuk Tijuana

Meski jumlahnya kecil, masyarakat yang menolak para pengungsi melakukan unjuk rasa yang keras dan kasar.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 20 Nov 2018 12:03 WIB
Rombongan migran Amerika Tengah ditolak masuk Tijuana

Ketegangan terjadi Tijuana, akibat kedatangan rombongan migran Amerika Tengah di kota perbatasan Meksiko tersebut. Sementara itu, pasukan Amerika Serikat terus memperketat keamanan di sepanjang perbatasan.

Pada Minggu (18/11), pengunjuk rasa antimigran meneriakkan penolakan mereka terhadap para pengungsi itu. Teriakan dan yel-yel para pengunjuk rasa di antaranya berbunyi: "Keluar Honduras, kami tidak menginginkan kalian di sini", "Tijuana dulu", dan "Hidup Meksiko." Mereka melambaikan bendera Meksiko dan beberapa tulisan yang menolak "invasi" migran ini.

Kelompok yang terdiri dari sekitar 300 orang itu berkumpul di depan patung Cuauhtémoc, sebelum menuju ke kompleks olahraga yang menjadi tempat penampungan sementara bagi sekitar 2.500 migran.

Ketika mencapai tempat penampungan, mereka dihadang oleh barisan polisi anti huru-hara. Keadaan ini berlangsung selama beberapa jam, hingga beberapa pengunjuk rasa melemparkan kaleng air dan bir ke petugas, sebelum akhirnya membubarkan diri.

Dukungan dan penolakan

Banyak dari warga Tijuana yang menunjukan dukungan mereka bagi para migran, dengan mendonasikan baju dan makanan ke tempat pengungsian. Ada pula yang menampilkan hiburan untuk menyambut iring-iringan para pengungsi

Namun demikian, ada kelompok kecil yang tidak senang dengan kehadiran mereka, melakukan unjuk rasa dengan keras dan kasar. Di kompleks olahraga, unjuk rasa dipenuhi dengan perpaduan antara rasa takut dan kepasrahan.

"Saya tidak takut pada mereka, ini hanya rasisme," ujar petugas bangunan dari Honduras, Alonzo Castillo.

Sponsored

Namun tak semua pengungsi seperti Alonzo, banyak dari mereka yang ketakutan. 

Penolakan dan protes keras terhadap kedatangan para pengungsi, terjadi hanya beberapa hari setelah pengunjuk rasa antimigran melecehkan, mengancam, dan melemparkan batu pada 100 migran yang tidur di tepi pantai.

"Kalian lihat apa yang terjadi saat malam di pantai, orang-orang itu agresif," ungkap pengungsi lain dari Honduras, Ana Mendez. "Bagaimana jika nanti mereka datang lagi saat malam, ketika tidak ada jurnalis di sini?"

Melalui WhatsApp dan grup Facebook yang digunakan untuk mengatur demonstrasi, pengunjuk rasa antimigran menggambarkan para pengungsi pencari suaka, sebagai "kanker yang menandai akhir dari Meksiko" dan "sama dengan gonore."

Banyak migran yang dikejutkan oleh amarah yang mereka lihat, khususnya karena sangat bertolak berlakang dengan dukungan yang mereka terima di sepanjang rute melalui Meksiko bagian selatan.

"Hingga kini kami telah diperlakukan dengan baik. Mereka memperlakukan kami dengan sangat baik di Kota Meksiko, tetapi sama sekali tidak di sini," ujar migran asal Guatemala Maria Gonzalez.

Gonzalez yang awalnya berpikiran untuk menetap di Tijuana demi mencari kerja, langsung mengurungkan niat begitu melihat pengunjuk rasa yang menolak kehadiran mereka.

Sikap pemerintah

Belum jelas berapa lama Tijuana dapat menangani masuknya para migran. Para pejabat memperkirakan sampai menerima dana yang mereka minta dari pemerintah pusat, sumber daya yang tersedia hanya cukup untuk satu minggu.

Sebagian besar anggota rombongan pengungsi mengatakan, mereka melarikan diri dari kemiskinan dan kekerasan yang sangat nyata di Amerika Tengah. Mereka berencana mencari suaka sesuai dengan jalur hukum.

Namun pengawas perbatasan AS hanya mau memproses sekitar 100 klaim suaka per hari di pelabuhan utama Tijuana, yang merupakan tempat masuk ke San Diego. Karenanya, diperkirakan para migran tidak akan segera pergi.

Wali kota Tijuana Juan Manuel Gastelum memperkirakan, para migran akan tinggal di kotanya selama setidaknya enam bulan.

Para pengungsi yang tiba, harus menambahkan nama mereka ke dalam daftar berisi sekitar tiga ribu nama, yang sedang menunggu permohonan suaka ke AS. Menurut terkaan pejabat kota, jumlah migran di Tijuana bisa mencapai hampir 10.000.

Masih belum jelas berapa banyak lagi gelombang pengungsi yang akan datang, namun sekitar 200 orang pengungsi baru saja beranjak dari El Savador pada akhir pekan lalu.

Gastelum, yang belakangan mengenakan topi "Make Tijuana great again", seperti slogan kampanye Trump, telah menegaskan ia tidak senang dengan kedatangan para migran.

Dalam konferensi pers minggu lalu, Gastelum menyebut kedatangan para pengungsi ini sebagai "longsor" yang tidak dapat dihadapi kota manapun. Dia pun menyebut para pengungsi sebagai "gelandangan."

Trump menanggapi komentar Gastelum melalui akun Twitter resminya. Ia mengatakan para migran akan menjadi masalah besar di Meksiko dan menyuruh mereka untuk berbalik ke negara masing-masing.

Pada Senin (19/11) pagi waktu setempat, AS telah membangun penghalang keamanan di jalan dan menutup lalu lintas selama beberapa jam di jalan masuk pelabuhan San Ysidro. Pelabuhan tersebut merupakan salah satu tempat penyeberangan perbatasan tersibuk di dunia, dengan sekitar 110.000 orang yang menyeberang ke AS setiap harinya.

Sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Kirstjen Nielsen menyatakan, jalur telah ditutup sementara. Menurutnya, petugas perbatasan telah diberitahu bahwa akan ada "rombongan besar migran yang berencana untuk bergegas ke perbatasan, dalam upaya mendapatkan akses ilegal masuk ke AS."

Nielsen tidak memberi keterangan atau bukti lebih lanjut untuk mendukung klaim tersebut. Sedangkan representatif dari organisasi yang mengoordinasikan rombongan Pueblos Sin Fronteras David Abud, mengatakan bahwa komentar tersebut palsu dan menyesatkan.

"Komentar palsu Sekretaris Nielsen tentang eksodus pengungsi, adalah upaya yang disengaja untuk menyesatkan publik dan menjelekkan nama pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan yang disebabkan oleh pemerintah," jelasnya. (The Guardian)

Berita Lainnya
×
tekid