sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Diet malah bisa menambah berat badan?

Health Line menulis, diet adalah bisnis global bernilai miliaran dolar.

Fandy Hutari
Fandy Hutari Rabu, 10 Jan 2024 06:16 WIB
Diet malah bisa menambah berat badan?

Awal Januari 2024, putri Presiden Joko Widodo yang juga istri Wali Kota Medan Bobby Nasution, Kahiyang Ayu membagikan keberhasilannya menurunkan berat badan hingga 30 kilogram. Selama 2023, ia memutuskan diet karena tak tahan tubuh gemoy-nya dikritik banyak orang.

Health Line menulis, diet adalah bisnis global bernilai miliaran dolar. Tahun 2015, menurut peneliti dari University of Fribourg, yakni A.G. Dullo dan J-P Montani dalam Obesity Reviews (2015) diperkirakan program penurunan berat badan, produk, dan terapi lainnya menghasilkan keuntungan lebih dari 150 miliar dolar AS di Amerika Serikat dan Eropa.

Pada 2022, diperkirakan pasar penurunan berat badan global mencapai 246 miliar dolar AS. Tak bisa dimungkiri, menurunkan berat badan menjadi prioritas bagi banyak orang, terutama perempuan.

“Banyak peneliti percaya, hal ini berkaitan dengan memiliki citra tubuh yang buruk, yang diperburuk paparan media yang terus menerus terhadap model, selebritas, dan atlet yang langsing,” tulis Health Line.

Karenanya, tak heran program penurunan berat badan diburu banyak orang. Meski memakan biaya yang cukup mahal. Riset para peneliti dari Duke-NUS Graduate Medical School dalam Obesity (Silver Spring) (2014) menyebut, biaya rata-rata menurunkan 5 kilogram berkisar antara 755 dolar AS untuk program Weight Watchers hingga 2.730 dolar AS untuk pengobatan orlistat.

Namun, belum ada bukti orang menjadi lebih langsing sebagai hasilnya. Terdapat beberapa bukti kalau diet penurunan berat badan tak berhasil dalam jangka panjang dan justru menyebabkan penambahan berat badan.

“Dalam sebuah penelitian, tiga tahun setelah peserta menyelesaikan program penurunan berat badan, hanya 12% yang berhasil mempertahankan setidaknya 75% dari berat badan yang telah mereka hilangkan,” tulis Health Line.

“Riset lain menemukan, lima tahun setelah sekelompok perempuan menurunkan berat badan selama enam bulan program penurunan berat badan, berat badan mereka 3,6 kilogram lebih banyak dari rata-rata berat awal mereka.”

Sponsored

Health Line menulis, salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan kembali berat badan pada seseorang adalah peningkatan hormon dan nafsu makan. Tubuh kita meningkatkan produksi hormon pemicu rasa lapar, saat merasakan kehilangan lemak dan otot.

Selain itu, sebut Health Line, pembatasan kalori dan hilangnya massa otot dapat menyebabkan metabolisme tubuh melambat, sehingga lebih mudah menambah kembali berat badan setelah kita kembali ke pola makan seperti biasanya.

Ahli gizi dan diet di Nutrition By Carrie sekaligus penulis buku Healthy for Your Life: A non-diet Approach to Optimal well-being, Carrie Dennett, dikutip dari Seattle Times mengatakan, diet pada dasarnya adalah keadaan setengah kelaparan dan tubuh meresponsnya dengan memperlambat metabolise—membakar lebih sedikit kalori saat istirahat, berolahraga, dan produksi panas. Hal ini, kata dia, juga meningkatkan dorongan kita untuk makan atau bahkan makan berlebihan.

“Secara psikologis, diet dan pembatasan meningkatkan nilai imbalan dari makanan. Secara fisik, hilangnya otot memicu tubuh mencoba membalikkan keadaan dengan meningkatkan tingkat rasa lapar dan nafsu makan,” kata Dennett.

Maka, menurut Dennett, semua hal itu berkontribusi pada penambahan berat badan. Terlebih lagi, bisa menyebabkan “lewatan lemak”, yakni penambahan lebih banyak lemak tubuh daripada yang hilang sebelumnya.

Ketika kita menurunkan berat badan, kata Dennett, kita kehilangan lemak dan otot tubuh. Saat berat badan kita mulai naik kembali, kita akan mendapatkan kembali lemak tubuh terlebih dahulu, meski tubuh kita sedang berusaha untuk mendapatkan kembali otot.

“Ini berarti, pada saat Anda mendapatkan kembali cukup otot, Anda mendapatkan kembali lebih banyak lemak daripada yang hilang sebelumnya. Perputaran berat badan dapat menyebabkan overshoot tekanan darah, detak jantung, gula darah, dan kolesterol,” ujar Dennett.

Di sisi lain, dikutip dari Medical News Today, peneliti dari University of Helsinki, Ulla Karkkainen mengatakan, sering kali orang mencoba mencegah dan mengelola kelebihan berat badan dan obesitas dengan berdiet melewatkan makan.

“Dalam jangka panjang, pendekatan seperti ini justru mempercepat bertambahnya berat badan, bukan mencegahnya,” kata dia.

Dalam penelitian Karkkainen, peserta menyelesaikan survei mengenai kebiasaan makan, aktivitas, serta kehidupan lainnya pada usia 24 tahun dan satu dekade kemudian ketika mereka berusia 34 tahun.

Selama periode 10 tahun itu, mayoritas peserta bertambah berat badannya. Sekitar seperempat laki-laki dan perempuan berhasil mempertahankan berat badan yang stabil. Hanya 7,5% perempuan dan 3,8% laki-laki yang berhasil menurunkan berat badan. Seiring waktu, berat badan perempuan bertambah rata-rata 0,9 kilogram per tahun dan laki-laki bertambah 1,0 kilogram setiap tahun.

“Menariknya, pria dan perempuan yang tidak pernah berdiet namun memiliki pola makan teratur lebih mungkin mempertahankan berat badan stabil,” tulis Medical News Today.

Menurut Medical News Today, riset itu memang menunjukkan olahraga efektif dalam menurunkan berat badan, terutama pada perempuan. Namun, riset ini juga menunjukkan, ada lebih banyak manfaat yang bisa dilakukan saat bekerja.

“Berhenti berdiet dan fokus makan dengan lebih teratur sepertinya menjadi kuncinya,” tulis Medical News Today.

Sementara itu, Health Line menyebut, seseorang perlu mengalihkan fokus dari mentalitas diet ke pola makan yang mengoptimalkan kesehatan kita. Untuk memulainya, pilihlah makanan bergizi yang membuat kita kenyang dan memungkinkan mempertahankan tingkat energi yang baik.

“Olahraga dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik setidaknya 30 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga berat badan,” tulis Health Line.

Berita Lainnya
×
tekid