sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Geppuk, keliling daerah bencana untuk mendongeng

Lewat dongeng, pesan menjadi lebih mudah disampaikan dan melekat di hati anak-anak.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Minggu, 03 Jun 2018 14:50 WIB
Geppuk, keliling daerah bencana untuk mendongeng

Siapa yang tidak suka dongeng? Ya, hampir setiap orang menyukai dongeng, apalagi anak-anak. 

Bentuk sastra lama yang menceritakan tentang suatu hal yang fiksi atau tidak nyata ini, bisa menjadi sarana komunikasi efektif antara orangtua dan anak. Lewat dongeng, pesan menjadi lebih mudah disampaikan dan melekat di hati anak-anak. Dongeng juga bisa menjadi salah satu obat ampuh untuk mengembalikan keceriaan anak-anak.

Terdengar unik, namun Ahmad Fauzan atau yang akrab disapa dengan kak Ojan, berkeliling Indonesia demi mendongeng. Dewan Penasihat Gerakan Para Pendongeng Untuk Kemanusiaan (Geppuk) ini mengunjungi wilayah bencana untuk membantu menghilangkan rasa takut anak-anak. Pria Kelahiran 10 Juni 1988 itu, berbagi kisah perjalanan Geppuk kepada Alinea.

Apa gerakan para pendongeng untuk kemanusiaan (Geppuk)?

Gerakan para pendongeng untuk kemanusiaan adalah komunitas pendongeng profesional, berasal dari para pendongeng yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. 

Hingga saat ini Geppuk sudah beranggotakan 44 pendongeng, berasal dari Jabodetabek, Sumatera, Riau, Surabaya, Sulawesi, Yogyakarta, Semarang, dan berbagai wilayah lainnya. Selain itu, tim Geppuk juga dibantu oleh para relawan dalam melakukan dokumentasinya.

Bagaimana asal mula terbentuknya Geppuk? 

Awalnya, para pendongeng berkumpul untuk membicarakan apa yang bisa mereka berikan untuk Indonesia, terutama pada saat adanya bencana, kemudian tercetuslah komunitas ini.

Sponsored

Geppuk lalu memulai berbagai program sebagai respons terhadap bencana bagi kemanusiaan, maupun bencana alam. Program pertama yang dilakukan Geppuk merupakan "Milk for Somalia Kids", yaitu penggalangan bantuan berupa susu untuk anak-anak di Somalia. Bantuan lalu disalurkan ke Somalia, kemudian berlanjut dengan adanya penggalangan ke Palestina, dan Suriah. Aksi serupa juga dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti gempa dan tsunami di Aceh, gunung meletus di Gunung Sinabung dan Gunung Merapi, dan lain sebagainya. Program-program tersebut semakin mempererat ikatan para pendongeng dalam melakukan dukungan kemanusiaan. 

Program apa saja yang dimiliki oleh Geppuk ?

Geppuk memiliki dua fokus dalam programnya, yakni pada bencana kemanusiaan dan bencana alam. Untuk bencana alam, kami mendatangi lokasi bencana dan menghibur anak-anak. Di sana, kami melakukan pendampingan anak maupun trauma healing. 

Sedangkan untuk bencana kemanusiaan atau nonalam, misalnya kekerasan yang terjadi pada anak-anak, para pendongeng di Geppuk memberikan edukasi kepada anak-anak melalui dongeng. Contohnya, dongeng yang memiliki pesan terkait cara anak-anak menjaga dirinya sendiri jika tidak ada orang tuanya. 

Program tersebut kami sebut sebagai "Stop Kekerasan Pada Anak (SKP)" dan sudah berjalan di ratusan tempat, seperti Jabodetabek, pulau Jawa dan Sumatera, Sulawesi, serta Kalimantan. Program ini telah berjalan sejak 2012, hingga  saat ini. 

Respons kemanusiaan lainnya yaitu berupa "Mudik Ramah Anak". Kami melihat kalau setiap musim mudik, anak-anak tidak diperlakukan layaknya anak. Akan tetapi, seperti barang yang dibawa seadanya, terutama bagi pemudik yang menggunakan sepeda motor. Anak yang mudik menggunakan sepeda motor dipaksa berdesak-desakan dengan barang bawaan. Demikian juga dengan angkutan mudik lainnya, seperti bus. Anak harus berdesak-desakan di terminal, kemudian mengalami stres. 

Padahal, mudik menjadi momentum bagi orang tua untuk memberikan pengalaman hidup kepada anak-anak, tentang asyiknya bertemu dengan keluarga di kampung. Bukan justru memberikan rasa lelah.

Maka itu, Geppuk melalukan edukasi. Pertama kepada orang tuanya, dengan menceritakan tentang mendampingi anak-anak ketika mudik. Misalnya, dengan membawakan mainan favoritnya, menyediakan perlengkapan kesehatan, ataupun membawakan makanan dan minuman yang cukup.

Biasanya kami juga menganjurkan orang tua agar membacakan cerita. Orang tua bisa bercerita mengenai lokasi yang dilewati sepanjang perjalanan mudik untuk menghibur anak.

Tak hanya untuk orang tua, tim pendongeng Geppuk juga hadir menghibur anak-anak di stasiun atau lokasi mudik lainnya, dengan mendongeng atau memainkan musik.

Geppuk juga memiliki program "Edukasi Ayah Bercerita". Program ini dibuat dengan melihat fenomena jarangnya anak melakukan interaksi dengan ayahnya, terutama di kota-kota besar. Maka, kami memberikan edukasi semacam kelas-kelas kecil kepada orang tua terutama ayah, terkait cara berkomunikasi kepada anak-anaknya melalui cerita. Dengan kelas ini, kami bertujuan agar anak kembali dekat kepada ayahnya.

Yang terbaru, Geppuk memiliki program "Roadshow Dongeng Amal (RDA)".  Jadi, Geppuk melakukan roadshow ke sekolah-sekolah untuk penggalangan donasi.

Seberapa efektif mendongeng bisa membantu anak-anak, baik saat bencana kemanusiaan maupun alam ?

Kami melihat, saat pendongeng bercerita kepada anak-anak di daerah bencana. Saat pendampingan tersebut, setidaknya kami menangkap ekspresi senang, bahagia dan ceria dari raut wajah anak-anak yang baru saja mengalami bencana. Dan itu sangat membantu mereka dalam melewati masa tanggap bencana, atau saat berada di pengungsian. Sehingga, anak-anak itu siap ketika sudah kembali ke rumah, sudah bisa kembali berbaur dengan lingkungannya.

Adakah pengalaman paling berkesan selama Anda di Geppuk ? 

Hampir semua cerita dan pengalaman saya di Geppuk sangat berkesan, karena setiap daerah memiliki iklim yang berbeda. 

Namun, ada salah satu cerita yang tidak terlupakan. Saat itu, saya mendampingi anak-anak Rohingya yang terdampar di Aceh, tepatnya di Pidie Jaya dan di Lhoksukmawe. Kenapa sangat terkesan? Karena anak-anak tersebut tidak bisa bahasa Indonesia, begitu juga dengan kami yang tidak bisa berbahasa Rohingnya. Sehingga menjadi tantangan bagi saya dan tim agar mendongeng meskipin saling mengerti bahasa masing-masing.

Akhirnya, dengan bantuan relawan yang sedikit mengerti bahasa mereka, ditambah dengan trik sulap sederhana, anak-anak Rohingnya itu mau berkumpul.

Kami memutuskan mendongeng model pantomim dengan ditemani boneka peraga. Ternyata cara ini membuat anak-anak terkesan. Hebatnya, dalam rentang waktu hanya sekitar 3 minggu, anak-anak yang pertama kali datang dipenuhi ketakutan, menjadi berbaur layaknya tidak sedang melalui tiga bulan dalam perjalanan laut. 

Tantangan apa lagi yang pernah dihadapi oleh Geppuk? 

Selain karena wilayah di Indonesia yang sulit dilalui, berbukit-bukit, terjal, dan lain sebagainya, ada juga tantangan pada pendanaan. Terutama, di daerah-daerah yang memerlukan pendampingan secara intensif dan memiliki banyak titik pendampingan. Karena dana terbatas, akhirnya kami hanya melakukan pendampingan di beberapa titik saja.

Kami mendapatkan dana dari patungan para pendongeng, serta donasi atau bantuan. Nah, mengenai informasi dan kegiatan Geppuk bisa dilihat di akun media sosial di Instagram @pendongeng_geppuk, Facebook www.facebook.com/geppuk, dan juga akun twitter @geppuk.

Berita Lainnya
×
tekid