sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lagu “Jogja Istimewa” dan perkara hak cipta

Penyanyi rap asal Yogyakarta Marzuki Mohamad alias Kill the DJ marah ketika mengetahui syair lagu ciptaannya diubah untuk tujuan politik.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Rabu, 16 Jan 2019 19:08 WIB
Lagu “Jogja Istimewa” dan perkara hak cipta

Sejumlah ibu-ibu berkumpul di Ndalem Purbayan, Yogyakarta, pada 18 Desember 2018 dalam acara bertajuk “Saresehan Emak-Emak Relawan Prabowo-Sandi”. Di acara tersebut, hadir Anie Hashim—istri adik calon presiden Prabowo Subianto, Hashim Sujono Djojohadikusumo.

Di tengah-tengah acara, Anie menghubungi Prabowo melalui panggilan video di telepon pintarnya. Prabowo pun bertatap muka jarak jauh dengan emak-emak yang berkumpul itu.

Spontan—atau memang sudah dipersiapkan, emak-emak bernyanyi lagu “Jogja Istimewa”, yang syairnya diubah, sembari tersenyum dan melambai-lambaikan tangan mereka.

Jogja, Jogja, Jogja istimewa
Prabowo-Sandi, pilihan kita
Jogja-Jogja, Jogja istimewa
Adil dan makmur, tujuan kita

Sejatinya, lagu itu adalah ciptaan penyanyi rap asal Yogyakarta Marzuki Mohamad alias Kill the DJ. Lirik asli penyanyi yang tenar bersama grup Jogja Hiphop Foundation, sebagai berikut:

Jogja Jogja tetap istimewa
Istimewa negrinya, istimewa orangnya
Jogja Jogja tetap istimewa
Jogja istimewa untuk Indonesia

Dilaporkan polisi

Pada 14 Januari 2019, lagu yang dinyanyikan ibu-ibu tadi menyebar dalam bentuk video di media sosial. Yang mengunggah video berdurasi 38 detik itu adalah akun Twitter @CakKhum.

Hal ini membuat Marzuki Mohamad marah. Dia mengucapkan sumpah serapah di media sosial pada 14 Januari 2019.

“Maling lagu b*ng*at! Yang gak terima bukan cuma saya sebagai pemilik hak cipta, orang Jogja juga gak akan terima lagu ini dipakai buat kampanye Pilpres!” tulis Marzuki di akun Twitternya.

Pernyataan akun @CakKhum terkait video Jogja Istimewa. (twitter.com/CakKhum)

Sehari kemudian, dia kembali mengecam lagu ciptaannya, yang dinyanyikan untuk tujuan mendukung salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertarung pada pilpres, April 2019 mendatang.

“Clear ya, mau 01 atau 02 atau bahkan golput. Lagu Jogja Istimewa memang tidak dijual dengan mengubah liriknya. Bahkan untuk iklan komersial pun. Di Pilpres 2014 juga tidak aku gunakan. Lebih dari selusin tawaran iklan menggunakan lagu ini juga aku tolak :)”

Marzuki yang akrab disapa Juki akhirnya membawa kasus ini ke ranah hukum. Pada 15 Januari 2019, dia melaporkan pemilik akun @CakKhum ke Kepolisian Daerah Yogyakarta. Pemilik akun itu dilaporkan Juki lantaran mengunggah video berisi lagu “Jogja Istimewa” yang telah diubah liriknya.

Pemilik akun @CakKhum sendiri sudah menghapus unggahan video tersebut dari Twitter pada Rabu (16/1). Namun, video tersebut sudah terlanjur menyebar di media sosial.

“Saya upload video tersebut karena melihat euforia dan kekompakan emak-emak, tidak tahu sama sekali kalau lagu itu punya @killthedj (akun Twitter Juki) karena saya bukan orang Jogja,” tulis pemilik akun @CakKhum, Rabu (16/1).

Sementara itu, juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade mengatakan, pihaknya masih menunggu proses hukum yang berjalan.

Dia berujar, simpatisan Prabowo-Sandiaga yang terlibat di dalam video agar meminta maaf kepada Juki. Namun, hal itu tidak dipenuhi.

“Kami tinggal ikuti proses hukum. BPN Prabowo-Sandiaga Provinsi DI Yogyakarta akan memberikan dukungan kepada relawan terkait,” kata Andre saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (16/1).

Masih abai hak cipta

Kasus lagu ciptaan Juki yang “dicatut” relawan Prabowo-Sandiaga mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya dari penyanyi Glenn Fredly.

“Lagu ‘Jogja Istimewa’ karya Marzuki Kill DJ yang digunakan tanpa izin untuk berkampanye adalah bentuk pelanggaran hak cipta dan tidak adanya pemahaman serta penghargaan terhadap profesi musisi/pencipta lagu yang dilindungi dalam Undang-Undang Hak Cipta. Adalah hak pencipta bila membawanya ke ranah hukum,” tulis Glenn dalam akun Instagramnya, Rabu (16/1).

Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY pun memberikan dukungan kepada Juki. Pernyataan dukungan tersebut diunggah di media sosial pada 15 Januari 2019, yang salah satu poinnya, mengecam keras aksi plagiat, yang menistakan karya seniman dan menafikan esensi sejarah lagu “Jogja Istimewa”.

“Karya lagu itu mengandung nilai-nilai mulia tentang Jogja. Seharusnya masyarakat menjunjung tinggi hak cipta. Saya sendiri tidak akan pernah mengingkari nilai-nilai lagu itu,” kata Juki saat dihubungi, Selasa (15/1).

Pernyataan sikap penyanyi rap Marzuki Mohamad di akun Instagramnya. (instagram.com/killthedj).

Dia menegaskan, tidak akan pernah mau mengizinkan siapapun untuk memakai lagu “Jogja Istimewa” dalam kampanye Pilpres 2014, baik untuk pasangan capres-cawapres nomor urut 01 ataupun 02.

Lagu “Jogja Istimewa” diciptakan Juki pada 2009. Lagu tersebut sudah terdaftar sebagai hak cipta atas namanya.

Hak cipta karya cipta lagu atau musik sebenarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 40 ayat 1 dan Pasal 58 ayat 1 disebutkan, lagu atau musik merupakan salah satu jenis karya ciptaan yang dilindungi.

Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Pelita Harapan Henry Soelistyo Budi mengatakan, penyalahgunaan lagu “Jogja Istimewa” merupakan pelanggaran hak moral dalam hak cipta.

“Dalam Undang-Undang Hak Cipta, ada aspek integritas yang menentukan norma untuk melarang siapapun yang dengan tanpa izin memodifikasi, memutilasi, dan mendistorsi ciptaan. Kasus ini (penyalahgunaan lagu “Jogja Istimewa”) termasuk dalam pelanggaran ketiganya,” kata Henry saat dihubungi, Rabu (16/1).

Henry menuturkan, Undang-Undang Hak Cipta mengakomodasi perlindungan hak cipta karya musik. Semua bentuk pembajakan, atau pencurian karya akan mendapat ganjaran hukum.

“Negara harus menjamin perlindungan, dengan mengenakan sanksi hukum. Sementara penerapannya melalui peran jaksa, hakim, dan proses di pengadilan,” ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Masyarakat Hak Kekayaan Intelektual Indonesia.

Meski begitu, Henry mengakui, pemahaman masyarakat mengenai hak moral yang terkait hak cipta masih rendah. Akibatnya, tanggung jawab moral untuk menggunakan karya cipta bagi kepentingan tertentu kerap diabaikan.

Dalam kasus “Jogja Istimewa”, menurutnya, dengan adanya keberatan dari penciptanya, pihak yang sudah menyalahgunakan lagu itu bisa dikenakan sanksi.

“Namun, sanksinya bisa lebih soft (ringan), misalnya harus bertanggung jawab untuk mencantumkan pemilik atau pencipta lagu,” kata penulis buku Hak Cipta Tanpa Hak Moral (2011) ini.

Dengan dibawanya kasus “Jogja Istimewa” ke ranah hukum oleh sang pencipta lagu, kasus ini tentu bisa menjadi pembelajaran bersama. Henry memperkirakan, sanksi bisa menjadi lebih berat lantaran terkait penggunaan lagu untuk kepentingan politik.

Berita Lainnya
×
tekid