sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mahasiswa cenderung nekat melakukan aksi bunuh diri

Ada beragam alasan mengapa mahasiswa berpikir untuk mengakhiri hidup.

Rizkia Salsabila
Rizkia Salsabila Senin, 13 Nov 2023 21:00 WIB
Mahasiswa cenderung nekat melakukan aksi bunuh diri

Sepanjang Januari hingga pertengahan Oktober 2023, data Pusat Informasi Kriminal Nasional Kepolisian RI (Pusiknas Polri) mencatat, ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Jumlah tersebut, melampaui kasus bunuh diri sepanjang 2022, yang mencapai 900 kasus.

World Health Organization (WHO) menyebut, setiap tahun 703.000 orang bunuh diri, dan lebih banyak lagi yang mencoba bunuh diri. WHO pun menyebut, bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat terbesar di dunia pada kelompok usia 15 hingga 29 tahun pada 2019.

Selama Januari hingga Oktober 2023, kejadian bunuh diri banyak menimpa mahasiswa—termasuk rentang usia yang disebut WHO. Misalnya, Oktober 2023, seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di Semarang, melakukan aksi bunuh diri dengan cara melompat di Mal Paragon, Semarang pada Selasa (10/10).

Lalu, sehari setelahnya, seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta di Semarang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya. Sebelumnya, pada Maret 2023, seorang mahasiswi ditemukan tewas usai jatuh dari lantai 18 di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Riset yang diakukan Azmul Fuady Idham, M. Arief Sumantri, dan Puji Rahayu dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) berjudul “Ide dan Upaya Bunuh Diri pada Mahasiswa” di Jurnal Intuisi (2019) menemukan hal yang cukup mengejutkan. Dari 62 responden rentang usia 17 tahun ke atas yang dijadikan objek riset, ditemukan 36 mahasiswa (58,1%) punya kecenderungan ide dan upaya bunuh diri yang tinggi.

“Pada beberapa individu terdapat jarak antara ide bunuh diri terhadap tindakan bunuh diri,” tulis Azmul dan kawan-kawan.

“Ide bunuh diri biasanya telah dipikirkan terlebih dahulu dalam beberapa hari, minggu, ataupun tahun, tetapi pada beberapa individu mungkin tidak pernah memikirkannya sebelumnya, dengan kata lain sering terjadi secara impulsif.”

Dari hasil penelusuran Azmul, cara yang dipilih korban bunuh diri, antara lain gantung diri, lompat dari gedung, serta di rel kereta.

Sponsored

Berbagai sebab

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nizam mengatakan, terlepas dari apa masalah yang melatarbelakangi kejadian bunuh diri pada mahasiswa, menekankan pentingnya membangun kampus yang sehat, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

“Sehat secara holistik, jasmani, psikologis atau emosional, spiritual, intelektual, sosial, finansial, dan organisasi,” ujar Nizam kepada Alinea.id, Senin (13/11).

“Lingkungan kampus yang sehat, diharapkan membangun resiliensi mahasiswa dan dosen terhadap gangguan psikologis kejiwaan, mengurangi stres, dan menghindari depresi.”

Psikolog Lia Sutisna Latif mengatakan, penyebab bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa adalah depresi. Secara gender, perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi melakukan perilaku bunuh diri. Masalah depresi yang menimbulkan ide mengakhiri hidup, sebut Lia, adalah karena merasa tak punya harapan lagi.

“Kedua, disebabkan juga karena adanya kematian orang terdekat. Misalnya, salah satu orang tuanya meninggal,” kata Lia, Jumat (10/11).

Alasannya, kata Lia, ketika kehilangan orang terdekat dan berduka, rasa kehilangan itu berbeda setiap orang. Depresi juga bisa disebabkan karena putusnya relasi hubungan dengan seseorang, konflik dengan keluarga, atau kegagalan dalam studi.

“Itu kan membuat mahasiswa atau mahasiswi merasakan hal yang berat,” ujarnya.

Luka emosional yang bertumpuk dan intens pun membuat seseorang melakukan tindakan nekat. Contohnya, seseorang putus hubungan dengan kekasihnya, lalu ditekan keluarga soal kelulusan dan prestasi studi. Penyebab lainnya bisa terjadi karena perundungan atau bullying.

Ditambah, jika ditimpa masalah-masalah yang mengakibatkan depresi tadi, seseorang kesulitan mencari pelayanan konseling yang membantu dirinya. “Apakah kampus juga memiliki badan pelayanan konseling untuk mahasiswa-mahasiswi?” tutur Lia.

“Dia merasa dirinya kuat dan bisa menangani hal tersebut tanpa dukungan keluarga atau justru keluarganya tidak tahu kalau selama ini anaknya itu mengalami depresi.”

Psikolog lainnya, Liza Marielly Djaprie menjelaskan, mahasiswa masuk dalam perkembangan individu, akhir remaja usia 18 atau 19 tahun. Di masa-masa itu, ada banyak tuntutan dari dirinya maupun orang lain. Mereka lebih fokus untuk masa depan dan banyak peran hidup yang sudah harus lebih matang.

“Misalnya, kayak kebutuhan untuk emosi menjadi lebih stabil, memikirkan ide tertentu, kemudian mampu untuk lebih konsisten terhadap minatnya,” kata Liza, Jumat (10/11).

“Ada perubahan fisik juga dan harus bisa menerima terhadap perubahan fisik dirinya. Kemudian harus belajar untuk peranan sosial yang lebih baik.”

Di sisi lain, mahasiswa sudah mencapai kebebasan karena telah lebih mandiri dibandingkan tugas perkembangan di masa anak-anak. Namun, mereka juga masih tergantung terhadap orang tua.

“Ini kadang buat bingung juga, di satu sisi sudah harus bebas, tapi sebenarnya masih juga tergantung terhadap orang tua,” ucap Liza.

“Jadi kebingungan-kebingungan itu ada.”

Mereka juga sudah harus siap menanggapi penilaian-penilaian hidup dari orang lain. Menurut Liza, tugas yang cukup banyak di usia remaja akhir tadi bisa membuat seseorang kewalahan.

“Jika tidak ada pegangan yang cukup kuat, tidak ada support dari sosial gitu ya, individu remaja ini memang menjadi lebih rentan,” tutur dia.

Lia menyarankan, jika ada orang terdekat berpikir bunuh diri, sebaiknya menghubungi keluarga terdekat atau menariknya untuk ditenangkan. Seseorang bisa membawa korban ke tempat yang aman, menghindarinya dari tempat yang terlalu banyak orang, dan menghindari dari tempat berbahaya.

”Misalnya area dapur yang ada pisau atau jendela lantai atas,” tutur Lia.

Kemudian, lakukan percakapan yang menenangkan, tanpa tekanan. Meski pada kenyataannya, ia mengakui tak mudah memulai percakapan dengan seseorang yang berusaha bunuh diri.

“Kita bisa mengatakan bahwa kehadiran kita siap untuk mendengarkan,” kata Lia.

Berita Lainnya
×
tekid