Menari bersama terbukti ampuh bunuh stres dan depresi
Musik disetel sekencang-kencangnya. Ketukan bass mencapai 128 beat per menit. Di lantai dansa yang padat, tubuh-tubuh bergoyang selaras. Bagi orang luar, ini mungkin tampak seperti pesta kaum hedonistik. Namun, bagi seorang ahli saraf, ini lebih mirip terapi kelompok.
“Tari adalah bahasa tubuh. Otak kita memahami gestur yang kita lakukan saat menari seperti sebuah bahasa ekspresif," kata Julia F. Christensen, seorang ahli saraf di Max Planck Institute for Empirical Aesthetics dan penulis buku Dancing is the Best Medicine, seperti dikutip dari National Geographic, Sabtu (27/9).
Selama berabad-abad, manusia menggunakan tari bukan hanya untuk perayaan, tetapi juga untuk ritual dan penyembuhan. Secara intuitif, jauh sebelum ilmuwan melacak gelombang otak atau mengukur neurotransmiter, para penari sudah memahami kekuatan bergerak bersama.
Kini, riset-riset mulai menyusul.
Meta-analisis tahun 2024 yang diterbitkan di The BMJ meninjau 218 uji klinis dan menemukan bahwa tari mengurangi gejala depresi lebih baik dibanding jalan kaki, yoga, latihan kekuatan, bahkan antidepresan standar. Meski hanya 15 studi secara spesifik meneliti tari, hasilnya cukup menarik perhatian peneliti.
“Saya terkejut jika tari bahkan punya lima studi saja. Antara aktivitas fisik, interaksi sosial, dan infusi musik, saya tidak heran tari mendapat hasil baik,” kata Michael Noetel, dosen di University of Queensland dan penulis utama tinjauan itu.
Tari, kata dia, bisa jadi alternatif pengobatan. Survei Gallup pada 2023 mencatat lebih dari 29% orang dewasa di AS mengalami depresi pada suatu titik dalam hidup mereka. Di lain sisi, biaya terapi tetap mahal atau sulit diakses banyak orang.
Mengapa otak kita menyukai bergerak mengikuti musik? Otak kita terhubung dengan ritme—dan menari melibatkan seluruh sistem saraf. Beberapa ahli saraf menyebut stimulasi seluruh tubuh ini sebagai “simfoni neurokimia.”
Mengantisipasi melodi dapat memicu pelepasan dopamin. Gerakan fisik meningkatkan endorfin. Menari bersama orang lain meningkatkan oksitosin. Studi menunjukkan trifecta ini dapat meningkatkan suasana hati, memperkuat ikatan sosial, dan mengurangi stres.
Christensen mengatakan kombinasi unsur ini kemungkinan membuat tari berbeda dari bentuk olahraga lain seperti olahraga kompetitif atau yoga. “Dalam terapi gerakan tari, misalnya, pengurangan kecemasan dan gejala depresi terkait dengan komponen ekspresif dari menari,” katanya.
“Kamu mengambil sesuatu yang membuatmu menjadi ‘kamu’, atau perasaan yang sulit bagimu, lalu kamu salurkan keluar dari sistemmu, dengan mengekspresikannya melalui gerak lengan saat menari.”
Dalam uji klinis, efek menari terlihat secara terukur.
“Bukan bagian peregangan lambatnya, seberapa sering orang berolahraga per minggu, atau berapa lama programnya yang memberikan efek,” kata Noetel. “Semakin energik orang menari—terutama diiringi musik—semakin besar penurunan gejala.”
Dalam momen puncak itu—saat beat pecah, lantai bergetar, dan orang asing bergerak bersama—peneliti mengamati fenomena yang disebut “sinkroni antar-otak” (interbrain synchrony): keselarasan aktivitas otak antarindividu, sering terlihat dalam studi EEG gerak kelompok.
"Bergerak selaras dengan orang lain mengaburkan batas antara diri dan orang lain dan ini dapat menghasilkan peningkatan kepercayaan dan koneksi yang kuat," kata Christensen.
Bagi orang yang hidup dengan depresi, bahkan gerakan-gerakan dasar saja bisa tumpul. Ahli saraf mengamati berkurangnya ekspresi wajah, gestur, dan postur—yang digambarkan sebagai hilangnya kosakata emosional tubuh.
Tari menawarkan cara unik untuk terhubung kembali dengan diri sendiri dan orang lain. Tari dapat mengaktifkan jalur emosional, kognitif, dan sensorik, membangkitkan kembali rasa keterhubungan di dalam dan di luar diri.
“Otak manusia membutuhkan manusia lain di sekitarnya agar tetap waras dan sehat, fisik maupun mental,” kata Christensen. “Untuk alasan evolusioner, otak kita akan masuk mode bertahan hidup jika sendirian.”

Memproses emosi tanpa bicara
Tari juga mungkin menawarkan sesuatu yang tak bisa dilakukan terapi bicara: cara memproses emosi tanpa bahasa. “Tari mengundang orang untuk mengekspresikan sesuatu tanpa perlu mengungkapkannya dengan kata-kata,” ujar Christense.
Di luar peningkatan suasana hati atau aktivitas fisik, menari dalam kelompok memberi sesuatu yang unik bagi manusia: keterhubungan mendalam. Christensen mencatat bahwa menari dengan orang lain dapat mengaburkan batas antarindividu.
“Jika kita bergerak selaras, itu membingungkan otak kita dengan cara yang baik dan membuat persepsi tentang aku dan kamu tumpang tindih,” katanya.
Ahli saraf menyebut tumpang tindih ini sebagai co-representation. Ini dapat meningkatkan ikatan, kepercayaan, dan empati—komponen penting kesejahteraan mental.
Tari juga dapat mengembalikan sesuatu yang sering direnggut oleh depresi: agensi atau kapasitas untuk bertindak secara mandiri. Tari memberi kesempatan untuk memilih gaya, ritme, dan cara unik mereka sendiri.
“Jika orang belum tahu apa yang bisa dilakukan tari untuk mereka, mereka mungkin belum menemukan gaya tari mereka,” kata Christensen. “Ada ratusan gaya tari di dunia ini untuk dipilih.”


