Politik Jatah Preman: Transformasi kelompok preman pasca-Orde Baru
Buku ini merupakan hasil riset Ian Douglas Wilson dalam rentang 2006 hingga 2014.
Transformasi FPI
Bagi Ian, FPI menjadi kelompok yang paling menarik. Pasca-Orde Baru, kelompok yang awalnya dibentuk untuk menjadi satuan pengamanan, kemudian berubah menjadi organisasi massa dengan jaring pengamanan berlapis. Kuat secara politik.
"Mantan pejabat kepolisian menggambarkannya seperti anjing yang tali kekangnya lepas," ujar Ian. “Saking kuatnya pengaruh yang dimilikinya, hingga tak dapat dikendalikan.”
Meski terkadang masih diberdayakan pihak berkuasa, tapi hubungan mereka lebih kepada hubungan transaksional, alih-alih ideologis.
Kelompok preman berfungsi sebagai mediator antara kelompok sosial dan masyarakat, dengan dunia politik formal. Kemudian ditukar dengan kesepakatan-kesepakatan, konsesi atau dana dari partai politik, ataupun pihak yang ingin berkuasa.
FPI, menurut Ian, telah mencapai keinginan terbesar mereka, dengan dikukuhkannya pimpinan mereka Rizieq Shihab sebagai Imam Besar. Puncaknya, ketika kasus penistaan agama yang berhasil menjebloskan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke dalam bui pada 2017 lalu.
Hubungan antara kelompok preman dengan pihak kepolisian menarik. Kepolisian sengaja membiarkan kelompok-kelompok preman melakukan intimidasi kepada minoritas atau aktivis, sejauh itu sejalan dengan kepentingan untuk eksistensi rezim.
Hal yang disebut pihak kepolisian, mengutip Ian, "Sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan."
Kelompok ini sengaja dibiarkan bebas melakukan aksi mereka, selama itu sejalan dengan kepentingan penguasa. Bila kekerasan dilakukan, dan pihak kepolisian mengetahuinya, maka reaksinya adalah seolah-olah aksi itu di luar kendali mereka.