Pro-kontra merger PTS kecil
Kebijakan merger perguruan tinggi swasta kecil yang digenjot Kemendikbudristek menimbulkan beragam persoalan di lapangan.

Sejak 2015, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mewajibkan perguruan tinggi swasta dengan jumlah mahasiswa kurang dari 1.000 orang untuk merger. Merger diitikadkan untuk menyehatkan kondisi keuangan PTS dan meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan di tingkat perguruan tinggi.
Saat ini, tercatat setidaknya ada lebih dari 4.000 PTS di bawah Kemendikbudristek. Jumlah PTS rencananya bakal dipangkas via merger kampus hingga hanya 2.000. Sepanjang 2020-2022, tercatat sudah ada sekitar 692 kampus yang telah menggelar merger.
“Karenanya kita dorong PTS yang kecil untuk bergabung agar menjadi besar dan bisa berkembang mutunya dengan baik,” ucap pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbutristek, Nizam kepada Alinea.id, Rabu (14/12).
Jumlah PTS di Indonesia, kata Nizam, terlampau banyak. Walhasil, banyak PTS kesulitan dalam mendanai aktivitas belajar mengajar serta merekrut mahasiswa. Ia membandingkan jumlah PTS di Indonesia dengan jumlah perguruan tinggi di Tiongkok.
“Meski jumlah penduduknya lima kali lipat dari Indonesia, di sana (Tiongkok) jumlah perguruan tingginya hanya sekitar 2000-an,” jelas Nizam.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Pusat Budi Djatmiko mengatakan program merger yang dirilis Kemendikbud sejak era Menteri Mohamad Nasir menimbulkan banyak persoalan di lapangan.
Pertama, proses merger yang bisa memakan waktu hingga dua sampai tiga tahun. Pada masa merger, kampus-kampus kebingungan lantaran masih harus membayar gaji dosen dan tenaga kependidikan.
Kedua, kampus kesulitan merekrut dosen untuk mengajar yang linier dengan mata kuliah hasil merger. Ketiga, kesulitan menyamakan persepsi antara yayasan. Keempat, sulit mencari lahan untuk kampus baru. Kelima, ketidakjelasan tahapan merger.
Terakhir, persoalan dokumen hukum. Biasanya, nama yayasan yang muncul di akta notaris dan Kemenkumham berbeda dengan nama yayasan pada SK izin. "Penyebabnya kelalaian Kemendikbud dalam menulis nama yayasan dalam SK... Semua permasalahan atas dasar pengaduan dari berbagai PTS yang merger," kata Budi.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Pertarungan capres di lumbung suara Jawa Barat
Sabtu, 23 Sep 2023 06:06 WIB
Riak-riak di tubuh PSI: "Bagi saya, PSI tak lagi istimewa..."
Jumat, 22 Sep 2023 06:29 WIB