sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dewan Pers ingatkan ada potensi pengebirian kemerdekaan pers di RKUHP

Dewan Pers ingin mengajak DPR dan pemerintah untuk lebih terbuka menerima masukan-masukan yang konstruktif.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Selasa, 19 Jul 2022 16:14 WIB
Dewan Pers ingatkan ada potensi pengebirian kemerdekaan pers di RKUHP

Rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) mengandung potensi pengebirian kemerdekaan pers. Dewan Pers mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk lebih terbuka menerima masukan-masukan yang konstruktif dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers.

Anggota Dewan Pers, yang juga Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers, Ninik Rahayu bahkan mengungkapkan ketika undang-undang tidak representatif dengan kebutuhan kemerdekaan pers yang merupakan pilar demokrasi, maka kehidupan demokrasi akan mati. Untuk itu, Dewan Pers memastikan terus mengawal RKUHP.

"Partisipasi masyarakat bermakna (meaningful participation) adalah salah satu keputusan penting yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 79 tahun 2019," kata Ninik.

"Prinsipnya adalah bahwa masyarakat perlu dilibatkan, diakomodasi kepentingannya, dalam konteks perubahan rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang sekarang ini digagas untuk dilakukan pengesahan dalam waktu yang tidak lama lagi, ada yang mengatakan bulan Juni atau Juli, dan saat ini sedang dipercepat," tambahnya melansir akun Instagram resmi Dewan Pers, Selasa (19/7).

Menurut Ninik, Dewan Pers yang memiliki mandat untuk melakukan pengkajian pengembangan pers merasa bahwa undang-undang ini masih memiliki potensi pengebirian kemerdekaan pers. Oleh karena itu, Dewan Pers ingin mengajak DPR dan pemerintah untuk lebih terbuka menerima masukan-masukan yang konstruktif di dalam rangka upaya mengembangkan kemerdekaan pers.

"Jangan salah, ketika undang-undang ini tidak representatif dengan kebutuhan kemerdekaan pers, yang memang ini menjadi salah satu pilar demokrasi, maka matilah kehidupan demokrasi kita," ujar Ninik.    

Senada dengan itu, Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra meminta DPR dan pemerintah tidak tergesa-gesa untuk mengesahkan RKUHP.

DPR dan pemerintah diminta untuk menghapus delik pidana pada RKUHP dan kembali menggunakan Undang-undang Pers, terutama pada 19 pasal yang mengancam kebebasan pers.

Sponsored

Azyumardi Azra berpendapat 19 pasal yang bermasalah dalam RKUHP akan membahayakan jurnalis, lembaga pers, bahkan demokrasi di Indonesia. Ia menyayangkan Dewan Pers tidak turut dilibatkan dalam pembahasan di tingkat legislasi khususnya mengenai pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers.

Bahkan dipaparkan, 19 pasal tersebut merupakan 'pasal karet' yang dapat membuat media dan pers terancam dikriminalisasi karena menyiarkan hal-hal yang dilarang karena mengandung delik pidana dalam RKUHP. Lebih lanjut, Ketua Dewan Pers meminta DPR dan pemerintah menghapus delik pidana dalam RKUHP serta kembali menggunakan Undang-undang Pers yang sudah ada.

"Ini 19 pasal yang mengancam kebebasan jurnalis, yang mengancam jurnalis dengan delik kriminalisasi terhadap jurnalis dan lembaga pers, ini kan tidak hanya jurnalis dan media yang kena. Tetapi ini juga ancaman serius terhadap demokrasi. Karena demokrasi itu salah satu unsur yang paling penting itu adalah pers yang bebas. Pers yang bebas itu adalah salah satu pilar demokrasi," kata Azyumardi mengutip TVOne.

Ditambahkan, apabila pers dibatasi dengan ancaman hukuman penjara, delik yang bertingkat-tingkat, yang berlapis-lapis seperti itu, bayangkan saja apa yang akan terjadi dengan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kebebasan menyatakan pendapat.

"Tentu saja kalau kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat dibatasi, maka kemudian demokrasi kita juga menjadi rusak," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid