sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW: 7 perusahaan penyedia alat deteksi Covid-19 tak berpengalaman

Kajian yang dilakukan ICW dari April 2020 hingga akhir tahun, ada 30 kontrak pengadaan uji spesimen Covid-19 dengan anggaran Rp870,9 miliar.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 18 Mar 2021 18:11 WIB
ICW: 7 perusahaan penyedia alat deteksi Covid-19 tak berpengalaman

Penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapati tujuh perusahaan yang kecipratan proyek alat deteksi Covid-19 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak berpengalaman. Padahal, ujar peneliti ICW, Almas Sjafrina, dalam peraturan dan surat edaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) telah mengaturnya. 

Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 yang mengatur pengadaan dalam penanganan darurat dan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020. Dalam regulasi itu, diatur ketentuan yang dapat menjadi penyedia barang/jasa di masa Covid-19, yaitu penyedia yang pernah menyediakan barang sejenis di instansi pemerintah atau terdaftar di e-katalog. 

"Jadi, ini menurut ICW ada batasan dan ketentuan yang sangat jelas meskipun pengadaannya darurat, penunjukkan langsung, tapi PPK (pejabat pembuat komitmen) tidak bisa suka-suka dalam menunjuk penyedia yang akan mengadakan alat uji Covid-19," kata Almas saat diskusi dalam jaringan, Kamis (18/3).

Dalam kajian yang dilakukan ICW dari April 2020 hingga akhir tahun lalu, sedikitnya ada 30 kontrak pengadaan uji spesimen Covid-19 dengan anggaran Rp870,9 miliar. Namun, perusahaan yang ditunjuk BNPB diduga tak punya pengalaman dan tidak terdaftar di Gakeslab.

Gakeslab merupakan Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium di Indonesia. Atas temuan itu, Almas mengatakan, ICW mempertanyakan kapasitas perusahaan yang ditunjuk untuk menyediakan alat deteksi Covid-19. 

ICW juga menelusuri tujuh perusahaan yang ditunjuk itu dalam e-katalog pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). ICW, kata Almas, mendapati dari tujuh penyedia hanya dua yang ada.  

"Dari tujuh perusahaan yang ditunjuk oleh BNPB ini, tidak ada satu pun perusahaan yang punya track record bahwa mereka pernah mengadakan alat kesehatan pemerintah. Jadi pengalamannya kemudian sangat diragukan," katanya.

Almas mengaku, juga menelusuri akta perusahaan yang ditunjuk BNPB. Hasilnya, ada fenomena banting stir bisnis lima dari tujuh penyedia. Sebelum memasukkan alat kesehatan, perusahaan-perusahaan itu bergerak pada bisnis mesin hingga perumahan.

Sponsored

"Jadi mereka memperbaharui aktanya ada yang pada bulan Maret (2020) dan bahkan (mengubah akta) pada saat mulai berkontrak dengan BNPB pada 22 April 2020," ujarnya tanpa menyebutkan perusahaan yang dimaksud.

Berdasarkan temuan tersebut, ICW berpandangan BNPB punya utang kepada masyarakat. Kata Almas, untuk menjelaskan alasan memilih perusahaan penyedia alat deteksi Covid-19 yang diduga tidak berpengalaman itu. 

Liputan Klub Jurnalis Investigasi (KJI), menyebutkan pengadaan jutaan unit polymerase chain reaction (PCR), ribonucleic acid atau RNA, dan viral transport medium (VTM) di BNPB sepanjang 2020 diduga bermasalah. Menurut penelitian ICW, proyek itu potensial merugikan negara hingga Rp169,1 miliar. 

Dalam kajiannya, ICW menemukan setidaknya ada 498.644 pieces alat tes usap Covid-19 yang diretur oleh 78 rumah sakit dan laboratorium di 29 provinsi. Alat-alat itu dikembalikan ke BNPB lantaran tidak bisa digunakan atau mendekati masa kedaluwarsa. 

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan empat persoalan dalam proses pengadaan. Pertama, pengadaan tidak berbasis survei kebutuhan dan ketersediaan sumber daya rumah sakit dan laboratorium penerima bantuan. Kedua, penunjukan perusahaan tidak berbasis pengalaman. 

Ketiga, tidak ada pengecekan barang secara teliti saat serah terima sehingga sebagian alat sudah mendekati masa kedaluwarsa. Terakhir, belum ada uji coba terhadap kit yang diimpor. 

Ada tujuh perusahaan yang ditunjuk sebagai pengimpor kit dan media transfer virus tersebut, yakni PT Mastindo Mulia, PT Sinergi Indomitra Pratama, PT Trimitra Wisesa Abadi, PT Bumi Resource Nusantara, PT Makmur Berkah Sehat, PT Next Level Medical, dan PT Harsen Laboratories. 

Menanggapi problem ini, Kepala BNPB sekaligus Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, PT Mastindo Mulia ikut bertanggung jawab. Ia menerangkan, perusahaan palugada itu punya kewajiban mendistribusikan dan menarik reagen, jika ada permintaan dari rumah sakit atau laboratorium.

Menurut Doni, hal tersebut tertera di dalam klausul pemesanan PPK, didampingi perwakilan LKPP yang ditugaskan Satgas Penanganan Covid-19 dengan PT Mastindo Mulia.

“Pada saat ditemukan beberapa laboratorium yang tidak bisa menggunakan RNA merek Sansure, pihak penyedia PT Mastindo Mulia ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan, baik proses penarikan produk maupun redistribusi,” katanya dalam keterangan tertulis.

Berita Lainnya
×
tekid