sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Anak konglomerat Lippo mangkir lagi dari pemeriksaan KPK

James Riady, anak dari konglomerat pemilik Grup Lippo Mochtar Riady, mangkir lagi dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 13 Des 2019 07:05 WIB
Anak konglomerat Lippo mangkir lagi dari pemeriksaan KPK

James Tjahaja Riady, anak dari konglomerat pemilik Grup Lippo Mochtar Riady, mangkir lagi dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejatinya, James akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan anak buahnya, Bartholomeus Toto tersangka suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyampaikan, pihaknya hingga kini belum mendapat alasan ketidakhadiran James dalam pemeriksaan tersebut.

"Saksi James Riady, hari ini tidak hadir (pemeriksaan). Penyidik belum terima alasan ketidakhadiran tersebut," kata Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (12/12).

Dikatakan Febri, saat ini penyidik tengah mempertimbangkan tindaklanjut untuk mengupayakan pemeriksaan terhadap CEO Lippo Group itu. Namun, dia belum dapat memastikan langkah apa yang bakal diambil oleh penyidik untuk memeriksa James Riady.

"Saat ini, penyidik akan menyusun langkah berikutnya agar saksi dapat hadir mematuhi perintah UU. Ataukah akan dipanggil kembali atau tindakan lain tentu akan dibahas oleh penyidik terlebih dahulu," kata dia.

Nama James Riady, pernah disebut dalam persidangan atas terdakwa Billy Sindoro, yang merupakan mantan Direktur Operasional Lippo Group pada Senin (11/1). Petinggi Lippo Group itu pernah disebut turut mengatur pertemuan antara mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dengan Edi Dwi Soesianto, selaku Kepala Divisi Land Acquisition and Permit Lippo Cikarang.

Diketahui, Edi merupakan terdakwa dalam kasus ini. Dia dianggap bersalah lantaran terbukti berperan mengurus Izin Peruntukan dan Pengolahan Tanah (IPPT) bersama Toto.

Sponsored

Pada perkara itu, Toto diduga kuat telah mengalirkan uang senilai Rp10,5 miliar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan proses penerbitan surat IPPT. 

Uang tersebut diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya dalam lima kali pemberian baik dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan rupiah.

Atas perbuatannya, Toto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saling bantah

Sementara itu, bekas Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK), Bartholomeus Toto menganggap keterangan Kepala Divisi Land Acquisition and Permit Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto, yang menyebut dirinya memberikan uang sebesar Rp10,5 miliar kepada eks Bupato Bekasi Neneng Hasanah Yasin hanya sebuah rekayasa belaka.

"Eddy Soes memberikan keterangan yang bertentangan dengan apa yang diceritakan oleh pengidik KPK. Intinya satu, Eddy Soes dipaksa oleh penyidik untuk memberikan keterantan bahwa saya yang berikan uang Rp10 miliar itu," kata Toto, usai menjalani pemeriksaan, di Gedung Merah Putih KPK.

Diketahui, Eddy Soesianto menyebut Toto pernah memberikan uang kepada Neneng sebesar Rp10,5 miliar. Uang tersebut diperuntukan untuk mengurus IPPT proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta, Cikarang, Jawa Barat.

Saat disinggung pemberian uang Rp10,5 miliar tersebut, Toto mengaku tak tahu menahu. Menurutnya, dia telah dituduh oleh Eddy Soesianto terkait pemberian uang tersebut.

Dia mengklaim, dirinya tak pernah terlibat praktik rasuah dalam kasus megaproyek tersebut. Bahkan, dia mengklaim, dirinya tak pernah mengurus proses perizinan proyek tersebut.

"Saya tidak pernah (mengurus) terkait dengan perizinan Meikarta. Saya hanya (mengurus) administrasi saja," tutur dia. (Muhammad Jehan)

Berita Lainnya
×
tekid