sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demo ojek online bikin tarif melambung, ini 4 tuntutan Ojol

Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pengemudi ojek online membuat tarif melambung hingga dua kali lipat.

Bima Yairiba
Bima Yairiba Senin, 23 Apr 2018 21:42 WIB
Demo ojek online bikin tarif melambung, ini 4 tuntutan Ojol

Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pengemudi ojek online membuat tarif melambung hingga dua kali lipat.

Pada Senin (23/4), tarif ojek online tiba-tiba saja melonjak hingga 100%. Keterangan dari aplikasi ojek online (Ojol), menyebutkan terjadi kelebihan permintaan sehingga tarif melambung.

Bukan hanya terjadi lonjakan tarif, pelanggan Ojol juga tak kunjung mendapatkan pengemudi lantaran sedikitnya armada. Hanya sebagian kecil pengemudi Ojol yang beroperasi pada awal pekan ini lantaran tengah berunjuk rasa.

Memang, pada Senin (23/4), Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) bersama ribuan pengemudi ojek dalam jaringan (daring) atau online menemui Komisi V DPR. 

Para pengemudi Ojol bertemu legislator untuk meyalurkan aspirasi terkait buruknya keadaan para ojek online yang mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh aplikator dan tidak mempunyai payung hukum yang memadai.

Sejumlah tuntutan disampaikan oleh FPTOI dan pengemudi ojek daring kepada DPR. Pertama, menetapkan tarif minimal sebesar Rp3.200 per kilometer. 

Kemudian, kedua, mengupayakan pemerintah agar mengeluarkan peraturan yang berfungsi sebagai payung hukum ojek online. Ketiga, merevisi Undang-Undang No.22 tahun 2009 agar mengakui keberadaan ojek online. Keempat, mengakui roda dua sebagai salah satu angkutan umum.

Pengamat transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mengatakan sampai saat ini, pemerintah belum juga mempunyai sikap yang jelas terkait perlindungan terhadap transportasi online Indonesia. 

Sponsored

Misalnya saja, tentang transportasi roda empat. Meski sudah memiliki payung hukum berupa peraturan menteri perhubungan no 108 tahun 2017, namun pada praktiknya, masih belum berlaku secara optimal. 

"Di lapangan masih banyak terjadi konflik sampai hari ini," tuturnya saat audiensi dengan komisi lima DPR-RI, Senin (23/4).

Untuk angkutan beroda dua, Tigor mengatakan, keadaanya jauh lebih buruk. Sebab, sampai saat ini, kendaraan roda dua belum memiliki payung hukum yang melindungi oprasionalisasi Ojol. 

Padahal, kata dia, tidak dapat dipungkiri ojek online saat ini memiliki posisi penting di dalam masyarakat. Karena, Ojol sampai saat ini telah menjadi alternatif dari angkutan umum. 

"Jumlahnya pun jutaan, ojek online juga telah membantu jutaan orang yang tidak terakomodir dalam layanan angkutan umum konvensional" pungkas Tigor.

Prinsip yang sama juga di suarakan oleh Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI). Melalui wakilnya Ahmad Syafii, PPTJDI menuntut adanya legalisasi, regulasi, dan praresonansi tarif.

Bicara soal legalisasi, Syafii mengeluhkan tidak adanya solusi berarti sejak tahun 2015. Malah, ini menjadi penting karena para Ojol kerap mendapat penolakan dari ojek konvensional dengan alasan Ojol adalah angkutan ilegal seiring belum ada kejelasan dari pemerintah.

Syafii berharap, legalisasi Ojol juga menjadi pintu masuk regulasi yang mengikat, mengatur setiap hak dan kewajiban pihak-pihak terkait agar kedepannya tidak terjadi lagi konflik berupa penolakan ojek online tersebut.

Selanjutnya, Komisi V DPR berjanji akan memanggil pemerintah untuk membicarakan tentang tuntutan yang di aspirasikan oleh para pengemudi Ojol. Sebab, payung hukum yang ditujukan untuk ojek online sampai saat ini masih belum ada.
 

Berita Lainnya
×
tekid