sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Di ujung pandemi, varian baru Covid-19 masih mengintai

Tri mengatakan, perubahan itu terjadi bila menguntungkan bagi virusnya,

Raihan Putra Tjahjafajar
Raihan Putra Tjahjafajar Minggu, 06 Nov 2022 07:06 WIB
Di ujung pandemi, varian baru Covid-19 masih mengintai

Di ujung akhir pandemi Covid-19, dunia terancam subvarian baru Omicron BQ.1.1 dan XBB. Subvarian ini lebih kuat menghindari kekebalan dari vaksin. Kedua subvarian ini diprediksi akan menjadi varian dominan di dunia.

“Berbicara soal virus ini bermutasi, berkembang dan berubah setiap saat, maka kita harus paham. Bahwa, virus ini akan selalu berganti. Kapan? Tidak akan ada pernah berhentinya. Ini akibat adanya seleksi secara genetis,” kata guru besar mikrobiologi klinik FK-KMK, UGM Tri Wibawa dalam webinar. (5/11). Kegiatan webinar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional.

Tri mengatakan, perubahan itu terjadi bila menguntungkan bagi virusnya, maka virus itu akan berkembang. Akan tetapi virusnya berubah, dan dihancurkan oleh perubahan itu, maka virus itu akan hilang.

“Perubahan genetis ini dilakukan dengan dua cara, yang terjadi karena mutasi (perubahan yang terjadi pada RNA virus itu), rekombinasi (terjadinya dua matriks genetik dari dua virus yang berbeda). Seperti itulah sih virus berevolusi,” tuturnya.

“Terdapat tiga kemungkinan spekulasinya. Pertama, kemungkinan besar dari manusia dan menular ke hewan. Dan di hewan ini respons imunnya berbeda dengan manusia, memungkinkan sih virus ini berkembang dengan cepat. Terjadi mutasi, dan setelah itu balik lagi ke manusia. Atau lainnya, sudah berkembang di manusia. Kemungkinan terjadi di populasi yang sedikit tertutup. Tapi, sekali virusnya terbuka, kemudian akan menyebar di masyarakat luas. Dan cepat sekali berkembang,” tutupnya.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM Riris Andono Ahmad mengatakan terdapat tiga skenario pandemi itu berjalan. Pertama, race through. Fase pertama ini biasanya memakan korban jiwa hingga ratusan, sistem kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik kolaps. Serta dapat dikatakan negara bisa gagal di fase ini. hal tersebut dilakukan bertujuan untuk segera mengakhiri pandemi. Rentan waktunya satu hingga dua tahun.

“Ada tiga strategi yang saya ambil dari sebuah film pendek, di youtube yang mencoba menjelaskan mengenai bagaimana pandemi akan berjalan. Skenario tersebut adalah race through, delay & vaccinate, coordinate & crush,” kata Riris dalam telekonfrensi pers.

Skenario kedua ialah delay & vaccinate. Fase kedua ini biasanya munculnya gelombang pandemi yang berulang, korban jiwa ratusan ribu hinga beberapa juta, resesi ekonomi, sistem sosial, ekonomi, politik beradaptasi, dan terciptanya vaksinasi untuk di fase ini. sehingga dapat memperlambat penularannya (3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) & 3T (tracing, testing, dan treatment)). Rentan waktunya mencapai dua hingga lima tahun.

Sponsored

Skenario ketiga ialah cordinate & crush. Fase ketiga ini melakukan lockdown secara global, sehingga bisa memberhentikan pandemi tanpa terjadinya herd immunity, menghentikan mobilitas minimal 70% penduduk global dua kali masa inkubasi (rentan waktunya kurang lebih satu bulan), dengan melakukan surveilans dan rapid respons. Rentan waktunya mencapai satu tahun. penerapan strategi ini akan efektif ketika di awal terjadinya pandemi.

Kemunculan virus yang berevolusi diakibatkan oleh selective pressure. Secara global terdapat enam ratus dua puluh delapan juta kasus yang terlaporkan untuk varian pandemi yang terbaru. Dalam kurun waktu perhari mencapai lebih dari dua ratus ribu kasus varian baru.

“Transmisi masih terjadi. Masih sangat tinggi, hanya saja memang mungkin ini menjadi tidak terasa. Karena sebagian besar, kasus itu menjadi tidak memiliki keparahan yang signifikan. Sehingga kita tidak cukup melihatnya, karena rumah sakit tidak sampai membludak seperti halnya seperti gelombang delta dan omricon. Hal ini yang seakan-akan pandemi ini sudah hilang. Bagi banyak orang,” tambahnya.

“Varian baru memiliki kemampuan untuk menembus kekebalan imunitas tubuh. Imunitas itu seperti jerami kering. ketika populasi orang yang tidak memiliki imunitas itu ibarat jerami kering. Sekarang, jerami itu sudah kita basahi dengan air. Karena sudah sebagian besar terinfeksi dan sebagian vaksinasi. Sehingga memang, jerami yang basah itu masih bisa terbakar, tetapi terbakarnya tidak akan relatif membesar seperti halnya gelombang Delta atau Omricon,” tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid