sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Draf final UU Ciptaker versi pemerintah bertambah 375 halaman

Muhyidin mengaku, diberikan naskah UU Ciptaker langsung dari Mensesneg Pratikno.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 23 Okt 2020 12:49 WIB
Draf final UU Ciptaker versi pemerintah bertambah 375 halaman

Polemik Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus bergulir. Draf final UU tersebut dikabarkan kembali berubah pasca DPR RI memberikan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), sebelum sampai di tangan Presiden Joko Widodo.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyidin Junaidi mengonfirmasi perubahan jumlah halaman tersebut. Ia mengetahui hal itu setelah menerima kiriman naskah UU Ciptaker dari perwakilan pemerintah.

"Naskah UU Ciptaker dikirim soft copy 1.187 halaman," kata Muhyidin kepada Alinea.id, Jumat (23/10).

Dengah demikian, naskah final versi pemerintah bertambah 375 halaman dari naskah final versi DPR RI yang hanya 812 halaman. Muhyidin menyatakan, perwakilan pemerintah yang mengirimkan naskah UU Ciptaker kepadanya merupakan Mensesneg Pratikno. "Oleh Bapak Pratikno (yang mengirimkan naskah UU Ciptaker)," tutur dia.

Hingga berita ini ditulis, Alinea.id sudah berupaya untuk mengonfirmasi perubahan naskah UU Ciptaker kepada Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin. Namun, politikus Golkar itu belum merespons.

Dalam naskah versi 1.187 halaman diketahui terdapat perubahan materiil. Salah satunya terkait tidak adanya Pasal 46 yang mengatur terkait Energi dan Sumberdaya Mineral dan diadopsi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Andi Supratman Agtas mengonfirmasi, adanya perubahan dalam naskah UU Ciptaker versi 1.187 halaman. Dia mengatakan, norma itu memang harus dihapus.

"Terkait Pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg yang temukan. Jadi, seharusnya memang dihapus. Karena itu kan terkait dengan tugas BPH Migas," ujar Andi, kepada wartawan, Kamis (22/10).

Sponsored

Sebagai informasi, Pasal 46 yang terdiri empat ayat dan terdapat di paragraf kelima, berisi sebagai berikut:

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).
(2) Fungsi badan pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:
a. Ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;
b. Cadangan bahan bakar minyak nasional;
c. Pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak;
d. Tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa;
e. Harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil;
f. Pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

Dikatakam Andi, penghapusan norma itu merupakan usulan pemerintah agar kewenangan BPH Migas beralih ke Kementerian ESDM. "Atas dasar itu kami bahas di Panitia Kerja (Panja) DPR, tetapi diputuskan tidak diterima di Panja," tuturnya.

Dalam naskah itu, kata Andi, masih tercantum empat ayat tersebut dalam UU Ciptaker. Lalu, Setneg mengonfirmasi ke Baleg.

"Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada. Karena seharusnya dihapus, karena kembali ke UU eksisting. Jadi tidak ada di UU Ciptaker," terangnya.

Berita Lainnya
×
tekid