sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dua bocah lempar bom molotov di aksi demo Surabaya Menggugat

Pelaku menangis dan meminta maaf saat berhasil diamankan oleh polisi.

Adi Suprayitno
Adi Suprayitno Kamis, 26 Sep 2019 17:40 WIB
Dua bocah lempar bom molotov di aksi demo Surabaya Menggugat

Aksi demontrasi mahasiswa di Surabaya Menggugat diwarnai adanya pelemparan bom molotov dan batu yang diduga dilakukan oleh sejumlah bocah atau anak di bawah umur. Pelemparan bom molotov dilakukan di samping gedung DPRD Jawa Timur arah ke Gedung Keuangan dan Mapolrestabes Surabaya.

Sontak, polisi dan sejumlah mahasiswa langsung melakukan pengejaran terhadap para pelaku pelempar bom molotov dan batu tersebut. Diketahui, ada dua pelaku yang masih di bawah umur yang berhasil ditangkap oleh polisi. Kedua bocah itu pun langsung menangis dan meminta maaf. Mereka meminta agar tidak ditangkap atas perbuatannya.

“Ampun pak, ampun pak, jangan ditangkap,” kata salah satu anak tersebut sambil merengek saat diamankan, di depan gedung DPRD Jawa Timur, Kamis (26/9) 2019.

Disinyalir, beberapa terduga pelaku kabur ke arah utara Jalan Indrapura. Hingga saat ini polisi belum memberikan keterangan apa pun terkait motif dari pelemparan bom molotov tersebut. Termasuk menyebutkan nama-nama kedua pelaku itu. Polisi masih melakukan penyelidikan dengan mendata kedua pelaku pelamparan molotov.

Pelemparan ini tidak menimbulkan korban jiwa. Hanya, pecahan kaca terlihat berserakan dan membahayakan demonstran. Sejumlah mahasiswa dan polisi terlihat membersihkan pecahan kaca dan batu yang berserakan di jalan.

Kedua pelaku digendong petugas karena mengeluh panas dan terus merengek saat ditangkap. Keduanya saat ini masih diamankan oleh polisi untuk dimintai keterangan.

Kehadiran pelajar dan anak di bawah umur di tengah aksi demo disayangkan oleh anggota DPRD Jatim, Hartoyo. Hartoyo menilai pelajar tidak paham terhadap aspirasi yang disampaikan. Menurutnya, guru seharusnya memberi pemahaman kepada anak didiknya agar tidak ikut demo karena undang-undang adalah domain pemerintah pusat. 

" Pelajar sebaiknya belajar saja, karena ini sebenarnya domain pusat. Pelajar tidak paham aspirasi mahasiswa itu," tutur Hartoyo.

Sponsored

Lebih lanjut, Hartoyo menuturkan, para pelajar tidak memikirkan dampak terhadap tuntutan mahasiswa yang disuarakan. Seperti penolakan Undang-Undang KPK yang baru disahkan, penolakan Rancangan Undang-Undang KUHP,  dan RUU lainnya. 

"Pelajar ini tidak paham kalau undang-undang ini disahkan apa dampaknya. Yang paham hanya mahasiswa," kata Hartoyo.

Mahasiswa menganalisis terlebih dahulu draf-draf RUU sebelum menggelar demo. Meski demikian, mahasiswa harus santun dan tertib dalam menyampaikan aspirasinya.

Berita Lainnya
×
tekid