close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos berdiskusi langsung dengan para pengunjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Ternate, Maluku Utara, Senin (1/9). /Foto Instagram @s_tjo
icon caption
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos berdiskusi langsung dengan para pengunjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Ternate, Maluku Utara, Senin (1/9). /Foto Instagram @s_tjo
Politik
Selasa, 02 September 2025 19:05

Demo damai di Lampung hingga Ternate: Saat kepala daerah turun langsung ke tengah pusaran aksi

Aksi demo usai kasus kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan berakhir damai. Kepala daerah pilih dialog humanis, dinilai lebih efektif redam massa daripada aparat.
swipe

Aksi unjuk rasa yang pecah di sejumlah daerah usai insiden kematian pengemudi ojek online bernana Affan Kurniawan berjalan kondusif dan berakhir damai. Para demonstran membubarkan diri setelah kepala daerah setempat memutuskan untuk terjun langsung "mengademkan" suasana. 

Strategi itu, misalnya, dijalankan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. Rahmat menemui langsung para demonstran yang berunjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Lampung, Senin (1/9). Demonstrasi pun berakhir damai setelah mahasiswa berdialog dengan para pimpinan daerah di Lampung.

Di Kota Palu, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid dan Wali Kota Palu Hadianto Rasyid mengajak pimpinan DPRD Sulteng untuk berdialog dengan para pengunjuk rasa. Para pejabat Sulteng sepakat memfasilitasi tuntutan massa aksi ke pihak terkait. Aksi protes pun berjalan damai dan kondusif.

Serupa, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos berdiskusi langsung dengan para pengunjuk rasa di depan kantor DPRD Kota Ternate, Senin (1/9). Dalam kesempatan tersebut, Sherly didampingi Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara Ikbal Ruray, Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman, serta sejumlah unsur forkopimda. 

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Sunarya mengapresiasi langkah sejumlah kepala daerah untuk berdialog langsung dengan para pengunjuk rasa. Belajar dari gelombang unjuk rasa periode 28-30 Agustus lalu yang diwarnai kerusuhan, menurut Asep, pendekatan keamanan terbukti tak efektif meredam aksi massa. 

"Para kepala daerah ini cepat belajar membaca situasi. Jika pendekatan keamanan tidak efektif. Mereka berusaha menampilkan panggung depan sebagai pejabat publik yang membuka diri," kata Asep kepada Alinea.id, Selasa (2/9).

Komunikasi dengan para pengunjuk rasa, kata Asep, jauh lebih efektif ketimbang membenturkan para demonstran dengan aparat keamanan. Hal itu juga menunjukkan kematangan para kepala daerah dalam memimpin. "Sebab, pendekatan para kepala daerah ini lebih bisa diterima massa. Selain itu, juga minim benturan," imbuh dia. 

Menurut Asep, saat ini banyak kepala daerah yang piawai membangun ikatan emosional dengan masyarakat. Ia membandingkan pola kepemimpinan sejumlah elite di daerah dengan elite-elite politik di Senayan. Asep berpendapat banyak anggota DPR yang terkesan arogan di ruang publik. 

"Dari sisi lain, anggota DPR yang menjadi kemarahan massa ini belum memiliki kepemimpinan yang matang. Mereka tidak memulai karier dari akar rumput. Beda sekali dengan kepala daerah yang memang memahami keresahan publik, yang mau menemui massa," kata Asep. 

Senada, analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kholidul Adib menilai langkah para kepala daerah yang turun langsung menghadapi demonstran patut diapresiasi. Hal itu menunjukan banyak kepala daerah menempatkan diri sebagai pelayan publik yang tidak arogan, sebagaimana perilaku Bupati Pati Sadewo dan sejumlah anggota DPR. 

"Bagaimanapun, saat pilkada tahun lalu, para kepala daerah itu kan sudah menemui warga dan memohon dukungan suara mereka. Maka, wajar jika komunikasinya buruk, rakyat bisa melawan. Sebaliknya, jika komunikasinya baik dan mengajak rakyat berdialog, mendengarkan keluh kesah dan aspirasi mereka, maka rakyat akan merasa dihargai," kata Kholidul, Selasa (2/9).

Menurut Kholidul, pola dialog antara kepala daerah dan pengunjuk rasa lebih cocok untuk meredam amarah massa ketimbang pendekatan keamanan yang menonjolkan sisi arogansi aparat. Selain itu, pembubaran aksi unjuk rasa via aparat keamanan juga rawan penyusupan. 

"Pendekatan humanis seperti ini harus dijalankan oleh pemimpin kita karena rakyat sekarang sudah cerdas. Apalagi, di era digital. Segalanya terbuka untuk dibuka ke publik sehingga sudah tidak zamannya pemimpin tampil arogan," kata Kholidul.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan