sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hadiahi pelapor korupsi Rp200 juta, Fahri Hamzah sebut kebijakan Jokowi salah

"Ini nanti pada jadi tukang lapor, tukang tangkep, matilah negara ini kalau buat bayar itu semua."

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 10 Okt 2018 20:21 WIB
Hadiahi pelapor korupsi Rp200 juta, Fahri Hamzah sebut kebijakan Jokowi salah

Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 yang mengatur dan menjamin para pelapor kasus korupsi akan mendapatkan imbalan uang hingga Rp200 juta. 

Namun hal ini di respon negatif oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Menurutnya, kebijakan tersebut salah, karena dapat berujung pada kerugian negara, karena akan ada anggaran untuk pemberian hadiah tersebut.

"Jadi nanti bisa mengakibatkan saling lapor. Nanti korupsinya Rp10 juta, yang lapor dapat Rp200 juta, enak betul. Ini nanti pada jadi tukang lapor, tukang tangkep, matilah negara ini kalau buat bayar itu semua," kata Fahri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10).

Fahri menilai, terdapat kesalahan pada kerangka berpikir pemerintah, dalam semangat pemberantasan korupsi tersebut. Menurut Fahri, seharusnya pemerintah fokus memeperkuat sistem pengawasan untuk mencegah terjadinya korupsi, dan bukan malah memberi hadiah ke masyarakat.

"Jadi harusnya itu ditangkap dalam sistem, auditnya yang diperkuat, jangan bikin masyarakat jadi saling lapor dong. Jadi saya minta pak Jokowi, batalkan itu PP," ucapnya.

Namun di sisi lain, kebijakan ini disambut baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, hal tersebut dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi kalau 1% hadiahnya itu menarik, itu harapannya nanti bisa mendorong, meng-encourage semua itu jadi mau melapor, karena ada hadiahnya," ucapnya.

Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang meyakini, pemerintah telah melakukan pertimbangan dan kajian sebelum menerbitkan PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut. Bagi dia, kebijakan tersebut merupakan bagian dari proses penguatan pemberantasan korupsi.

Sponsored

"Tidak mungkin pemerintah menerbitkan aturan sebelum mempertimbangkan kepentingan serta untung dan ruginya," kata Oesman Sapta.

Ia juga mengusulkan agar Pemerintah berkoordinasi dengan KPK terkait penerbitan PP No. 43 tahun 2918 tersebut, agar penerapannya tepat.

Berita Lainnya
×
tekid