sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia dan Sri Lanka dalam kacamata dua profesor

Kegiatan utang-berutang adalah lazim dalam pembangunan negara. Tetapi, persoalannya bukan di sana.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Sabtu, 16 Jul 2022 19:30 WIB
Indonesia dan Sri Lanka dalam kacamata dua profesor

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan memandang, resesi yang dialami oleh Sri Lanka juga dapat terjadi di Indonesia. Sri Lanka saat ini dinyatakan sebagai negara bangkrut, setelah gagal mengatasi krisis ekonomi yang parah selama berbulan-bulan yang melanda negara Asia Selatan tersebut.

Anthony mengatakan, terhadap GDP, rasio utang yang dimiliki Sri Lanka memang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Namun, adalah kekeliruan bila memfokuskan diri ke tajuk tersebut dan bukan rasio utang luar negeri.

"Tetapi resiko dari krisis neraca pembayaran itu bukan pada rasio utang terhadap PDB karena rasio neraca pembayaran adalah rasio utang luar negeri," kata Anthony dalam Indonesia Leaders Talk yang disiarkan daring, Jumat (15/7).

Ia menyebut pada masa 2011-2012, Indonesia dan Sri Lanka tidak jauh berbeda pendapatan devisanya. Namun, pandemi menghancurkan semua pertahanan Sri Lanka.

Pada masa pandemi tepatnya 2020, Sri Lanka mengalami penurunan yang jauh terhadap pendapatan ekspor. Alhasil, kegiatan belanja luar negeri tidak mensejahterakan masyarakat dan ini menjadi peringatan bagi Indonesia dengan cadangan devisa dan utang luar negeri.

"Apapun bisa jadi kemungkinan," ujarnya.

Pengamat Rocky Gerung mengatakan, kegiatan utang-berutang adalah lazim dalam pembangunan negara. Tetapi, persoalannya bukan di sana.

Bagi akademisi yang kerap disebut profesor ini, pembayaran utang negara adalah yang menjadi gosip hangat di kalangan ekonom. Apalagi pembayaranya dengan pajak dari warga yang masih berjuang untuk membangun roda perekonomian.

Sponsored

"Utang gak ada soal kita bangun IKN (ibu kota negara) dengan utang ya ga ada soal, tetapi pertanyaannya mau dibalikin dengan apa? Tentu dengan pajak, sementara tax ratio kita mungkin cuma 8% tuh," kata Rocky dalam kesempatan serupa.

Rocky melihat, pemerintah tidak berpikir jernih dalam menuntaskan perkara ini. Rapat maupun diskusi soal rasio pajak, keseimbangan kebijakan fiskal dan moneter juga dianggap nihil.

"Kabinet sudah tidak memahami ini karena setiap menteri berpikir tentang elektabilitas," ujarnya.

Elektabilitas politik yang menjadi sorotan para menteri menurut pandangannya dapat membawa Indonesia menuju ke arah kondisi resesi selayaknya Sri Lanka. Ia bahkan menyinggung Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas).

"Karena itu ada orang macam Zulhas memanfaatkan kedudukannya sebagai Mendag untuk memanjakan anaknya secara politik," ucap Rocky.

Berita Lainnya
×
tekid