Kejagung resmi tahan mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Karen resmi ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari ini sampai dengan 13 Oktober 2018 mendatang di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu
Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan setelah melakukan pemeriksaan selama lima jam. Karen resmi ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari ini sampai dengan 13 Oktober 2018 mendatang di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu Jakarta Timur.
"Memang betul, telah dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan selama 20 hari ke depan sejak 24 September-13 Oktober 2018 di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur," tutur Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman, Senin (24/9).
Tim penyidik memiliki sejumlah alasan melakukan penahanan terhadap Karen Agustiawan, salah satunya untuk memudahkan proses penyidikan. Selain itu, penahanan dilakukan agar Karen Agustiawan tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti selama penyidikan berjalan.
Karen Agustiawan keluar dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung dengan isak tangis setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB. Karen sempat mangkir dalam dua pemeriksaan sebelumnya. "Penahanan dilakukan untuk memudahkan penyidik dalam melakukan penyidikan," katanya.
Pada perkara tersebut, Kejaksaan Agung juga telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain yaitu, mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Seperti diketahui Karen Agustiawan merupakan salah satu tersangka tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 yang sempat dua kali mangkir saat diperiksa sebagai tersangka akhir Agustus lalu. Namun saat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain, Karen berkenan memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik Kejagung.
Kasus ini terjadi pada 2009 saat PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah dengan alasan blok tersebut tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.