sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK geledah KKP sejak pagi tadi

Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benur yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 27 Nov 2020 14:43 WIB
KPK geledah KKP sejak pagi tadi

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) di Jakarta, Jumat (27/11) pagi.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri KKP, Agung Tri Prasetyo, membenarkan penggeledahan tersebut. “Info yang saya peroleh, sedang berlangsung (penggeledahan),” ucapnya kepada wartawan, beberapa saat lalu.

Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benur yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo. Agung mengklaim, tidak mengetahui ruang kerja siapa saja yang digeledah. 

Deputi Penindakan KPK, Karyoto, sebelumnya menyatakan, pihaknya sudah menyegel beberapa ruangan yang ditarget. Komisi antirasuah pun bakal melakukan penggeledahan di beberapa lokasi.

“Mudah-mudahan besok (Jumat) akan bisa kita laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyidikan awal dan ruang-ruang mana yang harus perlu kita geledah,” katanya, Kamis (26/11).

Edhy ditangkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (25/11) dini hari. Politikus Partai Gerindra ini dibekuk usai kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS).

KPK sendiri telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut, termasuk Edhy. Enam lainnya, yakni Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi (SWD); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT), Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM); dan swasta Amiril Mukminin (AM).

Rekonstruksi perkaranya, Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, di mana Andreau jabat ketua pelaksananya. Tim tersebut salah satunya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur atau benih lobster.

Sponsored

Awal Oktober 2020, Suharjito datang ke KKP untuk bertemu Safri. Dalam sua itu, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, Rabu (25/11) malam.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya.

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga diperuntukkan Edhy, Iis, Safri, dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu, Amerika Serikat, di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berapa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Sebagai pihak penerima, Edhy, Safri, Andreau, Siswadi, Ainul, dan Amiril, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pemberi, Suharjito, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid