sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kritik keras Komnas HAM, Hendardi minta pegawai KPK hentikan manuver politik

Setara Institute pertanyakan alasan Komnas HAM panggil pimpinan KPK dan BKN.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 10 Jun 2021 12:37 WIB
Kritik keras Komnas HAM, Hendardi minta pegawai KPK hentikan manuver politik

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menilai pemanggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengada-ada.

Alasannya, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional adalah semata urusan administrasi negara  yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN).

"Dan hal ini merupakan perintah undang-undang dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN. Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana," kata Hendardi dalam keterangannya, Kamis (10/6).

Menurut Hendardi, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM yang terjadi. Semestinya, kata dia, Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi dimana ada dugaan pelanggaran HAM yg terjadi sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN.

"Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan mengkategorisasi sebagai pelanggaran HAM?," tegas dia.

Hendardi mengatakan, dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM. Tujuannya agar Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapapun dengan kepentingan apapun.

"Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights)," kata dia.

Lebih lanjut Hendardi mengatakan, dalam persoalan alih status menjadi ASN dimanapun, sangat wajar jika pemerintah menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai amanat UU. Karena untuk menjadi calon pegawai negeri pun memerlukan syarat-syarat tertentu termasuk melalui sejumlah test antara lain tentang kebangsaan.

Sponsored

Menurutnya, menjadi ironi ketika di berbagai instansi negara lainnya untuk menjadi calon ASN maupun menapaki jenjang kepangkatan harus melewati berbagai seleksi termasuk TWK, namun ada segelintir pegawai KPK yang tidak lulus (kurang dari 5,4%) yang menuntut diistimewakan.

"Dalam konteks seleksi ASN memang bisa saja pelanggaran terjadi misalnya seseorang tidak diluluskan (dicurangi/diskriminasi) atau karena tidak dipenuhi hak-haknya ketika diberhentikan dari pekerjaannya (pelanggaran HAM). Tapi tentu harus dibuktikan dengan data yang valid," katanya.

Hendardi berpendapat bahwa sudah waktunya polemik dan manuver politik pegawai KPK pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka. "Demikian pula seyogianya lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan lain-lain. tidak mudah terjebak untuk terseret dalam kasus yang kendati cepat populer tapi bukan merupakan bagian mandatnya dan membuang-buang waktu," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid