close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Para pegiat menggelar aksi Kamisan. Antara Foto
icon caption
Para pegiat menggelar aksi Kamisan. Antara Foto
Nasional
Selasa, 05 November 2019 23:37

Kritik untuk pegiat HAM, jangan melulu kampanye di medsos

Dalam mengkampanyekan isu HAM, para aktivis diminta menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
swipe

Musisi Ananda Badudu meminta kepada para aktivis dalam mengkampanyekan isu hak asasi manusia (HAM) kepada publik harus memakai bahasa yang lebih mudah dimengerti. Menurutnya, pemilihan bahasa penting agar pesan yang disampaikan dalam mengkampanyekan isu HAM dapat dengan mudah dimengerti masyarakat awam.

Ananda yang juga mantan wartawan itu menyoroti penggunaan bahasa oleh para pegiat dalam mengkampanyekan isu HAM terbilang ‘berat’. Akibatnya, pesan kampanye kemudian sulit diterima dan dimengerti publik.

Ananda mencontohkan penggunaan kata ‘impunitas’ yang acap kali digunakan dalam kampanye HAM. Menurut dia, tidak semua orang mengetahui arti dari kata tersebut. Karenanya, dia berharap agar ke depan bisa para aktivis bisa menggunakan kata yang lebih mudah dipahami oleh banyak orang.

“Mungkin teman-teman di sini paham bahwa apa itu impunitas, tapi coba tanyakan ke nenek anda atau ibu anda, mungkin perlu ada sedikit penjelasan terlebih dahulu,” kata mantan personel band Banda Neira itu dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Selasa (5/11).

Lebih lanjut, Ananda mengakui, peran media sosial dalam mengkampanyekan isu-isu HAM sangat penting. Akan tetapi, ia berpendapat bahwa mengkampanyekan isu HAM secara daring harus pula dibarengi dengan praktik di lapangan.

“Kerja-kerja online selalu harus dibarengi dengan kerja-kerja offline. Dan mungkin ini juga yang menjadi otokritik buat kita dan juga teman-teman LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam berkampanye (isu HAM),” kata Ananda. 

Menurutnya, apabila melakukan kampanye isu HAM hanya secara daring di media sosial, tak jarang tujuannya hanya agar menjadi viral. Padahal, penyebaran informasi di media sosial dapat dikatakan viral tidak memiliki tolak ukur. 

Sebaliknya, kata Ananda, dampak dari yang bisa ditimbulkan akibat terus-menerus berkampanye di media daring adalah bisa membuat pegiat HAM lupa, bahwa kerja secara langsung juga penting dilakukan.

“Karena bagaimana pun juga yang namanya pertemuan-pertemuan tatap muka itu adalah sebuah keharusan. Dan pasti ketika kita kerja offline, apa yang kita tuai itu kita menaruh lebih banyak di kemudian hari,” ucap Ananda.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan