sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menyerang balik aksi terorisme

Aksi terorisme di sepanjang 2018 memang terbilang kerap terjadi

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 30 Des 2018 22:20 WIB
Menyerang balik aksi terorisme

Tidak terasa tahun akan segera berganti sebentar lagi. Beberapa peristiwa dan tregedi pun banyak terjadi di tahun ini, tidak terkecuali aksi terorisme.

Aksi terorisme di sepanjang 2018 memang terbilang kerap terjadi. Mulai dari kericuhan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, sampai rentetan serangan terorisme di Surabaya. Semua terjadi hampir bersamaan di Mei 2018. Jaringan Jamaah Anshorut Daulah alias JAD dan ISIS kerap disebut sebagai dalang dibalik serangkain aksi teror tersebut.

Jika dilihat secara kilas balik selama 2018, sebenarnya aparat keamanan juga terbilang sering melakukan penangkapan dan penindakan terhadap para terduga teroris. Data kepolisian mencatat sebanyak 396 terduga teroris tertangkap di tahun ini dari berbagai wilayah sel-sel jaringan terorisme. Namun apa mau dikata, lagi-lagi aksi terorisme masih saja muncul, terutama yang bersifat sporadis yang cenderung sulit diantisipasi.

Berikut rangkuman aksi terorisme yang dihimpun tim Alinea.id dalam keleidoskop 2018.

1.     4 Februari 2018.

Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror berhasil mengamankan tiga terduga teroris di Kota Solo dan Kabupaten Karanganyar. Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono menjelaskan, ketiganya diamankan karena saling berkaitan dengan pembuatan bom rakitan yang diperuntukan melakukan bom bunuh diri.

Terduga teroris dengan inisial HS ditangkap di Semanggi Pasar Kliwon, Surakarta. Sedangkan dua lainnya yaitu EM dan S ditangkap di Dukuh Winong Desa Jatikuwung, Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.

2.    9  Februari 2018.

Densus 88 Anti Teror menangkap terduga teroris berinisial MJ di Kecamatan Heurgelis, Indramayu, Jawa Barat. MJ diamankan bersama istrinya ASN di rumahnya. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri kala itu, Kombes Pol Martinus Sitompul, MJ yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang es ini diduga merupakan kelompok Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), pimpinan Ali Hamka yang tengah mendekam di Lapas Cipinang. MJ disinyalir terlibat dalam kegiatan terorisme di Indonesia.

Martinus menjelaskan, ada empat peran anggota kelompok teroris dalam melancarkan aksinya. Mulai dari sebagai pelaku langsung, ada juga berperan sebagai perakit bom, pihak yang mendanai dan memberikan fasilitas termasuk merekrut anggota-anggota baru.

3.     4 Mei 2018.

Densus 88 Anti Teror mengamankan tiga terduga teroris di Bogor Jawa Barat. Ketiganya diduga merencanakan aksi terorisme dengan mengincar aparat kepolisian di tiga tempat berbeda. Ketiga pelaku ditangkap di Jalan Veteran III Kp Caringin, Banjarsari, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Ketiga terduga teroris yakni, Anang Rachman alias Abu Arumi, Abid Faqihuddin dan Mulyadi.

Setelah dilakukan penyelidikan terhadap ketiganya, diketahui Anang Rachman berencana melakukan aksi teror dengan sasaran Mako Brimob Kedunghalang Bogor. Abid merencanakan aksi teror dengan sasaran Pos Polisi Lalu lintas Gadog, dengan cara membacok anggota polisi dengan golok. Sementara, M Mulyadi merencanakan aksi teror dengan sasaran Polres Kabupaten Bogor.

Sementara terjadi kericuhan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok pada Selasa 8 Mei 2018, antara polisi dengan para narapidana teroris. Kericuhan tersebut bermula dari cekcok napiter dengan petugas. Sebab musababnya diketahui berangkat dari kesalahpahaman terkait pemeriksaan istri salah satu napiter.

Merasa tidak terima dengan hal tersebut,  salah satu napiter akhirnya memprovokasi napiter lainnya melakukan perlawanan terhadap petugas dengan merebut senjata petugas. Hingga akhirnya mengambil alih rutan napiter Mako Brimob.

Polisi akhirnya berhasil mematahkan perlawanan para napiter dengan tindakan terukur dan pendekatan persuasif.

Atas kejadian tersebut, lima anggota polisi gugur dan satu napiter tewas saat terjadinya kerusuhan.Sementara 145 napiter yang terlibat kerusuhan, dipindahkan ke Lembaga Pemasyrakatan Nusakambangan Cilacap.

Celakanya, aksi kerusuhan tersebut ternyata berbuntut panjang di luar tembok Mako Brimob Depok, peristiwa teror lainnya bermunculan di berbagai tempat, dengan jarak selisih waktu yang berdekatan.

Tepat sehari pasca kejadian tepat di depan Mako Brimob diberitakan satu anggota polisi tewas ditusuk teroris. teroris tersebut pun akhirnya ditembak mati aparat lantaran membahayakan.

Kemudian kejadian serupa pun terjadi di Tambun Bekasi Jawa Barat, seorang terduga teroris berinisial RA harus dilumpuhkan, karena berusaha melukai anggota polisi yang menangkapnya.

Aksi teror pun belanjut di hari-hari berikutnya, tepatnya pada 12 Mei 2018 diberitakan dua perempuan bernama Dita Siska Milienia dan Siska Nur Azizah ditangkap polisi karena diduga ingin melakukan penusukan kepada anggota Brimob di Mako Brimob.

13 Mei 2018

Tepatnya pada dini hari, empat teroris di Cianjur tewas ditembak polisi. Kempatnya diketahui merupakan anggota JAD pimpinan Aman Abdurahman. Kadiv Humas Polri kala itu Irjen Setyo Wasisto mengatakan, keempatnya diduga ingin melakukan serangan terhadap aparat kepolisian di Mako Brimob Depok.

Rentetan Aksi Teror di Surabaya.

13 Mei 2018

Tepatnya di hari Minggu pada saat para umat kristiani melakukan peribadatan, aksi teror kembali terjadi, kali ini menyerang tiga gereja di Surabaya Jawa Timur, yaitu Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno dan GKI di Jalan Diponegoro.

Bom meledak saat para jamaat hendak melakukan peribadatan minggu di ketiga gereja tersebut. Para pelaku bom merupakan satu keluarga yang dipimpin Dita yang tidak lain adalah pimpinan JAD Surabaya.

Malamnya ledakan kembali terjadi, kali ini terjadi di Rumah Susun Wonocolo Sidoarjo. Namun ledakan ini diduga tak disengaja, sebab polisi mencium adanya unsur kecelakan dalam ledakan tersebut. Lantaran senyawa yang digunakan kurang stabil, sehingga bisa meledak tanpa detonator.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, jenis bom yang digunakan para pelaku dalam serangan bom di Surabaya, serupa dengan bom yang digunakan para kombatan ISIS di Irak dan Suriah. Lantaran sama-sama menggunakan bahan Triaseton Triperoksida (TATP) yang memiliki daya ledak tinggi sehingga dijuluki dengan bom “Mother of Satan”.

“Setelah kita datangi ke TKP, ternyata itu adalah ledakan yang terjadi karena kecelakaan,” kata Tito di lokasi.

Sama halnya, kejadian di tiga gereja di Surabaya yang dilakukan oleh satu kelurga, kejadian di Rusun Wonocolo  ini juga dilakukan oleh satu keluarga, diantaranya Anton Febrianto (47) yang tewas dalam keadaan memegang saklar bom bersama istrinya Puspita Sari (47), beserta anak tertuanya LAR (17) .

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Mangera menyatakan, mereka mengalami luka parah saat ledakan pertama. Sementara anak lainnya FP dan GHA mengalami luka-luka. Namun berhasil diselamatkan setelah menjalani perawatan di RS Bhayangkara Surabaya.“AR, satu-satunya anak laki-laki yang selamat, dan dia juga yang membawa dua adiknya ke RS,”paparnya di lokasi.

Senin 14 Mei 2018

Tak berhenti disitu, serangan teror kembali muncul, kali ini menyasar Polrestabes Surabaya. Serangan dilakukan oleh empat orang dengan dua sepeda motor yang masing-masing membawa bom bunuh diri. Saat dilihat dari rekaman CCTV Polrestabes Surabaya, terlihat pelakunya ternyata masih satu kelurga dan membawa anak kecil yang dihimpit di salah satu sepeda motor antara pengemudi dan perempuan yang diboncennya.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans mengatakan, keempat pelaku yang terdiri dari TM dan istrinya serta kedua anaknya tewas dalam kejadian, sementara anak kecil yang dibawanya selamat dari ledakan.

Atas hal tersebut, polisi akhirnya melakukan pengejaran dan penakapan terhadap sel-sel JAD yang ada di Surabaya, dan hasilnya polisi berhasil menagkap sembilan terduga teroris di Kawasan Jembatan Merah Surabaya. Sementara empat orang ditembak mati oleh petugas lantaran melakukan perlawanan saat ingin dilakukan penangkapan.

Aksi teror di Polda Riau.

Rabu 16 Mei 2018.

Selang dua hari kemudian. Tepatnya Rabu 16 Mei 2018 aksi teror kembali terjadi. Kali ini Mapolda Riau yang menjadi sasarannya. Serangan dilakukan para terduga teroris dengan menabrakan mobil ke Polda Riau. Akibatnya, satu anggota Polisi bernama Iptu Auzar gugur dalam serangan tersebut, dan empat polisi lainnya mengalami luka-luka. Sementara empat pelaku tewas dan satu lagi berhasil dibekuk polisi.

Atas rentetan aksi teror tersebut, polisi pun akhirnya melakuan sejumlah penggrebekan diberbagai tempat, seperti di Depok Jawa Barat dan Tangerang Banten. Hasilnya polisi berhasil menangkap 33 terduga teroris.

DPR diminta selesaikan RUU Tindak Pidana Terorisme

Atas rangkain aksi teror yang terjadi di berbagai tempat, semua pihak beramai-ramai mendesak DPR untuk segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang. Tarik ulur dan lempar tanggung jawab pun sempat terjadi antara pihak pemerintah dan DPR atas lamanya penyusunan RUU Tindak Pidana Terorisme ini.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menyebut pengesahan RUU Terorisme tertunda karena masih adanya perbedaan perbedaan di pemerintah mengenai definisi terorisme.“Jika pemerintah sudah sepakat tentang definisi terorisme, RUU Terorisme bisa dituntaskan pada masa sidang mendatang,” paparnya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (13/5).

Sebaliknya pemerintah menuding bahwa DPR lah yang tak serius menyelesaikan revisi Undang-undang Terorisme. Presiden Jokowi secara terang-terangan menyatakan akan mengeluarkan Perpu jika DPR tak kunjung mengesahkan RUU Terorisme yang diajukan pemerintah.

Sementara di sisi lain, penyelesain Undang-undang ini telah sangat ditunggu oleh pihak penegak hukum guna menindak dan mengantisipasi terjadinya  kejahatan terorisme, hal ini bukan tanpa alasan, sebab jika menggunakan payung hukum yang lama, polisi tak bisa menindak teroris sebelum adanya aksi yang terjadi.

Setelah sempat, menjadi polemik antara pemerintah dan DPR dan juga adanya desakan kuat dari masyarkat, akhirnya DPR dalam rapat paripurna di Parlemen mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.

Ketua Pansus Revisi UU Terorisme, Muhammad Syafii berharap UU yang baru ini bisa menjadi payung hukum dalam melakukan pemeberantasan tindak pidana terorisme yang lebih komprehensif, pasalnya dalam UU ini terdapat penambahan subtansi atau norma baru untuk menguatkan peraturan dalam UU sebelumnya.

Aman Abdurahman di vonis mati.

Pimpinan JAD yang menjadi terdakwa kasus terorisme Aman Abdurahman di vonis hukuman pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rochman alias Aman Abdurahman dinilai oleh Majelis Hukum terbukti melanggar Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tinda Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu Primer. Selain itu, Aman juga dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim ini sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa sebelumnya menuntut Aman dengan pidana mati. Sebab, Jaksa menilai Aman terbukti menggerakan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme dengan ajaran dan ceramah yang dilakukan.

Menyikapi fenomena ini, Kepala Biro Penerangan Masyarkat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan, hal ini akan menjadi perhatian penting Polri dalam mengantisipasi tindakan teror di 2019, mengingat ada hajatan politik Pemiliha Umum 2019.

Dedi menjelaskan, pihaknya akan terus melakukan upaya mitigasi teror dengan mengedepankan upaya preventif strike untuk mencegah terjadinya serangan aksi terorisme yang lebih besar.“Densus dan Satgas anti teror dari Polda terus bergerak memitigasi dan antisipasi dengan pendekatan preventif strike terhadap serangan teror,” paparnya kepada Alinea.id.

Sementara secara terpisah, Peneliti Terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamain Noor Huda Ismail mengatakan, dalam upaya penanggulangan terorisme alias deradikalisasi, sudah seharusnya diiringi dengan pendekatan kemanusian yang lebih memanusiakan terduga teroris. Apalagi persoalan terorisme tidak melulu menyangkut urusan ideologi.

“Bisa jadi karena relasi sosialnya, atau juga karena pandangan gendernya. Beberapa ada yang berpandangan, untuk menjadi laki-laki yang sejati harus berjihad. Jadi bisa banyak faktor,” jelasnya saat berdiskusi dengan Alinea.id beberapa waktu lalu.

 

Berita Lainnya
×
tekid