sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Parpol baru dianggap sulit bersaing di 2024, ini tanggapan Partai Gelora

Para pendiri partai baru harus mencari cara lain untuk memperoleh suara yang signifikan agar bisa memenangkan partainya.

Achmad Rizki
Achmad Rizki Kamis, 04 Feb 2021 23:40 WIB
Parpol baru dianggap sulit bersaing di 2024, ini tanggapan Partai Gelora

Kehadiran partai politik (Parpol) baru kerap mewarnai perhelatan pemilu. Banyak Parpol baru sulit untuk bertahan lama.  Sebagian ada juga yang menuai hasil bagus dan mampu eksis bahkan semakin berjaya hingga saat ini.

Untuk bersaing dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 sangat sulit. Sekalipun partai tersebut memiliki pendanaan yang cukup ataupun pendirinya pernah menduduki kursi-kursi petinggi negara ini.

Demikian dikatakan Cendikiawan Muslim Prof. Azyumardi Azra dalam Moya Discussion Group bertajuk Parpol Baru & Dinamika Politik Nasional, Kamis (4/2) yang digelar secara daring. 

Turut menjadi Pembicara diskusi selain Prof. Azyumardi Azra di antaranya: Diplomat senior/Pemerhati politik internasional Prof. Imron Cotan, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof. Komaruddin Hidayat, Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora Indonesia) Mahfudz Siddiq, dan pemantik diskusi dari Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) yang juga Pengurus PP Muhammadiyah Hery Sucipto. Seri webinar ini dimoderatori Nurfajri Budi Nugroho Peneliti senior Moya Institute.

Prof. Azra menyarankan, para pendiri partai baru harus mencari cara lain untuk memperoleh suara yang signifikan agar bisa memenangkan partainya.

"Partai yang kuat keuangannya pun tidak bisa masuk parlemen. Misalnya Perindo, walau didukung keuangan dan media yang kuat, tetap saja tidak bisa masuk. Jadi Partai Pak Mahfud (Partai Gelora) walau didukung kekuatan uang sekalipun tidak akan memberikan jaminan," kata Azra.

Meskipun begitu, kata Azra, harus diakui bahwa masih ada partai yang terbilang masih baru namun dia bisa memenangkan pileg karena dukungan dana yang cukup atau karena tokoh pendirinya. 

Kedua partai itu, yakni Gerindra yang baru berdiri tahun 2008 dan Nasdem yang baru berdiri pada tahun 2011. Seperti yang diketahui, Nasdem bisa mendapat perolehan suara hingga 9,05% dan Gerindra 12,57% pada Pemilu 2019.

Sponsored

Oleh sebab itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu berpesan, kepada keempat partai yang baru didirikan tahun 2020 itu untuk mempunyai strategi khusus jika ingin betul-betul bersaing dengan partai-partai lainnya yang lebih senior.

"Partai harus reorientasi kepentingan rakyat. Kembali kepada rakyat, tidak hanya mementingkan kepentingan politik mereka sendiri, kepentingan kekuasaan tanpa mementingkan rakyat sama sekali," imbuhnya.

Sementara itu, Prof. Komaruddin Hidayat berharap panggung politik, persaingan kompetisi antar parpol ibarat sepak bola. "Tunjukkan permainan yang indah, cerdas, penuh etika, sehingga menarik untuk ditonton dan diikuti. Jangan menyebalkan," cetusnya.

Narasumber lain, Prof. Imron Cotan menyampaikan, harapannya kepada partai politik baru untuk mencoba memberikan alternatif baru. 

"Apakah tawaran dari Partai gelora misalnya, untuk mensinergikan agenda keummatan dan kebangsaan bisa menarik perhatian calon pemilih, itu kita lihat nanti. Kemudian, perbedaan spectrum politik, tidak harus meninggalkan prinsip kebangsaan kita: Satu Bangsa, Satu tanah Air dan Satu Bahasa yaitu Indonesia," ucapnya.

Sekjen Partai Gelora Indonesia, Mahfudz Siddiq mengakui, partainya memiliki strategi tersendiri agar dilirik dalam pemilu mendatang. Menurut dia, partai politik harus berhenti menjadi partai yang mengobral janji demi menggalang suara.

"Parpol harus betul-betul menjalankan semua fungsi sebagai partai politik. Terutama, pendidikan politik dan advokasi atau agregasi kepentingan politik masyarakat. Kalau ini dilakukan, Insyaallah, masyarakat akan punya preferensi baru tentang partai politik. Mereka lebih menerima dan menyukai partai politik. Jadi, tidak sekadar transaksi jual beli suara seperti perilaku politik selama ini," ungkapnya.

Direktur Eksekutif Moya Institute yang juga Peneliti Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI), Hery Sucipto menilai, kehadiran partai politik baru menjadi menarik, meskipun Pilpres 2024 masih tiga tahun lebih, namun partai-partai baru sudah mulai ancang-ancang. 

"Pilpres 2024 tidak ada incumbent. Selain itu, kenapa masih ada yang berani mendirikan partai baru di tengah panceklik politik saat ini yang kita tahu semua penuh ketidakpastian, antara lain masih banyaknya korupsi, instabilitas politik, dan ekonomi,” ujarnya.

Hal itu, sambung Mahfudz, juga harus disupport dengan penguatan infrastruktur teritorial partai terpenuhi secara nasional. Saat ini, diakui dirinya, Partai Gelora sudah terbentuk di 34 provinsi.

"Kami sudah ada di 511 Kabupaten/Kota tinggal tiga lagi yang belum, ada juga di sekitar 5.700-an kecamatan atau 72% ada kepengurusan Partai Gelora," jelasnya. "Kami juga menset-up kepengurusan di tingkat desa/kelurahan. Ada sekitar 2.500 yang sudah terbentuk dari 80 ribuan. Sisanya masih banyak. Tapi akan kami rampungkan hingga jelang 2024," demikian tambah Mahfudz. 

Berita Lainnya
×
tekid