sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah dianggap lempar tanggung jawab masalah PJJ

Sebanyak tiga peserta didik meninggal dunia selama PJJ berlangsung. Diduga karena beratnya beban saat sistem berlangsung.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Minggu, 01 Nov 2020 15:49 WIB
Pemerintah dianggap lempar tanggung jawab masalah PJJ

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik sikap pemerintah dalam merespons masalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) hingga merenggut tiga nyawa peserta didik. Antarinstansi dianggap saling lempar tanggung jawab.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) disebut cenderung sibuk membantah dan Kementerian Agama (Kemenag) memilih diam karena merasa aman. Padahal, ketentuan PJJ tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, turut melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Dalam Negeri (Kemendagri).

"Kemenkes mestinya punya peran dalam menyelesaikan dampak psikologis PJJ masa pandemi karena Kemenkes sebenarnya punya program dalam menangani isu kesehatan mental anak dan remaja," tutur Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam telekonferensi, Minggu (1/11). 

Berita duka pertama menimpa seorang siswa sekolah dasar (SD) setelah dianiaya ibunya lantaran kesukaran mengikut PJJ. Kemudian siswa sekolah menengah atas (SMA) di Gowa mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena beratnya tugas yang diberikan. Siswa Madrasah Sanawiah (MTs) di Tarakan pun bunuh diri mengingat menumpuknya tugas dari sekolah.

Retno menerangkan, motif bunuh diri itu tidak pernah tunggal, tetapi mengindikasikan beban PJJ menjadi penyebab peserta didik depresi. Sayangnya, pemerintah sibuk "cuci tangan" dan menuding masalah asmara, perceraian orang tua, hingga karakter anak lemah sebagai akar persoalan.

"Kesalahan memang tidak mutlak pada guru dan orang tua. Seharusnya menyelesaikannya bersama-sama, tidak bisa main lempar," tegas Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu.

Dirinya melanjutkan, peserta didik cenderung bisa mengatasi persoalan psikologis saat PJJ fase pertama (Maret-Juni 2020) karena sempat dilakukan pembelajaran tatap muka 9 bulan sebelumnya.

Beban psikologis semakin berat pada tahap berikutnya lantaran situasi berubah, seperti pergantian wali kelas, guru mata pelajaran, dan kawan-kawan sekelas. "Sementara peserta didik belum (melakukan) pembelajaran tatap muka sejak naik kelas," jelasnya.

Sponsored

Menurut Retno, pergantian kelas dengan suasana baru tanpa tatap muka membuat siswa sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Persoalan ketidakmerataan akses terhadap fasilitas PJJ, baik daring maupun luring, juga berdampak. Imbasnya, banyak yang tak bisa mengatur waktu belajar hingga kesulitan memahami pelajaran.

Berita Lainnya
×
tekid