sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah diminta berhati-hati melonggarkan PSBB

Kebijakan PSBB sudah sejak awal sangat setengah hati dan hasilnya sangat jauh dari  sukses.

Hermansah
Hermansah Rabu, 20 Mei 2020 06:08 WIB
Pemerintah diminta berhati-hati melonggarkan PSBB

Wacana pelonggaran sudah membawa dampak Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) semakin tidak disiplin dan mengarah kepada ketidaktaatan dalam kebijakan dan peraturan pemerintah. Sebabnya tidak lain adalah komunikasi yang kurang baik, bahkan kacau dari pejabat pemerintah, mulai dari awal penghindaran dan menolak (denieal) terhadap Covid-19.

Pendiri INDEF Didik J Rachbini, mengatakan, situasi itu tidak terlepas dari komunikasi yang menjadi blunder yang dilakukan pemerintah. Jumlahnya sangat banyak, di antaranya pernyataan "cukup makan nasi kucing dari menteri", "minum saja susu kuda liar dari wapres", kebingungan memahami larangan mudik dan pulang kampung "oke" dari presiden sendiri, sebagai materi komunikasi yang salah kaprah dan ditanggapi negatif oleh masyarakat.

"Potensi kegagalan suatu kebijakan publik sudah terjadi di awal, ketika komunikasi seperti ini bukan hanya tidak baik atau buruk, tetapi bahkan salah kaprah, sehingga kebijakan tidak efektif. Hasil dari kebijakan tersebut terlihat pada saat ini, di mana terjadi kebingungan publik di tengah simpang siur kebijakan yang tidak konsisten," terang dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/5).

Oleh karena itu, dia berharap presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarakat luas. Ini sebagai pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan.

Apalagi berdasarkan sejarah, pada satu abad yang lalu pernah terjadi pandemi influenza di Indonesia, dan memakan korban yang sangat besar, yakni sampai kisaran 20% dari penduduk meninggal dunia.

 

Catatan disertasi Prof Dr	Widjojo Nitisastro tentang pandemi influensa, yang memakan korban meninggal banyak sekali.

"Catatan ini perlu mendapat perhatian bahwa Indonesia  pernah mengalami pandemi yang berat  karena di masa lalu sarana kesehatan kurang," terang dia.

Sponsored

Jika presiden dan jajaran pemerintahannya tidak berhati-hati, maka kejadian pandemi ini, bukan tidak mungkin memakan korban lebih banyak lagi dari yang sekarang sudah berkembang lebih berat dengan kurva yang terus meningkat.

Kebijakan PSBB sudah sejak awal sangat setengah hati dan hasilnya sangat jauh dari sukses. Data   hasil PSBB dan kebijakan pandemi Covid-19 di Indonesia, paling tidak sukses atau bahkan buruk   dibandingkan dengan tingkat kesusesan negara-negara tetangga di ASEAN. 

sumber: endcoronavirus.org

"Dengan melihat fakta yang ada dan kurva yang masih terus meningkat, maka atas dasar apa wacana dan rencana pelonggaran akan dilakukan?" tanya dia. 

Baru wacana saja sudah semakin tidak tertib dan PSBB dilanggar secara massal, di berbagai kota di Indonesia, tanpa bisa diatur secara tertib oleh pemerintah. Keadaan ini dinilai terjadi karena pemerintah menjadi masalah kedua setelah masalah Covid-19 itu sendiri. Pemerintah dinilainya tidak menjadi bagian dari solusi, tetapi masuk ke dalam menjadi bagian dari masalah.

"Peringatan yang harus disampaikan di sini, bahwa pelonggaran dan wacana pelonggaran yang  tidak berhati-hati tanpa pertimbangan data yang cermat, sama dengan masuk ke dalam jurang   kebijakan "herd immunity". Yang kuat sukses sehat, yang lemah tewas. Ini bisa dianggap sebagai   kebijakan pemerintah menjerumuskan rakyatnya ke jurang kematian yang besar jumlahnya," papar dia.

Berita Lainnya
×
tekid