Pemerintah disarankan undur awal tahun ajaran baru
Awal tahun ajaran baru biasa dimulai Juli 2020.
Pemerintah disarankan memundurkan awal tahun ajaran baru dari Juli 2020 menjadi Januari 2021. Salah satu alasannya, masa pemulihan kemampuan finansial orang tua murid imbas pandemi coronavirus baru (Covid-19).
Sekalipun skenario optimistis–berdamai dengan Covid-19–yang dirancang Presiden Joko Widodo (Jokowi) sukses, masih butuh waktu. "Tidak secara otomatis masyarakat memiliki kemampuan pendanaan untuk menyekolahkan anak-anak mereka," kata pemerhati pendidikan, Damaningtyas, via keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (18/5).
Dirinya menilai, enam bulan ke depan masih merupakan masa sulit untuk mencari pekerjaan atau memulai usaha baru. Dalam keadaan sukar memenuhi kebutuhan sehari-hari, mencari dan membayar biaya pendaftaran sekolah akan menambah beban.
Sedangkan dalam skenario pesimistis, di mana pandemi belum berakhir hingga tahun ajaran baru, beban orang tua pun bakal bertambah besar. Pangkalnya, harus memikirkan mencari dan membayar biaya pendaftaran sekolah di luar memenuhi kebutuhan hidup dasar.
"Apakah cukup manusiawi bila masyarakat masih dihadapkan pada masalah pandemi Covid-19 dan sekaligus bingung mendapatkan sembako, tapi harus memikirkan mencari sekolah baru bagi anaknya? Bisa-bisa banyak orang tidak menyekolahkan anaknya," paparnya.
"Memang SD dan SMP negeri tidak membayar SPP (sumbangan pembinaan pendidikan). Namun, SPP itu hanya 25% saja dari total kebutuhan anak sekolah di setiap jenjang pendidikan," imbuh dia mengingatkan.
Apabila pandemi belum usai dan tahun ajaran baru sesuai kebiasaan, diyakininya, kebijakan belajar mengajar (KBM) tetap dilakukan secara daring (online). Akhirnya, menimbulkan masalah-masalah baru imbas ketersediaan fasilitas pendukung pembelajaran bagi siswa di setiap daerah berbeda-beda.
"Pendidikan karakter juga sulit dilaksanakan ketika proses pembelajaran itu online karena kemampuan orang tua untuk membimbing itu berbeda-beda," lanjutnya.
Jika awal tahun ajaran baru diundur, Darma menilai, takkan menambah beban masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Juga tidak mengurangi kesenjangan akibat proses pendidikan yang dilakukan dari rumah. (Ant)