sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Yang dibutuhkan agar distribusi vaksin tak sia-sia

Pemerintah sudah mendatangkan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China. Strategi distribusi pun tengah diatur.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 30 Des 2020 14:31 WIB
Yang dibutuhkan agar distribusi vaksin tak sia-sia

Sudah lebih dari tiga pekan sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan perusahaan biofarmasi asal China, Sinovac Biotech disimpan di kantor pusat Bio Farma di Bandung, Jawa Barat. Vaksin itu tiba di Jakarta pada Minggu (6/12) malam.

Sebanyak 1,8 juta dosis vaksin tambahan rencananya akan tiba pada Januari 2021. Pemerintah sudah menandatangani kontrak sebanyak 125 juta dosis vaksin dengan Sinovac. Selain itu, pemerintah juga telah menandatangani kontrak dengan perusahaan pengembang vaksin asal Amerika Serikat, Novavax.

Pemerintah pun akan memesan vaksin dari perusahaan farmasi dan biofarmasi multinasional asal Inggris, Astrazeneca, serta vaksin hasil kerja sama perusahaan farmasi asal Amerika Serikat dan bioteknologi asal Jerman Pfizer-Biontech.

Sekretaris Perusahaan Bio Farma Bambang Heriyanto menyebut, data efikasi vaksin Sinovac sudah bisa diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapat izin edar darurat.

“Nanti yang menyampaikan interim report dari pihak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sebagai pihak ketiga," ujarnya kepada reporter Alinea.id, Senin (28/12).

Rencananya, hasil uji klinis vaksin produksi Sinovac bakal diserahkan ke BPOM pada Januari 2021. Namun, Bambang belum bisa memastikan kepastiannya.

“Entah minggu kedua atau ketiga. Tergantung kesiapan data dan pengolahannya,” kata dia.

Sebelumnya, Sinovac bekerja sama dengan Bio Farma melakukan uji klinis tahap tiga vaksin Covid-19 di Bandung. Pengujian melibatkan 1.620 relawan rentang usia 18-59 tahun. Selain di Indonesia, Sinovac juga melakukan uji klinis tahap tiga di Brasil, Cile, dan Turki.

Sponsored

Namun, saat dikonfirmasi terkait izin edar vaksin, pihak BPOM belum bisa berkomentar. “Kami sedang siapkan penjelasannya,” ujar Kepala Humas BPOM Nani Budrorini ketika dihubungi, Senin (28/12).

Vaksin Covid-19 hasil kerja sama Bio Farma dan Sinovac yang tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Minggu (6/12/2020), langsung dibawa menuju kantor pusat Bio Farma di Bandung, Jawa Barat. Kendaraan pembawa vaksin tiba di Bio Farma sekitar pukul 03.45 WIB, Senin (7/12/2020)./Foto Facebook Bio Farma.

Bagaimana persiapannya?

Dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (14/12), Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi mengatakan, hingga 5 Desember 2020 sudah ada 12.408 tenaga kesehatan yang dilatih menjadi vaksinator di 21 provinsi. Workshop untuk persiapan vaksinator juga sudah diikuti 29.635 orang di 34 provinsi. Sebelumnya, pada November 2020, ada 7.000 dari 23.000 target tenaga kesehatan yang dilatih menjadi vaksinator.

Oscar mengakui, ada dua tantangan terbesar dalam distribusi vaksin. Pertama, terkait kendala geografis. “Indonesia besar sekali. Masih ada daerah yang disebut terpencil, perbatasan, dan kepulauan,” kata dia. Kedua, soal tata kelola cold chain (rantai dingin) untuk menjaga kualitas vaksin.

Anggota Komisi IX DPR dari fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menilai, kesiapan edar vaksin memang perlu didukung cold chain yang memadai. Ia menuturkan, ketersediaan cold chain perlu dipastikan di setiap daerah yang warganya bakal divaksinasi.

"Kapasitas cold chain harus memadai dan sesuai kebutuhan penyimpanan vaksin yang bermutu," ujarnya saat dihubungi, Selasa (22/12).

Selain itu, Kurniasih mengatakan, kapasitas dan kualitas sumber daya manusia perlu dipastikan, agar pelayanan vaksin tak tersendat dan tepat sasaran. “Bila tidak, vaksinasi bisa tidak sesuai target WHO (World Health Organization) dan Indonesia sendiri," ucapnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangan pers secara daring pada Selasa (29/12) mengatakan, target vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 181 juta orang di atas usia 18 tahun. Jumlah target vaksinasi itu diperoleh dengan perhitungan 70% dari 269 juta penduduk Indonesia, dikurangi angka orang dengan penyakit penyerta berat, orang yang pernah menderita Covid-19, dan ibu hamil yang masuk kategori eksklusi.

Menurut Budi, vaksin yang dibutuhkan sebanyak 426 juta dosis. Jumlah itu diperoleh dari perhitungan masing-masing orang memerlukan dua dosis vaksin, dan ketersediaan vaksin cadangan sebanyak 15% berdasarkan panduan WHO.

Sementara anggota Komisi IX DPR dari fraksi PDI-P Rahmad Handoyo mengatakan, percuma bila ketersediaan vaksin tak didukung cold chain yang memadai. "Karena kalau vaksin itu rusak, menjadi tidak berguna. Tidak ada khasiatnya," ucapnya saat dihubungi, Selasa (22/12).

Kendati demikian, ia yakin pemerintah sudah mempersiapkan ketersediaan cold chain. Ia memandang, pemerintah sudah punya perangkat dan pengalaman dalam imunisasi, yang rutin dilakukan setiap tahun.

Di sisi lain, Bambang Heriyanto berkilah, ketersediaan cold chain untuk distribusi vaksin merupakan tanggung jawab Kemenkes. Bio Farma, kata dia, hanya bertugas sebagai pihak penyedia vaksin yang diminta pemerintah.

"Setelah vaksin jadi, itu sudah ranahnya Kementerian Kesehatan. Termasuk soal cold chain itu," katanya.

Bambang berharap, tak ada kekhawatiran soal itu. Sebab, ia menilai, Kemenkes pasti sudah menyiapkan cold chain. "Pemerintah sudah punya cold chain sampai puskesmas dan posyandu. Tinggal pakai. Mungkin kalau ada kebutuhan tambahan tentu mereka akan menambah," ucapnya.

Akan tetapi, Bambang menyebut, Bio Farma tetap siap bila diminta mendistribusikan vaksin menggunakan fasilitas miliknya. Bio Farma sendiri memiliki truk angkut yang dilengkapi pendingin. Namun, hanya sebatas sampai pemerintah provinsi.

“Dari provinsi sampai puskesmas dan posyandu itu di bawah kewenangannya Kementerian Kesehatan,” kata dia.

Ilustrasi vaksin Covid-19./Unsplash.com

Pengalaman berbicara

Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap, saat ini ketersediaan cold chain untuk menunjang distribusi sudah 90%. Ia mengklaim, jumlahnya sudah terpenuhi sampai daerah terpencil. Cold chain itu pun dalam kondisi siap pakai, dan sesuai standar WHO untuk menyimpan vaksin dengan suhu 2-8 derajat Celsius.

"Artinya, ada semua di puskesmas, rumah sakit, dan kantor kesehatan pelabuhan," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (23/12).

Nadia mengatakan, persoalan distribusi vaksin bukan lagi ganjalan bagi pemerintah karena sudah melakukan program imunisasi setiap tahun. "Termasuk pengalaman petugas memberikan imunisasi kepada daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal)," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Cissy Rachiana Sudjana Prawira-Kartasasmita mengatakan, vaksin Sinovac yang sudah didatangkan dari China butuh pendingin yang baik, di suhu antara 2-8 derajat Celsius. Bila vaksin ditaruh di lemari es, harus disimpan tersendiri.

“Hanya vaksin saja. Enggak boleh juga sering dibuka, hanya dua kali ambil dan kembalikan,” katanya ketika dihubungi, Selasa (22/12).

Selain itu, ia menjelaskan, vaksin harus diutamakan di semua tahap pengiriman, baik lewat darat maupun udara. Pengiriman pun harus cepat lantaran rawan rusak. "Karena vaksin itu sifatnya tidak stabil," ucap Cissy.

Meski begitu, Cissy percaya pemerintah siap mendistribusikan vaksin secara baik ke seluruh daerah. Pemerintah, kata Cissy, sudah punya infrastruktur penunjang vaksinasi dari program imunisasi yang rutin dilakukan untuk balita sejak 1970-an.

“Sudah biasa Kemenkes mengurus vaksin dari Sabang sampai Marauke dengan cold chain yang bagus,” katanya.

Namun, ia mengingatkan, pemerintah tetap perlu menambah ketersediaan cold chain. Ia memandang, ke depan bakal banyak vaksin yang diproduksi dalam jumlah besar untuk Covid-19.

"Bio Farma nanti kan memproduksi sendiri. Belum lagi bila ada vaksin selain Sinovac. Keseluruhan vaksin itu kemungkinan jumlahnya bisa sampai 400 juta dosis," tuturnya.

Infografik distribusi vaksin. Alinea.id/Oky Diaz.

Jumlah vaksin yang banyak, harus benar-benar dijaga secara baik, agar mutu dan imunogenisitas dari vaksin tak menurun. Supaya vaksin tak sia-sia lantaran rusak, fasilitas penunjang sangat dibutuhkan.

Cissy yang terlibat dalam proses uji klinis tahap tiga vaksin Sinovac di Bandung itu menyebut, rencananya vaksinasi bakal dilakukan secara terorganisir. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan setiap fasilitas pelayanan kesehatan di daerah.

"Jadi, didata setiap rumah sakit atau pusat kesehatan yang sesuai dengan kualitas Kementerian Kesehatan itu mampu berapa,” tutur dia.

“Nanti didata per orang oleh RT/RW. Kalau rencananya enggak berubah, setiap orang akan dikabarkan, kapan dan di mana suntiknya.”

Berita Lainnya
×
tekid