sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bamsoet dukung wacana PDIP naikkan ambang batas parlemen

Golkar diharapkan seia sekata dengan rencana tersebut.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Selasa, 14 Jan 2020 16:01 WIB
Bamsoet dukung wacana PDIP naikkan ambang batas parlemen

Wakil Ketua Umum DPP Golkar, Bambang Soesatyo, mendukung wacana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menaikkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Agar jumlah organisasi politik di legislatif tak "membengkak".

"Sudah seharusnya dari waktu ke waktu ambang batas parlemen ini ditingkatkan. Ini penting. Agar tidak terjadinya lagi 'ledakan' jumlah partai politik di parlemen," ucap Wakil Ketua Umum DPP Golkar, Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1).

Bahkan, menurut dia, sebaiknya ambang batas parlemen sebesar enam atau tujuh persen. Di atas rekomendasi "partai banteng" yang diputuskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Jumat-Minggu (10-12/1).

Karenanya, dirinya mengklaim, peningkatan ambang batas tersebut relevan untuk kebaikan parlemen ke depan. Bamsoet, nama sapanya, pun berharap, Golkar seia sekata dengan PDIP.

"Kalau parliamentary threshold nol persen, maka akan ada puluhan partai yang ada di parlemen ini. Itu tidak akan efektif mencapai suatu keputusan. Untuk kepentingan rakyat juga," tuturnya. 

Rakernas PDIP mengeluarkan sembilan rekomendasi. Salah satunya peningkatan ambang batas parlemen. Ketentuan tertuang dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Ambang batas parlemen selalu naik saban pemilu. Perinciannya: 2009 sebesar 2,5 persen, 2014 sebesar 3,5 persen, dan 2019 sebesar empat persen. Hanya berlaku dalam perebutan kursi DPR.

PDIP turut berhasrat menerapkan ketentuan ini dalam menentukan partai-partai di DPRD. Tingkat provinsi empat persen dan kabupaten/kota tiga persen.

Sponsored

Tak sekadar itu. Rakernas juga merekomendasikan DPP dan fraksi di Senayan mendorong sistem proporsional tertutup diterapkan kembali.

Pelaksanaan "pesta demokrasi" di Indonesia memberlakukan sistem proporsional tertutup pada Orde Baru (Orba) dan Pemilu 2004. Setelahnya, berganti menjadi proporsional terbuka hingga kini.

Selanjutnya, ingin perubahan district magnitude. Sebesar 3-10 kursi untuk DPRD kabupaten/kota dan provinsi serta DPR sebanyak 3-8 kursi.

Lalu, memoderasi konversi suara menjadi kursi dengan metode Sainte Lageu modifikasi. Dalihnya, mewujudkan presidensialisme, pemerintahan efektif, penguatan dan penyederhanaan sistem kepartaian, serta pemilu murah.

Berita Lainnya
×
tekid