sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jalan terjal menggapai keterwakilan perempuan di DPR

Target keterwakilan perempuan hingga 30% di DPR masih belum tercapai.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 28 Mar 2024 17:19 WIB
Jalan terjal menggapai keterwakilan perempuan di DPR

Impian keterwakilan perempuan hingga 30% di kursi anggota DPR belum terwujud pada Pemilu 2024. Berbasis hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI caleg perempuan yang mendapatkan kursi DPR baru mencapai 129 orang.

Angka itu setara 22,24% dari total 580 kursi DPR periode 2024-2029. Jika dibandingkan hasil Pileg 2019, keterwakilan perempuan naik tipis. Pada periode 2019-2024, jumlah anggota DPR bergender perempuan mencapai 120 orang atau 20,9% dari total anggota DPR. 

Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai wajar jika target keterwakilan perempuan hingga 30% di DPR tak tercapai. Ia menyebut parpol dan KPU tidak serius mengawal afirmasi kepada perempuan di setiap daerah pemilihan. 

"Ketika di pencalonan saja sidah tidak bisa terpenuhi, maka sudah jelas tidak akan ada peningkatan signifikan untuk keterpilihan parlemen perempuan," ucap Neni kepada Alinea.id, Rabu (29/3).

Riset yang digelar Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) pada November 2023 menunjukkan 17 dari 18 parpol peserta pemilu tak memenuhi ketentuan keterwakilan perempuan 30% di daftar calon tetap yang dikirimkan ke KPU. Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyiapkan 30% caleg perempuan di semua dapil pada Pileg 2024. 

Neni menilai rendahnya keterwakilan perempuan di DPR merupakan indikasi kuat yang menunjukkan kaderisasi berbasis meritokrasi untuk kalangan perempuan di parpol belum berjalan lancar. Peningkatan kapasitas kader perempuan juga jarang dijalankan parpol. 

"Mereka (caleg perempuan) cenderung masih sekadar pelengkap saja. Bahkan tidak sedikit di antara mereka juga mengeluh dengan kebijakan partai yang tidak pro gender dan harus melawan ketua partainya," ucap Neni.

Banyak caleg perempuan yang gagal karena maju tanpa "bantuan" parpol serta tak punya modal kapital yang besar. "Pasca-Pemilu 2024, saya memprediksi permasalahan perempuan dan anak akan menghadapi tantangan yang besar dan cukup kompleks," ujar Neni. 

Sponsored

Pendapat berbeda diutarakan peneliti Pusat Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kurniawati Hastuti Dewi. Menurut dia, meskipun tak signifikan, kenaikan keterwakilan perempuan merupakan capaian yang patut diapresiasi. 

"Melegakan karena masih bisa melampaui capaian Pemilu 2019 dalam kondisi di mana Pemilu 2024 cenderung keberpihakan penyelenggaraan pemilu dalam hal ini KPU kurang komit terhadap soal keterwakilan perempuan," ujar Nia, sapaan akrab Kurniawati kepada Alinea.id, Rabu (27/3).

Lemahnya komitmen KPU, kata Nia, terlihat jelas pada PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. 

Beleid itu sempat memicu polemik lantaran aturan pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di sebuah dapil. Regulasi itu ditengarai jadi dasar bagi parpol tak memenuhi imbauan keterwakilan perempuan di DCT hingga 30%. 

"Padahal, tahun 2019 itu semua parpol wajib mencalonkan perempuan setidaknya 30 persen DCT di tiap dapil. Jadi, pada pemilu 2024 ini ada efek psikologis dan struktural yang merugikan caleg perempuan. Itu yang membuat kenapa tidak mencapai 30%," kata Nia.

Selain faktor regulasi, menurut Nia, partai politik juga terlihat tidak berniat membantu pendanaan bagi caleg perempuan agar bisa lolos ke DPR. Caleg-caleg perempuan dibiarkan bertarung sendirian, tak hanya dengan sesama caleg perempuan, tetapi juga caleg laki-laki yang punya modal kuat.

"Dalam kondisi demokrasi Indoensia yang penuh dengan klientelisme politik saat ini, dalam sistem proposional terbuka, maka siapa caleg perempuan yang punya modal politik dan uang (material) yang cenderung menang? Hanya segelintir saja dari caleg perempuan yang punya modal uang kuat dan jejaring di struktur partai," ucap Nia.
 

Berita Lainnya
×
tekid