Elma Jashim, lulusan baru yang tengah bersiap masuk sekolah kedokteran, punya satu kecemasan. Bukan soal beban kuliah, melainkan “roller coaster” emosional bulanan yang selalu datang bersama siklus haid.
“Sekitar dua-tiga hari sebelum menstruasi saya merasa agak datar. Tidak sedih, tidak juga bahagia,” ujar Jashim, seperti dikutip dari National Geographic, Rabu (24/9).
“Saat menstruasi dimulai, perasaan ini membuat saya sangat sensitif terhadap hal-hal kecil. Kesalahan sepele di tempat kerja bisa bikin saya hampir menangis.”
Fenomena yang sering disebut “period brain” ini lama menjadi misteri. Namun riset pencitraan otak terbaru mulai memetakan bagaimana naik-turun hormon seks perempuan bisa mengubah struktur dan konektivitas otak—bukan hanya fungsi organ reproduksi.
Selama bertahun-tahun, studi pada tikus dan mamalia menunjukkan estrogen dapat mengubah volume area tertentu di otak. Tapi, bukti bahwa hormon ini juga bisa mengubah struktur otak manusia dewasa baru muncul belakangan.
“Menakjubkan melihat otak orang dewasa bisa berubah begitu cepat,” kata Julia Sacher, psikiater dan ahli saraf di Max Planck Institute for Human Cognitive and Brain Sciences, Leipzig, Jerman, yang memimpin salah satu studi terkait itu.
Dalam penelitiannya, Sacher dan timnya memindai otak 27 relawan perempuan pada enam titik spesifik siklus menstruasi. Mereka juga mengambil sampel darah untuk mengukur kadar hormon. Dengan ultra-high-field MRI, resolusi pencitraannya setara yang sebelumnya hanya bisa diperoleh lewat otak pascakematian.
Hasilnya? Lapisan luar hipokampus menebal dan materi abu-abu meluas saat estrogen naik dan progesteron turun. Ketika progesteron naik, lapisan yang terlibat memori ikut berkembang.
Studi lain yang belum peer-review pada 30 relawan menemukan bukan hanya ketebalan materi abu-abu yang berubah, tapi juga sifat struktural materi putih. Riset itu dilakoni Elizabeth Rizor dan Viktoriya Babenko di UC Santa Barbara.
“Kami seperti menempelkan penggaris pada materi abu-abu dan melihatnya berubah selaras dengan fluktuasi hormon," kata Rizor.
"Perubahan ini sangat luas, bukan hanya di materi abu-abu tapi juga di jalur highway materi putih yang mengoordinasi berbagai area otak,” tambah Babenko.
Siklus menstruasi rata-rata berlangsung 29 hari—hormonnya naik turun mempersiapkan kehamilan. Menurut Catherine Woolley, neurobiolog Northwestern University, mengetahui efek menstruasi pada otak penting karena perempuan mengalami hampir 450 siklus dalam hidup.
Keunggulan studi-studi terbaru ini, kata Woolley, adalah pencitraan otak dan pengukuran hormon dilakukan berulang kali pada individu yang sama, bukan sekali potret.
"Rangkaian temuan ini memperlihatkan urgensi penelitian neurosains yang lebih fokus pada tubuh perempuan," kata dia.
Bagaimana estrogen bekerja di otak?
Otak tersusun atas materi abu-abu (lapisan luar berisi neuron dan dendrit) serta materi putih (jalur komunikasi antarbagian otak). Sejak 1990, Woolley menemukan estrogen mengatur kepadatan dendrit di hipokampus, pusat memori dan emosi yang kaya reseptor hormon seks.
Temuan itu sempat menuai skeptisisme karena saat itu estrogen dianggap murni hormon reproduksi. Hipokampus sendiri diketahui paling plastis pada otak dewasa. Belajar keterampilan baru dapat memperbesar volumenya; sebaliknya penyusutan hipokampus kerap menjadi tanda dini demensia.
Meski menarik, para ilmuwan mengingatkan volume otak yang lebih besar tidak otomatis berarti fungsi lebih baik. Belum ada bukti bahwa perubahan ini terkait langsung dengan gejala emosional atau kognitif saat haid.
"Studi-studi tersebut pun hanya melibatkan perempuan sehat yang tidak melaporkan gejala berat. Kami tidak bisa bilang ‘lebih besar berarti lebih baik’ untuk fungsi otak tertentu,” tegas Woolley.