Anggota Tim Pengawas Haji (Timwas Haji) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Adies Kadir, mendorong peningkatan fasilitas bagi jemaah haji reguler Indonesia agar setara dengan negara-negara Asia lainnya, bahkan mendekati standar layanan haji khusus. Menurut Adies, informasi dari penyedia transportasi dan akomodasi haji Sarikah menyebutkan jemaah haji reguler Indonesia saat ini masih berada dalam kategori fasilitas terendah, yakni grade D. Padahal, Indonesia memiliki potensi anggaran dan manajemen dana yang cukup besar.
“Dengan kemampuan pengelolaan keuangan haji yang baik, seharusnya jemaah kita bisa mendapat layanan di grade B atau lebih tinggi. Fasilitas seperti tempat tidur sofa yang lebih nyaman mestinya bisa tersedia untuk jemaah reguler,” ujar Adies dalam rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum (RDP dan RDPU) dengan mitra kerja di Alqimma Hall, Makkah, Arab Saudi, Senin (2/6).
Ia menegaskan efisiensi anggaran harus tetap dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan, terutama untuk kenyamanan jemaah dalam menjalankan ibadah, khususnya pada fase puncak di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
“Tahun ini bisa kami maklumi karena ini awal proses baru, tapi ke depan harus menjadi catatan penting. Fokusnya bukan hanya pada efisiensi, tetapi bagaimana membuat jemaah merasa nyaman dan mampu menjalankan ibadah secara maksimal,” tuturnya.
Dalam pemantauannya langsung ke Armuzna, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, juga menyoroti suhu ekstrem yang berpotensi memengaruhi kesehatan jemaah. Oleh karena itu, ia mendorong agar layanan akomodasi, makanan, dan kesehatan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
“Tentu kami berharap perubahan teknis pelayanan yang sudah disepakati tidak memberatkan jemaah. Justru harus memberi perlindungan, baik dari sisi kenyamanan, nutrisi, maupun kesehatan,” imbuhnya.
Adies juga menyoroti persoalan operasional tenaga kesehatan Indonesia yang sempat mengalami kendala perizinan dari otoritas lokal. Ia berharap ke depan tidak ada lagi hambatan administratif yang mengganggu pelayanan medis bagi jemaah.
“Ada laporan petugas kesehatan kita kesulitan karena belum memiliki izin operasional dari pihak berwenang. Ini harus ditangani secara diplomatis dan cepat agar tidak mengganggu pelayanan,” jelasnya.