Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, menyoroti tantangan besar yang dihadapi banyak daerah dalam penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024, terutama terkait kondisi defisit anggaran. Ia menegaskan keputusan untuk menggelar PSU harus memperhitungkan dampaknya terhadap pelayanan masyarakat. Hal ini disampaikan dalam upaya memastikan kelancaran PSU.
“Saya hanya ingin mengingatkan, bapak-bapak, hampir semua daerah kita itu defisit anggarannya,” katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung DPR, Senayan, Senin (10/3).
Deddy menekankan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dilakukan dengan bijak agar tidak membebani rakyat. Ia mengingatkan masih banyak alokasi anggaran yang perlu dievaluasi agar lebih efisien dan tidak menghambat pelayanan publik.
"Kalau saya lihat di sini, data yang ada saja sama saya, misalnya ini Kabupaten Serang defisitnya Rp116 miliar, Papua itu defisitnya Rp195,4 miliar, dan Boven Digoel defisitnya Rp45,6 miliar. Saya hanya ingin bilang konsekuensinya adalah pelayanan kepada masyarakat,” ujar Deddy.
Dengan menyoroti pentingnya value for money, Deddy mengingatkan agar anggaran PSU tidak menjadi beban yang tidak perlu bagi masyarakat. Apalagi, penyelenggaraan PSU disebabkan oleh kelalaian pihak penyelenggara, pengawas, maupun peserta pemilu.
“Saya kira ini menjadi penting karena kita bicara uangnya rakyat, Pak, kita bicara pelayanan kepada publik, bukan EO (event organizer) event Pilkada. Tolong value for money, jangan kita membebani rakyat kita karena keteledoran pelaksana, pengawas, dan peserta pemilu. Tolonglah jangan main-main terkait persoalan ini,” ucapnya.
Selain aspek anggaran, Deddy juga mengingatkan potensi gugatan ulang dan PSU lanjutan yang bisa terjadi pada Pilkada kali ini. Ia menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkadang sulit diprediksi, sehingga diperlukan langkah mitigasi yang matang dari kementerian dan lembaga terkait.
“Bisa satu kali, bisa dua kali, bisa tiga kali, bisa macam-macam karena kita enggak ngerti ini MK sekarang kayak apa. Yang digugat sengketa hasil, yang keluar diskualifikasi misalnya,” ujarnya.
Menurutnya, skenario terburuk harus diperhitungkan, terutama jika PSU kembali terjadi di daerah dengan cakupan yang lebih luas.