close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bipolar. Foto: Pixabay
icon caption
Ilustrasi bipolar. Foto: Pixabay
Peristiwa
Kamis, 10 Juli 2025 11:52

Memahami gangguan bipolar: Lebih dari sekadar suasana hati yang buruk

Secara sederhana, bipolar adalah gangguan kejiwaan yang menyebabkan perubahan suasana hati ekstrem.
swipe

Pernahkah Anda merasa begitu semangat, penuh ide, dan nyaris tak bisa tidur ;karena terlalu energik—lalu beberapa waktu kemudian, tenggelam dalam kesedihan yang begitu dalam, tak ingin berbicara, bahkan bangun dari tempat tidur pun terasa berat?

Bagi sebagian orang, itu bukan sekadar perubahan suasana hati biasa. Itu bisa menjadi tanda dari gangguan bipolar, kondisi kesehatan mental yang membuat emosi seseorang berayun drastis—dari euforia hingga keputusasaan, dari hiperaktif hingga hampa.

Gangguan ini memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Di Indonesia, sayangnya, stigma dan kurangnya pemahaman masih menjadi hambatan terbesar dalam mengenali dan mengobatinya.

Apa itu bipolar?
Secara sederhana, bipolar adalah gangguan kejiwaan yang menyebabkan perubahan suasana hati ekstrem. Tapi perubahan ini bukan perkara “cepat marah lalu cepat senang” seperti yang sering diasumsikan orang awam. Perubahan yang terjadi bisa berlangsung berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, dan cukup parah hingga mengganggu pekerjaan, sekolah, atau hubungan sosial.

Mayo Clinic menjelaskan bahwa bipolar terbagi menjadi beberapa tipe:

Bipolar I: Episode mania parah setidaknya satu kali, bisa disertai dengan episode depresi.

Bipolar II: Episode depresi berat, diselingi episode hipomania (mania versi ringan).

Cyclothymic Disorder: Fluktuasi suasana hati antara gejala ringan mania dan depresi, berlangsung lama dan konsisten.

Yang perlu dipahami: ini bukan masalah “tidak bisa mengontrol diri” atau “drama emosional”—melainkan kondisi medis yang nyata, kompleks, dan menuntut perawatan serius.

Gejala yang Kerap Disalahartikan
Dalam fase mania, penderita mungkin tampak sangat produktif dan berenergi, bahkan terlihat seperti sedang dalam kondisi terbaiknya. Tapi di balik itu, ada dorongan yang tak terkendali untuk berbicara cepat, tidur sangat sedikit, membuat keputusan sembrono (seperti menghamburkan uang atau mengambil risiko besar), dan merasa pikirannya ‘melaju’ terlalu cepat.

Sebaliknya, ketika masuk fase depresi, mereka bisa merasa putus asa, tidak berharga, kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukai, sulit tidur (atau justru terlalu banyak tidur), hingga muncul pikiran untuk mengakhiri hidup.

Peralihan antara dua kutub emosi ini bisa terjadi perlahan atau mendadak, tergantung individu. Tak jarang, orang terdekat justru bingung karena tak tahu yang dihadapi adalah penyakit.

Apa Penyebabnya?
Tak ada satu penyebab tunggal. Mayo Clinic menjelaskan bahwa bipolar dipengaruhi oleh kombinasi antara faktor genetik, kimia otak, dan lingkungan.

Jika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood, risikonya meningkat. Selain itu, perubahan struktur dan fungsi otak yang terdeteksi lewat pencitraan otak (brain scan) juga berkontribusi. Trauma masa kecil, kehilangan orang tercinta, atau stres besar dalam hidup bisa menjadi pemicu awal episode pertama.

Bisakah Disembuhkan?
Bipolar bukan flu yang bisa sembuh dalam seminggu, tapi juga bukan vonis seumur hidup yang menutup harapan. Ini adalah kondisi kronis yang bisa dikendalikan dengan perawatan jangka panjang, seperti halnya diabetes atau tekanan darah tinggi.

Penanganannya melibatkan beberapa pendekatan:

Obat-Obatan
Psikiater biasanya meresepkan:

Stabilisator mood, seperti lithium, untuk mencegah fluktuasi ekstrem

Obat antidepresan dan antipsikotik, bila dibutuhkan

Pemantauan dosis dan efek samping sangat penting agar pengobatan berjalan aman

Psikoterapi
Terapi bicara seperti CBT (Cognitive Behavioral Therapy) membantu pasien mengenali pola pikir negatif dan membangun strategi menghadapi stres. Terapi keluarga juga penting agar lingkungan terdekat bisa mendukung pemulihan, bukan justru memperburuknya.

Gaya Hidup Terstruktur
Pola tidur yang konsisten, olahraga ringan, menghindari alkohol dan narkoba, serta mencatat perubahan mood harian (mood journal) menjadi bagian dari manajemen diri.

Menghadapi Dunia dengan Bipolar
Banyak tokoh dunia hidup produktif meskipun menyandang bipolar—dari seniman, penulis, hingga pemimpin. Yang membedakan adalah kesadaran akan kondisi diri dan konsistensi dalam menjalani perawatan.

Kabar baiknya, semakin banyak orang terbuka dan membicarakan kesehatan mental, termasuk bipolar. Ini membuka jalan bagi edukasi, empati, dan pemulihan yang lebih baik.

Jika Anda atau orang terdekat menunjukkan gejala seperti yang disebutkan, tak perlu menunggu sampai “parah”. Temui psikolog atau psikiater, karena semakin cepat ditangani, semakin baik hasilnya.(mayoclinic)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan