sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

7 bahaya presidential treshold

Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold masih menjadi kontroversi. Apa bahayanya?

Robi Ardianto
Robi Ardianto Rabu, 01 Agst 2018 03:58 WIB
7 bahaya presidential treshold

Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold masih menjadi kontroversi. 

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan penerapan ambang batas pencapresan dinilai hanya akan menghadirkan calon yang itu-itu saja. Sebaliknya, justru menutup peluang munculnya figur baru sebagai alternatif.

Dia menjelaskan, setidaknya ada tujuh bahaya apabila ambang batas itu diterapkan. Sehingga, dianggap perlu melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah pihak.

Pertama, penerapan ambang batas pencalonan presiden secara tidak langsung sama saja membenarkan praktik berdemokrasi yang jauh dari nilai konstitusi. 

"Sebab, ambang batas yang merujuk kepada Pemilu masa lalu, merupakan sebuah pilihan kebijakan yang irasional dan tidak logis," kata Titi di Kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (31/7). 

Dia menyatakan sangat tidak logis jika berbicara persoalan koalisi atau peta kekuatan untuk pemilihan umum saat ini, namun tetap merujuk kepada Pemilu masa lampau. Sehingga, praktik demokrasi akan jauh dari konstitusi.

Kemudian kedua, dengan adanya ambang batas pencalonan tersebut akan menimbulkan praktik-praktik politik yang dilakukan Parpol dengan cara elitis, sentralistis dan tertutup. 

Alasannya, untuk memenuhi ambang batas, komunikasi politik hanya terjadi pada tataran elit semata. Sedangkan, anggota partai ditinggalkan pada proses yang berlangsung. "Jadi, narasinya diisi oleh para elit," katanya. 

Sponsored

Bahaya ketiga, narasi pencalonan presiden di Tanah Air akan semakin pragmatis dan jauh dari nilai-nilai ideologis. 

"Karena partai tidak lagi bicara soal kesamaan ideologi, visi misi maupun platform partai, tetapi hanya sekadar berbicara. Yang penting siapa bisa memenuhi ambang batas dan apa yang menyatukan koalisi. Jadi, proses pencalonannya sangat pragmatis jauh dari kesamaan nilai-nilai ideologi," jelasnya. 

Selanjutnya keempat, politik di Indonesia akan semakin menjauhkan peluang perempuan dari proses pencalonan. Sebab, salurannya akan semakin terbatas. 

Titi menegaskan, saat saluran tersebut semakin kecil, maka peluang perempuan untuk ikut berkompetisi juga semakin menyempit.

Kelima, kata dia, akan terjadi pembelahan polarisasi dan fragmentasi yang semakin lebar. Sebab, ketidakmampuan memunculkan calon alternatif hingga akhirnya masyarakat terbelah pada pilihan yang terbatas dan itu-itu saja. 

Keenam, pemberlakuan presidential treshold bisa mengancam menurunnya partisipasi politik, terutama dalam hal penggunaan hak pilih. 

Terakhir, yang paling berbahaya menurut Titi adalah akan berpotensi terbukanya politik yang makin transaksional. 

Sementara itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan seandainya MK menolak gugatan penghapusan ambang batas, hal tersebut merupakan simbol membangun kuburan untuk rasionalitas demokrasi. 

Selain itu, Dahnil menjelaskan, saat ini MK tengah menghadapi beberapa gugatan. Di antaranya gugatan yang dilakukan oleh Partai Perindo dan Jusuf Kalla yang dijadikan pihak terkait. 

Akan tetapi, jika kemudian yang didahulukan adalah gugatan Perindo, Dahnil menganggap ada diskriminasi yang dilakukan oleh MK. 

"Ini saya pikir berbahaya dan itu bisa banyak indikasi-indikasi politik kepentingan, makanya kami lihat beberapa waktu hari kedepan mudah-mudahan MK segera memutuskan. Bagi kami keputusan MK ini merupakan simbol, apakah nalar sehat masih hadir di Republik ini atau tidak," katanya. 

Dahnil beralasan, pihaknya yang terlebih dahulu melakukan gugatan, bahkan sejak 2 bulan yang lalu. 

"Saya pikir kalau gugatan dikabulkan, maka semua partai akan mencalonkan. Anda bayangkan kalau dalam Pilpres yang maju hanya Prabowo dan Jokowi saja, yang paling menikmati insentif elektoral sebenarnya hanya dua partai yaitu Gerindra dan PDI Perjuangan," katanya. 

Berita Lainnya
×
tekid