sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Adu jurus merebut suara perempuan di Pemilu 2024 

KPU mendata jumlah pemilih perempuan mencapai 101.589.505 orang pada Pemilu 2024.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Sabtu, 12 Agst 2023 16:40 WIB
Adu jurus merebut suara perempuan di Pemilu 2024 

Usai kepengurusan baru dibentuk akhir Juli lalu, Wanita Persatuan Pembangunan (WPP) langsung bergerak. Bersama Badan Pemenangan Pemilu Partai Persatuan Pembangunan (Bapilu PPP), WPP merancang program-program pro rakyat. Sebagian program kini telah dijalankan di lapangan oleh kader-kader salah satu sayap PPP itu. 

“Terkait sembako murah, program mempermudah mencari kerja, peningkatan ekonomi masyarakat yang dimulai dari perempuan, (dan) peningkatan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),” ucap Ketua Umum WPP Ema Umiyyatul Chusnah kepada Alinea.id, Kamis (8/8).

Kader-kader WPP, lanjut Ema, dikerahkan untuk mendatangi majelis-majelis taklim di sekitar lingkungan mereka. Selain edukasi terkait politik, WPP juga menyosialiasikan gerakan hidup sehat dan pemenuhan gizi anak sebagai bagian dari program pencegahan stunting. 

“Jadi untuk penurunan angka stunting itu, kita harus melihat fakta yang ada dan harus bergerak langsung kepada masyarakat. Bahwa kita juga memberikan bantuan-bantuan itu, berupa makanan-makanan sehat, lalu edukasi kepada masyarakat,” ucap Ema. 

Lewat program-program itu, Ema mengakui WPP tengah membidik simpati perempuan. Tak hanya sebagai lumbung suara di Pemilu 2024, perempuan WPP juga harus diberdayakan untuk mampu menentukan arah politik sendiri. 

“Kita tidak hanya harus bersuara, tapi juga membuktikan bahwa kekuatan WPP, terutama perempuan PPP, ini loh, dan akhirnya menjadi momen yang luar biasa. Dan, semoga kita tidak lagi dipandang sebelah mata," ujar dia.

Ema optimistis kerja keras WPP selama ini bakal berbuah manis di Pemilu 2024. Secara khusus, ia berharap jumlah konstituen perempuan PPP naik signifikan. “Kalau kekuatan perempuan ini bergerak, insyaallah, kami juga optimis dari PPP bisa mendongkrak suara di 2024,” imbuhnya. 

Awal Juli lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 204.807.222 orang sebagai pemilih di daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024. Dari angka itu, jumlah pemilih perempuan di dalam negeri sebanyak 101.589.505 orang. 

Sponsored

Berdasarkan survei Kompas yang dirilis Mei lalu, terpantau masih banyak perempuan yang belum menentukan pilihan. Sebanyak 16,7% pemilih perempuan mengaku belum menentukan partai politik yang bakal dipilih. Pada pentas pilpres, sekitar 28,6% responden mengaku masih bimbang dengan pilihan calon presidennya.

Anggota DPR RI dari fraksi PAN Dessy Ratnasari berfoto bersama anggota DPR RI dari fraksi Gerindra Mulan Jameela. /Foto Antara

Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zita Anjani berharap perempuan berani menyatakan sikap dan ikut andil besar dalam perhelatan Pemilu 2024. Tak hanya sebagai ladang suara, perempuan juga diharapkan berperan sebagai aktor politik.

“Saya sebagai anggota dewan perempuan, memimpikan di ruang paripurna separuhnya perempuan. Sungguh akan sangat menakjubkan,” ucap Zita, yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, kepada Alinea.id, Kamis (10/8).

Di PAN, menurut Zita, perempuan sangat diperhatikan. Salah satu bukti gamblangnya adalah eksistensi Perempuan Amanat Nasional (PUAN), salah satu organisasi sayap PAN. Ia juga mencontohkan Desy Ratnasari yang diberi kepercayaan menjabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Jawa Barat.

"Bukan karena perempuan pemilih terbanyak di Pemilu 2024. Tapi, karena ketua umum kami (Zulkifli Hasan) tahu bahwa perempuan adalah roda penggerak bangsa. Majunya suatu bangsa, ada andil perempuan di situ,” ucap dia.

Lebih lanjut, Zita mengatakan, kaum perempuan saat ini sudah cukup aktif berpolitik. Selain jadi legislator di parlemen, kini sudah ada 42 perempuan yang tercatat menjabat kepala daerah. "Perempuan sekarang sudah banyak yang berpendidikan dan punya kesadaran politik,” kata dia. 

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Cheryl Tanzil mengaku PSI tidak khawatir bakal kehilangan pemilih perempuan di Pemilu 2024. Menurut dia, PSI sudah sejak lama menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu perempuan dan anak.

“Misalnya, soal stunting. Itu salah satu program pemerintah, tapi sebenarnya untuk di grassroot kita berusaha untuk lebih terfasilitasikan lagi dan kita melakukan itu sejak jauh-jauh hari,” ujar Cheryl kepada Alinea.id, Rabu (9/8).

PSI, kata Cheryl, sudah mendirikan Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak (KSPPA), organisasi sayap partai yang khusus mengadvokasi persoalan terkait perempuan dan anak. Salah satu pentolannya ialah Karen Theresia Pooroe, eks peserta Indonesian Idol.

Dalam meningkatkan kinerja advokasi, Cheryl mengatakan, partai membuka magang di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI. Menurutnya, partai masih kekurangan advokat pro bono. Di lain sisi, jumlah pengaduan yang masuk ke PSI naik signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Melalui KSPPA, PSI juga rutin memberikan pendidikan seksual kepada anak di bawah umur.

“Kita tuh terus terang masih kekurangan orang, tapi dengan kekurangan orang saja begitu banyak kasus yang kita selesaikan. Karen Theresia Pooroe itu, dalam dua tahun saja, sudah dua ratusan kasus yang diselesaikan, yang didampingi,” kata dia.

Keberpihakkan PSI terhadap perempuan, lanjut Cheryl, juga ditunjukkan upaya mendorong agar sejumlah RUU terkait perempuan disahkan di parlemen. PSI, misalnya, turut menyuarakan urgensi pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“PSI sudah memperlihatkan keberpihakan terhadap perempuan secara konsisten selama delapan tahun ini. Jadi, kalau ditanya strategi atau apa yang akan kita lakukan, saya rasa ini bukan strategi, tapi ini memang roh yang ada di kader-kader PSI. Kita memang care dengan isu-isu perempuan dan anak,” kata dia. 

Cheryl mengatakan, keberpihakan PSI terhadap perempuan juga terpotret dari susunan kepengurusan partai. Posisi strategis di PSI tak jarang diduduki perempuan. Grace Natalie, misalnya, kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina PSI. Posisi Sekjen PSI saat ini diduduki Isyana Bagoes Oka. 

Pada struktur kepengurusan di tingkat DPP PSI, sebanyak 40% pengurus saat ini tercatat berasal dari kaum perempuan. Pada pentas Pileg 2024, bakal calon anggota legislatif (bacaleg) PSI pun banyak diisi kader perempuan. 

“Saya barusan cek untuk DCS (daftar calon sementara) perbaikan, kita terdata itu untuk DPR RI 40,1% diisi oleh perempuan. Jadi, kalau dari political will-nya, keberpihakan itu sudah ada. Dari sini, kan sebenarnya kita harusnya bisa lebih meraih perempuan karena isu-isunya kita juga sangat jaga,” tutur Cheryl. 

Suasana pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10). Sebanyak 575 anggota DPR terpilih dan 136 orang anggota DPD terpilih diambil sumpahnya pada pelantikan tersebut. /Antara Foto

Watak maskulin

Aktivis perempuan sekaligus Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti menilai ada dua penyebab utama kenapa para pemilih perempuan kerap gamang menentukan pilihan jelang pemilu. Pertama, watak politik Indonesia masih maskulin. Kedua, tidak terwakilinya kepentingan perempuan di parlemen. 

“Apa yang disebut watak maskulin? Itu adalah yang tidak berpihak kepada perempuan, agresif, tidak kolaboratif, tidak mencerminkan atau tidak merepresentasikan problem-problem perempuan,” ucap Dian kepada Alinea.id, Rabu (9/8).

Watak maskulin, kata Dian, terlihat dari dominasi laki-laki di dunia politik. Di lain sisi, tokoh politik dari kalangan perempuan juga kerap ikut-ikutan menunjukkan watak maskulin. Salah satunya ialah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang kebijakan-kebijakannya dianggap kerap tidak berpihak kepada perempuan. 

Dian mencontohkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Dalam regulasi itu, industri padat karya diizinkan memotong upah buruh sebesar 25%.

“Itu kan sangat tidak perempuan karena perempuan yang paling tahu bagaimana kebutuhan hidup sehari-hari di dapur. Ketika perempuan bekerja, perempuan yang paling tahu bahwa upahnya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas Dian. 

Dian sepakat kinerja partai politik di DPR turut memengaruhi sikap pemilih perempuan. Saat ini, banyak regulasi pro kaum perempuan yang masih mandek di parlemen dan lambat disahkan. Ia mencontohkan RUU TPKS yang baru disahkan setelah 9 tahun. "Keberhasilan UU TPKS itu tidak lepas dari gerakan masyarakat sipil,” imbuh dia. 

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Watak patriarkal partai politik, jelas Dian, juga tecermin dari kebijakan pemberian nomor urut untuk bacaleg. Perempuan yang ingin menjadi wakil rakyat kerap diberikan nomor urut tidak potensial. Alhasil, terkesan perempuan "dikejar-kejar" menjadi caleg hanya untuk memenuhi syarat kuota 30%.

“Di tengah situasi politik perempuan yang merepresentasikan perempuan masih minim, kebayang kan betapa sulitnya untuk memunculkan politik independensi perempuan. Jadi, pemilih muda perempuan kenapa tidak memilih karena enggak ada harapan, merasa enggak relate. Suaranya enggak sampai,” kata dia.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menjelaskan perempuan tidak bisa dipandang sebagai entitas tunggal di ranah politik. Di dalam perempuan, ada identitas lain, seperti etnis, agama, dan latar belakang organisasi.

Menurut Khoirunnisa, identitas tersebut turut memengaruhi ke mana pilihan pemilih perempuan. Selain itu, banyaknya pemilih perempuan urung menentukan pilihan bisa jadi karena partai politik belum tegas menentukan gagasan apa yang dibawa untuk kepentingan perempuan.

“Bukan cuma kebijakan yang spesifik perempuan, misalnya perkawinan, kesehatan reproduksi, dan lain sebagainya, tapi juga isu lain yang berdampak pada perempuan, seperti kesehatan dan ekonomi. Itu kan isu umum, tapi dampaknya ke perempuan,” ucapnya kepada Alinea.id, Senin (31/7).

Berbasis kinierja kader di parlemen, Khoirunnisa memandang wajar jika keberpihakan parpol terhadap kaum perempuan dipersoalkan. Ia mencontohkan RUU TPKS yang baru disahkan setelah adanya dorongan dari kelompok perempuan dan masyarakat sipil di luar parlemen serta mandeknya RUU PPRT. 

“Jadi, ya, itu tadi kenapa kemudian dari sisi perempuan belum menentukan mau pilih yang mana. Itu karena gagasan-gagasan dari partai politik ini belum ada yang terlihar secara spesifik mau memperjuangkan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap perempuan,” kata Khoirunnisa. 

Berita Lainnya
×
tekid