Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi menyayangkan terpilihnya anggota KPU dan Bawaslu sama persis dengan nama dalam pesan berantai yang beredar sebelum penetapan calon terpilih. Nurul menyebut, dugaan banyak pihak jika Komisi II telah memilih anggota KPU dan Bawaslu sebelum fit and proper test ternyata benar.
"Jadi, fit and proper test nyatanya benar merupakan formalitas. Masing-masing partai sudah memiliki pilihan calon yang sudah ditentukan sebelum fit and proper test dilakukan," kata Nurul saat dihubungi Alinea.id, Kamis (17/2).
Selain fit and proper test yang formalitas belaka, Nurul mengatakan, anggota KPU dan Bawaslu terpilih juga menggambarkan bahwa perkiraan banyak orang. Bahwa para calon telah berkomunikasi dengan anggota Komisi II yang memiliki kesamaan basis organisasi ternyata benar adanya.
Sebab, dalam daftar nama yang bocor di publik, pilihan nama calon disertai dengan basis organisasi para calon. Nurul menyebut, ini menunjukkan bahwa pilihan partai berdasarkan kesamaan basis organisasi dengan partai atau anggota Komisi II DPR, terjadi.
"Meskipun, memang para calon yang terpilih memiliki kapasitas sebagai penyelenggara pemilu di tingkat pusat. Nah, entah apakah anggota Komisi II memberikan kesempatan komunikasi yang setara dengan semua calon," ujar Nurul.
Menurut Nurul, partai politik sejak awal tak berniat untuk memenuhi keterwakilan perempuan 30% dalam komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu. Dari anggota KPU dan Bawaslu yang ditetapkan Komisi II DPR pada Kamis (17/2) dini hari, hanya ada satu perempuan di setiap institusi.
"Tidak ada peningkatan, sekalipun banyak sekali organisasi yang mendorong dan beraudiensi kepada Komisi II agar memilih 30% perempuan di KPU dan Bawaslu. Perempuan yang diusulkan oleh Timsel (Tim Seleksi) pun merupakan perempuan-perempuan dengan latar belakang kepemiluan yang kuat," ungkapnya.
Nurul mengatakan, dirinya juga menyayangkan sekali fit and proper test berlangsung tanpa proses voting yang terbuka, seperti di tahun 2017. Proses yang tidak terbuka ini mengulang hal yang sama dengan proses fit and proper test calon Panglima TNI yang lalu, dimana proses penentuan tertutup.
Dia menegaskan, proses penentuan keputusan yang tidak terbuka semakin membuat pemilihan calon anggota KPU dan Bawaslu terpilih dipertanyakan oleh banyak orang, termasuk para calon itu sendiri. "Jika prosesnya terbuka, publik dan calon akan mengetahui partai mana saja yang memilih calon, sehingga prosesnya lebih akuntabel dan bisa dipahami," katanya.
Tujuh Komisioner KPU terpilih ialah Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy'ari, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik dan August Melaz. Sementara untuk Bawaslu-RI yakni Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Haryono dan Herwyn Jefler H. Malonda.
Di sisi lain, dalam isi pesan berantai yang beredar ialah, dari unsur KPU, yakni Parsadaan Harahap (HMI/Golkar), Idham Holik (HMI/Nasdem), Betty Epsilon Idroos (HMI/Nasdem), August Mellaz (non muslim/PDIP), Yulianto Sudrajat (GMNI/PDIP), Mochammad Afifuddin (PMII/PKB) dan Hasyim Asy'ari (Ansor/Gerindra).
Sedangkan dari unsur Bawaslu ialah Rahmat Bagja (HMI/Golkar), Puadi (HMI/Gerindra), Totok ( GMNI/PDIP), Herwyn Jefler Hielsa Malonda (Non Muslim/Nasdem), Lolly Suhenty (PMII/PKB).