sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demokrasi Indonesia bak arisan politik

Demokrasi di Indonesia mensintesakan agama, negara dan pluralisme

Fathor Rasi
Fathor Rasi Sabtu, 06 Mar 2021 15:41 WIB
Demokrasi Indonesia bak arisan politik

Pengamat politik sekaligus Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat menyebutkan bahwa demokrasi di Indonesia seperti permainan arisan. Alasan Komaruddin karena proses demokrasi di Indonesia mensintesakan dengan agama, negara, pluralisme, diramu menjadi kesatuan.

"Indonesia ini bukan negara-bangsa, tapi negara masyarakat yang diikat oleh Pancasila serta cita-cita pendiri bangsa. Namun demokrasi Indonesia itu masih jauh dari yang dicita-citakan pendiri bangsa," ungkap Komaruddin dalam diskusi yang digelar Moya Institute bertajuk "Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan?", Jumat (5/3).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menyampaikan, situasi demokrasi di Indonesia yang terus bergeliat ditandai fenomena banyaknya partai politik baru muncul.

"Sebetulnya turut memperkaya khasanah demokrasi di Indonesia dengan segala peristiwa politik terjadi," ucap Hery.

Sementara  Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta mengungkapkan bagaimana pertumbuhan platform informasi yang amat pesat dan tidak terbatas sehingga ikut mempengaruhi demokrasi Indonesia.

Selain itu, sambung Anis, bertambahnya tata nilai pada masyarakat Indonesia di luar biasanya akibat arus perubahan sosial yang lebih cepat dari reformasi politik.

"Dulu, dari penelitian saya, hanya ada dua yaitu agama dan keluarga. Sekarang tambah prestasi karena adanya kebebasan, pendidkan, individual yang mengimbangi semangat komunal," ujar Anis Matta.

Kemudian, Wakil Ketua Parta Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, menambahkan bahwa demokrasi Indonesia diawali dari terciptanya moderasi partai politik. Sayangnya, kata Fahri, partai politik yang lebih dulu ada tak menyadarinya.

Sponsored

"Akhirnya partai politik berhenti sebagai institusi berpikir dan hanya berorientasi pada lembaga kekuasaan saja. Partai politik hanya jadi mesin latihan saja untuk kekuasaan," ucap Fahri.

Pembicara lainnya, Imron Cotan, mengatakan, kondisi darurat negara-negara di dunia akibat krisis ekonomi dan pandemi menyebabkan mulai munculnya pemimpin alternatif.

"Pemimpin alternatif tersebut, ujar Imron, biasanya justru disukai masyarakat karena dianggap mampu sebagai penyelamat dari krisis," beber Imron Cotan.

Lalu, Direktur Eksekutif NetGrit dan mantan Komisioner KPU 2012-2017, Ferry Kurnia menjabarkan, bila merujuk pada indeks demokrasi, Indonesia masih belum memberikan harapan baik sebab hanya memiliki skor 65. Realita tersebut, bagi Ferry, di satu sisi membuat demokrasi Indonesia telah terlaksana, namun juga mash muncul kontraproduktif.

Dikusi Moya Institute tersebut diselenggarakan secara virtual menyesuaikan dengan protokol pandemi Covid-19, dimoderatori oleh Nurfajri Budi Nugroho, Wakil Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI). Diskusi diawali dengan rapid antigen kepada 20 peserta yang hadir.

Berita Lainnya
×
tekid