close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers terkait revisi KUHAP di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,  Kamis (20/3). /Foto dok. DPR RI
icon caption
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers terkait revisi KUHAP di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3). /Foto dok. DPR RI
Politik
Selasa, 08 Juli 2025 19:00

DPR: Cerita Nenek Minah memotivasi revisi KUHAP

Ketua Komisi III Habiburokhman menegaskan pentingnya pembaruan KUHAP yang sudah berusia 44 tahun.
swipe

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan pentingnya pembaruan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) guna menjawab tantangan hukum modern serta memperkuat perlindungan hak-hak warga negara. 

“Sudah saatnya KUHAP disempurnakan secara komprehensif, menyesuaikan dinamika hukum dan sosial, putusan Mahkamah Konstitusi, hingga perkembangan sistem pembuktian yang lebih modern,” ujar Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/7).

Menurutnya, sistem hukum pidana Indonesia saat ini masih bersifat retributif dan belum cukup memberi ruang keadilan restoratif. Ia mencontohkan beberapa kasus yang sempat mengundang empati publik, seperti kasus Nenek Minah yang divonis karena mencuri tiga biji kakao, hingga perkara sandal jepit dan kayu bakar.

“KUHAP saat ini membuat aparat penegak hukum terpaksa memproses kasus yang sebetulnya tidak layak masuk ranah pidana. Padahal hati nurani menolak, namun hukum belum memungkinkan jalan lain,” ungkap politikus Partai Gerindra itu. 

Pada 2009, Pengadilan Negeri (PN) Purwekorto memvonis hukuman 1,5 bulan penjara karena mencuri tiga butir kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan. Menurut Habiburokhman, perkara hukum yang menimpa Nenek Minah ketika itu tak semestinya masuk meja hijau. 

“Kasus Nenek Minah menjadi contoh mengapa revisi KUHAP ini sangat mendesak. Hakim dalam kasus itu sampai menangis saat menjatuhkan vonis, karena hati nuraninya menolak, tapi KUHAP yang berlaku saat ini mengharuskan beliau menjatuhkan hukuman,” ujar dia. 

Habiburokhman menjelaskan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini sudah berusia lebih dari 44 tahun dan belum mengalami pembaruan yang signifikan sejak disahkan pada 1981. Menurutnya, banyak aspek yang sudah tidak sesuai dengan dinamika hukum, sosial, serta kebutuhan masyarakat saat ini.

“KUHAP saat ini belum memberikan perlindungan maksimal kepada warga negara, khususnya masyarakat kecil. Peran advokat pun belum optimal diakomodasi dalam proses hukum,” kata dia.

Melalui revisi ini, Komisi III DPR RI ingin memperkuat prinsip keadilan restoratif dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara lebih manusiawi, adil, dan tidak bersifat retributif semata.

“RUU KUHAP ini akan menjadi pijakan penting agar aparat penegak hukum semakin profesional dan mampu menempatkan keadilan sebagai tujuan utama,” tutupnya.

Lebih jauh, Habiburokhman memastikan bahwa RUU KUHAP tidak akan mengurangi atau menggeser kewenangan antar lembaga penegak hukum, melainkan berfokus pada peningkatan profesionalisme dan keterbukaan sistem hukum.

“Yang ingin kita bangun adalah keseimbangan antara negara dan warga negara. Revisi KUHAP ini adalah langkah menuju sistem peradilan yang manusiawi, adil, dan mampu memberikan perlindungan hukum secara nyata,” jelasnya.
 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan