Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan bahwa wacana revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang berkembang di DPR bukanlah respons langsung terhadap putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Menurut Nasir, langkah legislatif tersebut murni bagian dari proses evaluasi kelembagaan yang menjadi kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang.
“Sebagai lembaga pembentuk UU, kami memiliki kewenangan untuk mengevaluasi institusi-institusi yang diatur dalam konstitusi, termasuk Mahkamah Konstitusi,” jelas Nasir di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (7/7).
Ia menepis anggapan bahwa revisi UU MK bertujuan mempersempit atau mengintervensi kewenangan Mahkamah Konstitusi. “Tidak ada niat untuk mengamputasi atau mengerdilkan MK,” tegasnya.
Nasir juga menilai bahwa dinamika respons terhadap putusan MK, termasuk yang datang dari anggota DPR atau partai politik merupakan hal yang wajar dan sehat dalam demokrasi. Ia menyebut pro dan kontra adalah bagian dari diskursus publik yang sah.
“Wajar saja jika ada partai atau anggota DPR yang memberi tanggapan. Itu bagian dari demokrasi yang kita jalankan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dalam putusan nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menetapkan agar pemilu nasional dan pemilu lokal. Jadwal gelaran pemilu lokal harus berjarak dua hingga dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
Putusan itu diprotes sejumlah parpol. Salah satunya NasDem. Pernyataan sikap NasDem disampaikan Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem Lestari Moerdijat dalam sebuah keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (1/7). Menurut NasDem, putusan itu melanggar konstitusi dan berpotensi menimbulkan krisis ketatanegaraan.
Salah satu persoalan yang disoroti NasDem ialah keharusan memperpanjang masa jabatan anggota DPRD setelah periode lima tahun berakhir. Para anggota DPRD tersebut, menurut NasDem, menjabat selama masa transisi tanpa landasan demokratis.
”Artinya berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional,” ungkap Lestari.