sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Food estate, Presiden diminta kaji ulang penunjukan Kemhan

Dalam RPJMN 2020-2024, pengembangan lumbung pangan diarahkan ke Sumatra dan Sulawesi, selain Jawa dan Bali.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Selasa, 14 Jul 2020 13:25 WIB
<i>Food estate</i>, Presiden diminta kaji ulang penunjukan Kemhan

Anggota Komisi I DPR, Sukamta, menyatakan, penunjukan Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai pemimpin sektor (leading sector) megaproyek pengembangan lumbung pangan nasional (food state) di Kalimantan Tengah (Kalteng) harus didahului kajian matang. Pangkalnya, ketahanan pangan merupakan isu strategis nasional dan negara sedang terdampak pandemi.

"Situasi krisis pangan memang sudah membayang, tetapi itu jangan disikapi dengan membuat keputusan secara terburu-buru. Kita tentu tidak berharap ini hanya menjadi kebijakan populis, seperti lahan sejuta gambut pada masa lalu. Namun, ternyata mengaalami kegagalan," kata Sukamta lewat keterangan tertulisnya, Selasa (14/7).

Apalagi jika melihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pengembangan lumbung pangan diarahkan ke Sumatra dan Sulawesi, selain Jawa dan Bali. Sementara di Kalimatan, dimantapkan perannya sebagai lumbug energi nasional dan paru-paru dunia.

Oleh sebab itu, menurut Sukamta, rencana pengembangan di Kalimatan ini tidak sinkron dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ada.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini memandang, ada beberapa persoalan terkait rencana food estate yang perlu menjadi perhatian. Pertama, pemahaman pangan sebagai unsur penting membangun ketahanan nasional bukan berarti sektor ini harus dipegang Kemhan.

"Ada beberapa sektor penting untuk membanguan ketahanan nasional, kan, tidak berarti Kemhan mengurusi semua hal. Kementerian Pertanian, Bulog, Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang selama ini mengurusi soal pangan, harus dilihat sebagai satu kesatuan usaha membangun ketahanan nasional," paparnya.

Kemhan, kata dia, sudah punya beban dan tanggung jawab besar terkait ketahanan nasional melalui kekuatan TNI dengan ketiga matranya. Maka dari itu, semestinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkaji lagi keputusan tersebut.

Kedua, kebutuhan anggaran sangat besar. Berdasarkan keterangan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Sakti Wahyu Trenggono, diperlukan Rp68 triliun untuk mengembangkan lumbung pangan. Biaya ini diklaim akan didapat dari pengajuan kredit ke Bank Indonesia (BI) dalam bentuk penerbitan obligasi.

Sponsored

"Yang jadi soal saat ini pemerintah sedang minim pemasukan, sementara kondisi ekonomi ke depan masih belum menentu. Opsi utang akan semakin menambah beban utang yang sudah membengkak," tandas Sukamta.

Terakhir, rencana mengembangkan komoditas singkong di lahan seluas 30.000 hektare (ha)–yang sedang disiapkan–di di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, Kalteng. Sukamta menilai, lebih tepat jika pemerintah menolong dulu para petani singkong.

Berkali-kali, sambungnya, petani mengalami anjloknya harga. Dicontohkan dengan harga singkong Rp900 per kilogram pada Juni. 

Lebih baik, menurut Sukamta, pemerintah membuat proyek percontohan (pilot project) industri untuk menyerap hasil panen singkong yang ada. Ini disebut akan menolong ribuan petani.

"Saya yakin korps TNI jika diberi tugas apa pun atas nama kepentingan negara, pasti bersedia tanpa keluhan sedikit pun. Namun demikian, akan lebih baik jika tiap sektor yang sudah ada dapat didorong bekerja secara profesional di bidang masing-masing. Ini juga bagian dari wujud membangun ketahanan nasional," urainya.

Berita Lainnya
×
tekid