sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Izinkan 500 TKA China, DPR: Pemerintah tidak peka dengan kebatinan masyarakat

Mereka akan bekerja di smelter PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Kabupaten Konawe, Sultra.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Kamis, 30 Apr 2020 19:34 WIB
Izinkan 500 TKA China, DPR: Pemerintah tidak peka dengan kebatinan masyarakat

Pemerintah pusat dianggap tidak peka terhadap suasana kebatinan maayarakat di tengah pandemi coronavirus anyar (Covid-19). Pangkalnya, mengizinkan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China masuk Morosi, Konawe, Sulawesi Utara (Sultra).

"Pemerintah pusat seperti tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini. Harusnya yang diprioritaskan, adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia," kata Anggota Komisi I DPR, Sukamta, lewat keterangan tertulisnya, Kamis (30/4).

Sebanyak 500 TKA China tersebut bakal bekerja di perusahaan pemurnian nikel (smelter), PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Dikabarkan telah tiba pada 22 April 2020.

Dirinya mengingatkan, pemerintah daerah (pemda) dan DPRD serta masyarakat telah menolak rencana itu. Karenanya, pusat mesti sejalan dengan semangat penolakan tersebut.

Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pusat seharusnya membatasi pergerakan setiap warga negara asing (WNA) yang akan masuk Indonesia. Itu seperti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik.

"Terlepas dari para TKA China ini memegang visa kunjungan atau visa kerja, harusnya pemerintah pusat tidak menerima TKA China terlebih dahulu. Apalagi dalam Permenkumham Nomor 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia Pasal 3, diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19," paparnya.

Sikap yang menerima masuknya TKA China, episentrum pertama Covid-19, bertentangan dengan aturan tersebut. Pemerintah, Sukamta berpendapat, sepatutnya sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat, khususnya yang terdampak pandemi.

Dia melanjutkan, banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan pergerakannya dibatasi kala pandemi. Sementara, bantuan sosial (bansos) belum maksimal karena pendataan kacau hingga tak meratanya distribusi.

Sponsored

"Isu TKA China sendiri, sebelumnya sudah sensitif terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar, termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal. Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial," tuturnya.

Harusnya, sambung Sukamta, risiko tersebut dilihat pusat. Jika kerusuhan terjadi, efek ekonomi bisa lebih parah.

Kritik serupa disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Achmad Baidowi. Menurutnya, izin kepada 500 TKA China tidak bisa "dicerna nalar" dan akan melukai perasaan publik. Apalagi, banyak tenaga kerja lokal terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelaku usaha terpaksa berhenti berproduksi.

"Ini justru orang asing terkesan diberi 'karpet merah'. Jangan semuanya diukur oleh ekonomi. Yang terpenting saat ini, adalah penanganan Covid-19 dengan berbagai skema agar segera tuntas. Sehingga nanti setelah Covid mereda, baru kita lakukan pemulihan pembangunan ekonomi," tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid