sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jokowi dinilai tak tegas tanggapi wacana perpanjangan masa jabatan presiden

Respon yang ditunjukkan selama ini mengesankan Jokowi menikmati berkembangnya wacana tersebut.

Gempita Surya
Gempita Surya Kamis, 20 Okt 2022 18:19 WIB
Jokowi dinilai tak tegas tanggapi wacana perpanjangan masa jabatan presiden

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti kinerja tiga tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin yang jatuh pada hari ini, 20 Oktober 2022.

Di tahun ketiga pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, sempat masif bermunculan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden-Wakil Presiden. Hal ini menjadi salah satu poin yang jadi catatan KontraS terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dari aspek demokrasi.

Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar mengungkapkan, wacana-wacana yang bergulir dari waktu ke waktu memperlihatkan adanya upaya untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Meskipun bukan muncul dari presiden, namun wacana yang disampaikan sejumlah elit partai politik tersebut sempat menimbulkan kisruh di tengah masyarakat.

Disampaikan Rivanlee, pihaknya menilai tanggapan yang dilontarkan Jokowi dalam menjawab permasalahan ini tidak tuntas dan menenangkan masyarakat.

"Tidak ada langkah tegas dari Presiden untuk menegur atau mengevaluasi ucapan pejabat soal tiga periode atau perpanjangan ini. Sehingga menunjukkan bahwa seolah-olah ada keinginan dari Presiden juga untuk mengiyakan atau mengamini maksud tersebut," kata Rivanlee dalam keterangannya di Kantor KontraS, Kamis (20/10).

Menurut Rivanlee, Jokowi hanya menyatakan ia akan tunduk pada konstitusi. Namun, pihaknya menilai hal itu merupakan bentuk ketidaktegasan terhadap setiap upaya yang coba dilakukan untuk merusak demokrasi.

Pihaknya menilai, Jokowi sebagai presiden seharusnya dapat menertibkan pendukungnya agar tidak terus menerus memproduksi dan mengembangkan wacana pembangkangan terhadap konstitusi tersebut.

Namun, menurut dia, respon yang ditunjukkan selama ini mengesankan Jokowi menikmati berkembangnya wacana tersebut. Pernyataan yang diucapkan sebagai respon tidak menjadi solusi atas permasalahan tersebut dan tidak meredam amarah masyarakat.

Sponsored

"Sehingga pada akhirnya kita mendengar bahwa wacana-wacana tersebut dianggap sebagai bagian dari demokrasi. Pada titik tersebut, kami melihat bahwa justru presiden menggunakan demokrasi, atau berlindung di balik demokrasi, padahal sejatinya tidak berupaya taat pada konstitusi," ujar dia.

Rivanlee menambahkan, pembiaran pemerintah terhadap wacana-wacana yang berupaya merusak demokrasi juga tampak dalam pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah. Pemilihan Pj kepala daerah sampai hari ini dinilai tidak memiliki ukuran-ukuran yang jelas.

Disampaikan dia, berbagai upaya telah dilakukan oleh sejumlah organisasi untuk melaporkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada Ombudsman terkait permasalahan ini. Kendati demikian, perkembangan tentang upaya perbaikan dalam penunjukkan Pj kepala daerah masih belum ditemukan.

"Hal ini justru berbahaya, ketika kita mengaku sebagai negara yang demokratis, tetapi upaya pemilihan pergantian Pj, Plt kepala daerah justru ditutupi caranya, atau model pemilihannya ini bertolak belakang dengan pemilu yang kita lakukan setiap lima tahun sekali," ucap dia.

Rivanlee menambahkan, upaya-upaya merusak demokrasi perlu menjadi perhatian serius. Terlebih, saat ini tahapan pemilu 2024 juga telah dimulai sampai dengan dua tahun mendatang.

"Sejumlah pembiaran-pembiaran tersebut yang membuat kami mengatakan,.bahwa selama tiga tahun presiden turut serta dalam memundurkan demokrasi," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid