sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menakar potensi Gibran gugur jadi cawapres 2024

Gibran dapat bertarung pada Pilpres 2024 seiring terbitnya Putusan MK Nomor 90 yang diadili pamannya, Anwar Usman.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Rabu, 15 Nov 2023 23:13 WIB
Menakar potensi Gibran gugur jadi cawapres 2024

Langkah Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, mengikuti kompetisi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terbuka lebar menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang sarat pelanggaran etik. Sebab, berpengalaman menjadi kepala daerah sehingga dapat berkompetisi sekalipun belum berusia 40 tahun.

Diketahui, Anwar Usman, yang juga paman Gibran, diputuskan melanggar etik berat dalam memeriksa dan memutuskan Perkara Nomor 90 karena melanggar 5 dari 7 Sapta Karsa Hutama. Ia pun dicopot dari jabatannya, ketua MK.

Gibran bersama Prabowo Subianto kini telah resmi menjadi peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1644 Tahun 2023, pasangan yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu mendapatkan nomor urut 2.

Pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, menilai, Putusan 90 masih sangat bisa digoyah. Namun, tidak langsung berdampak.

Komentar itu merujuk adanya gugatan atas Putusan 90 oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Melalui permohonan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023, ia meminta "pemilihan kepala daerah (pilkada)" dalam frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" hanya untuk gubernur.

Menurut Jimly, apabila MK mengabulkan permohonan tersebut, maka wali kota/bupati yang belum berusia 40 tahun takkan bisa maju pada pilpres. Namun, tidak langsung diterapkan tahun ini dengan dalih proses Pemilu 2024 sudah berjalan.

"Pemilu 2024 sudah jalan. Kalau mau ubah aturan main, bisa aja, tapi berlaku untuk Pemilu 2029," katanya kepada Alinea.id, Rabu (15/11).

Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) ini juga mengingatkan adanya dampak signifikan dari putusan MK itu. Apalagi, sudah tertuang dalam Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023.

Sponsored

Yakni, terang Jimly, hakim konstitusi dilarang membiarkan kebiasaan saling memengaruhi antarhakim dalam penentuan sikap saat memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Pangkalnya, menyebabkan independensi fungsional tiap-tiap hakim sebagai sembilan pilar tegaknya konstitusi tidak kokoh.

"Dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan," ujarnya.

Selain itu, lanjut Jimly, hakim konstitusi dilarang membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling mengingatkan antarhakim, termasuk terhadap pimpinan. Alasannya, budaya kerja yang ewuh pekewuh sehingga prinsip kesetaraan antarhakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi.

Berita Lainnya
×
tekid