sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kebijakan asimilasi Menkumham digugat, PDIP: Yasonna sudah tepat

Kebijakan asimilasi Menkumham Yasonna atas pertimbangan kemanusiaan

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Selasa, 28 Apr 2020 11:31 WIB
Kebijakan asimilasi Menkumham digugat, PDIP: Yasonna sudah tepat

Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, menghormati langkah tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menggugat kebijakan asimilasi Menkumham, Yasonna Laoly lantaran dianggap meresahkan publik.

Ia menilai yang dilakukan ketiga LSM tersebut sudah tepat. Namun, Arteria meminta publik juga wajib menghormati jalannya proses peradilan, dan tidak mengumbar polemik ini terlampau jauh.

"Saya menilai kebijakan yang diambil Menkumham, Yasonna Laoly sudah tepat, cermat dan melalui pertimbangan yang matang. Serta sempat pula dibicarakan dan disetujui oleh DPR dalam Rapat Kerja Komisi III sebelum kebijakan tersebut diambil," kata Arteria saat dikonfirmasi, Selasa (28/4).

Politikus PDIP ini menepis tudingan bahwa kebijakan tersebut diambil tidak melalui pertimbangan yang matang dan cenderung transaksional. Bahkan ini meminta tudingan tersebut dibuktikan.

Ditegaskan Arteria, nyatanya kebijakan publik ini sudah disepakati bersama. Oleh karrna itu ia berharap tidak ada pihak yang sembarang berbicara, apalagi menggiring opini publik seolah mengesankan bahwa kebijakan tersebut diambil atas dasar transaksional.

"Itu fitnah besar. Saya pribadi berpendapat bahwa kebijakan tersebut diambil murni karena alasan kemanusiaan, dan kita semua menyadari bahwa lapas atau rutan tidak mampu memberikan dan menyiapkan sarana dan prasarana Kedaruratan Kesehatan yang memadai, khususnya dalam menerapkan protokol kesehatan yang disyaratkan," tegasnya.

Arteria meminta semua pihak dapat memahami tanpa berprasangka mengapa kebijakan tersebut diambil, besar mana manfaat dan mudaratnya. Kemudian, pahami juga kondisi lapas dan karakteristik warga binaan.

Bagi dia, sangat tidak mungkin untuk dilakukan social distancing atau physical distancing dalam kondisi over capacity yang terjadi di hampir sebagian besar lapas dan rutan. Seandainya ada yang terpapar, jelas dia, maka dengan begitu mudahnya menularkan kepada warga binaan lainnya.

Sponsored

Kalau itu yang terjadi, tambah Arteria, Menkumham dan kalapas lagi yang disalahkan, atau mungkin saja akan men-trigger kerusuhan dalam lapas.

"Jangan bicara yang ideal disaat kebijakan diambil tidak dalam keadaan ideal. Apalagi kalau dilihat dari 37.000 yang mendapat asimilasi, kan hanya sebagian kecil yang mengulangi tindak pidana," ujar dia.

"Ya kita hormati saja, tapi saya yakin kok gugatannya pasti ditolak, karena darinl sejak awal tidak berasalan menurut hukum," sambungnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR,  Sarifuddin Sudding berpendapat, bahwa kebijakan asimilasi napi nyatanya memang telah menimbulkan keresahan masyarakat.

"Saya menghargai langkah hukum yang dilakukan beberapa LSM mangajukan gugatan atas kebijakan asimilasi kepada para narapidana yang memang menimbulkan keresahan dan melakukan tindakpidana di tengah-tengah masyarakat," kata Sarifuddin saat dihubungi, Senin (27/4).

Politikus PAN ini mengatakan, dari awal memang kebijakan ini nampak dikeluarkan tanpa didasari oleh pertimbangan dan seleksi ketat. Sarifuddin menilai, kebijakan yang dikeluarkan cenderung berdampak ke arah transaksional belaka.

Oleh karena itu, bagi dia kebijakan ini tidaklah tepat. Sarifuddin menegaskan, Yasonna perlu mengoreksi kebijakan yang diambil, dengan cara mempertimbangkan dampak sosial yang akan ditimbulkan di saat situasi ekonomi dan lapangan pekerjaan yang sangat sulit seperti saat ini.

"Karenanya gugatan tersebut patut dihargai dan dihormati sebagai hak warga mesyarakat, manakala merasa dirugikan dari kebijakan tersebut," tegas dia.

Untuk diketahui, tiga LSM menggugat kebijakan yang dikeluarkan Menkumham, terkait program asimilasi kepada 30.000 narapidan di tengah pandemi ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah pada Kamis (23/4).

Ketiga LSM tersebut, yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Ketidak-adilan Independen (MAKI), serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H).

Berita Lainnya
×
tekid