close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (tengah) menunjukkan keripik hasil produksi usaha mikro kecil menengah (UMKM) saat berdialog dengan ibu-ibu binaan PT PNM (Permodalan Nasional Madani) di Alun-alun Cilegon, Banten, Jumat (6/11).AntaraFoto
icon caption
Presiden Joko Widodo (tengah) menunjukkan keripik hasil produksi usaha mikro kecil menengah (UMKM) saat berdialog dengan ibu-ibu binaan PT PNM (Permodalan Nasional Madani) di Alun-alun Cilegon, Banten, Jumat (6/11).AntaraFoto
Politik
Senin, 16 Desember 2019 17:09

Pengamat: Jokowi tidak akan berani tolak amendemen UUD 1945

Ray meyakini PDIP dapat dengan leluasa melakuan negosiasi dengan Jokowi untuk menyetujui perubahan konstitusi kelima.
swipe

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa disandera PDI Perjuangan jika menolak amendemen UUD 1945 terkait haluan negara.

Pengamat politik Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur bisa menjadi pintu masuk PDIP menyandera Jokowi. Itulah sebabnya Ray meyakini PDIP dapat dengan leluasa melakukan negosiasi dengan Jokowi untuk menyetujui perubahan konstitusi kelima.

"Bisa saja aspek keuangan menjadi salah satu pintu masuk negosiasi dengan Presiden untuk amendemen. Misalnya menghambat pembangunan ibu kota baru," kata Ray di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (15/12).

Menurut Ray, daya tawar Jokowi di hadapan partai politik, termasuk PDIP, pada saat ini cenderung lemah. Situasi tersebut berbeda dengan periode awal kepemimpinannya. Hal itu karena adanya indikasi turunnya dukungan publik akibat beberapa isu, seperti revisi Undang-Undang KPK dan pemberian grasi narapidana kasus korupsi.

Dengan begitu, PDIP yang merupakan salah satu inisiator amendemen akan dengan leluasa melakukan negoisiasi.

"Bargaining position Jokowi makin lemah karena tampaknya Presiden mulai kehilangan dukungan publik," jelas Ray.

Itulah sebabnya Jokowi berusaha mencari simpati publik dengan melempar wacana hukuman mati terhadap koruptor beberapa waktu lalu. Namun, ternyata tidak mendapat dukungan publik.

"Isu hukuman mati ditolak publik. Isu korupsi yang disukai masyarakat itu, memiskinkan koruptor dan jangan dipekerjakan. Sayangnya koruptor malah dilepaskan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku menolak amendemen UUD 1945, terutama soal penambahan masa jabatan presiden tiga kali. Ia merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu ingin menjerumuskannya.

"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya. Ingin menampar muka saya. Ingin cari muka atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).

Jokowi menyampaikan dirinya merupakan produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pascareformasi.

Sementara Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, Jokowi seharusnya tidak emosional menolak wacana amendemen UUD 1945.

Kata Basarah, sikap Jokowi tersebut muncul karena informasi terkait perubahan konstitusi yang ke-5 ini tidak lengkap.

"Pak Jokowi tidak harus menyampaikan pernyataan yang cenderung emosional menyikapi dinamika wacana dan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara," kata Basarah usai diskusi di DPR, Jakarta, Jumat (6/12).

Basarah mengakui PDIP merupakan salah satu pengusul amendemen. Saat ini, MPR tengah meminta masukan dari semua pihak untuk melakuan perubahan. Adapun PDIP hanya mengusulkan amendemen terbatas untuk haluan negara. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan