sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jurus kebal rezim Jokowi di Perppu Covid-19

Perppu Covid-19 ramai-ramai digugat karena melabrak sejumlah aturan dan bikin pemerintah kebal hukum.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 19 Apr 2020 06:30 WIB
Jurus kebal rezim Jokowi di Perppu Covid-19

Permohonan untuk uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 atau Perppu Covid-19 mulai mengalir ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). 

Selain oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan beberapa lembaga swadaya masyarakat, Perppu yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada akhir Maret itu juga digugat sejumlah tokoh dan akademikus, semisal mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, pakar ekonomi Universitas Indonesia (UI) Sri Edi Swasono, dan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais. 

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, ia dan perwakilan sejumlah lembaga menggugat beleid itu lantaran merasa bunyi Pasal 27 Perppu Nomor 1/2020 "berbahaya". Pasal itu, kata Boyamin, potensial memberikan kekebalan hukum bagi aparat pemerintah.

"Pasal ini sangat superbody dan memberikan imunitas kepada aparat pemerintahan untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan," ujar Boyamin saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (14/4).

Dalam permohonan uji materinya, MAKI cs mempersoalkan Pasal 27 ayat (1), (2), dan (3). Secara umum, pasal itu menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis bukan kerugian negara serta pejabat pelaksana Perppu tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan itikad baik. 

Boyamin menilai, pasal ini berpotensi membuat penjabat negara  menyalahgunakan anggaran seenaknya. Apalagi, ada alokasi dan realokasi anggaran senilai lebih dari Rp400 triliun yang diatur Perppu itu. "Perppu ini memberikan kekebalan penyelenggara pemerintahan terkait keuangan negara," jelas Boyamin. 

Argumentasi hukum serupa juga diutarakan Din Syamsuddin dan para belasan penggugat lainnya dalam dokumen permohonan uji materi bernomor 1962/PAN.MK/IV/2020 yang masuk ke MK, beberapa hari lalu. Dalam permohonan uji materi itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Saiful Bakhri berstatus sebagai kuasa hukum. 

Selain Pasal 27, Din cs juga memperkarakan bunyi Pasal 2 yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan batas defisit anggaran di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB) untuk tahun anggaran 2020, 2021 dan 2022. 

Sponsored

Menurut Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) Auliya Khasanofa, pasal-pasal itu digugat kalangan intelektual di Muhammadiyah lantaran dipandang melabrak sejumlah aturan dan memangkas kewenangan tiga lembaga sekaligus, yakni DPR, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan lembaga yudikatif. 

"Pasal 2 Perppu jelas memangkas fungsi kontrol dan fungsi anggaran DPR. Ini yang disebut oleh Prof Din Syamsuddin dikhawatirkan ada diktator konstitusional. Jadi, diktator yang muncul dengan mengelabui konstitusi," ujarnya.

Dalam dokumen permohonan uji materi, Din dan kawan-kawan berargumentasi bunyi Pasal 2 Perppu bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945. Pada Pasal 23, disebutkan bahwa APBN dibahas secara periodik dan ditetapkan setiap tahun. 

"Sementara Perppu menjangkau APBN sampai tahun anggaran 2020 di mana UU APBN TA 2021 dan APBN 2022 sendiri belum ada undang-undangnya. Menurut Pasal 23, subtansi APBN termasuk defisit juga hanya bisa diatur dengan undang-undang dan bukan Perppu," jelas Aulia. 

Lebih jauh, Aulia memandang argumen kegentingan yang memaksa yang mendorong pemerintah menerbitkan Perppu juga tidak terpenuhi. Pasalnya, sudah ada UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur mekanisme pelaksanaan APBN dalam keadaan tidak normal atau darurat. 

"Apabila Perppu ini dijalankan, dampaknya anggaran negara akan semakin tergerus untuk membayar pinjaman luar negeri karena peluang untuk memperbesar jarak defisit. Bila sudah seperti itu, stabilitas politik dalam negeri pun bisa ikut tergoncang akibat Perppu," kata dia.

Kritik pedas terhadap Perppu Covid-19 juga datang dari politikus PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu. Di akun Twitternya, Masinton menyebut pasal-pasal bermasalah di dalam Perppu merupakan pesanan oligarki di lingkaran Istana. 

"Perpu No 1 Tahun 2020 kepentingan nyata kaum Oligarki. Toean.. Ini bukan Perppu, ini sabotase Konstitusi," tulis Masinton.

Presiden Joko Widodo memakai masker saat melantik Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/4). /Foto Antara

Tak sepenuhnya ampuh

Meski memberi keleluasaan kepada pemerintah dalam mengotak-atik anggaran, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Faiz Aziz menilai Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak memberikan kekebalan hukum yang absolut. 

Menurut Faiz, frasa 'itikad baik' yang ada dalam pasal itu membuka peluang pembatalan perlindungan hukum terhadap pejabat negara yang menjalankan mandat Perppu. 

"Ketika ada unsur yang melanggar itikad baik, misalnya, dia hanya mengambil kebijakan yang hanya menguntungkan diri sendiri dan orang lain, maka imunitas itu bakal hilang. Itu bisa dituntut secara perdata dan pidana," jelas Faiz. 

Faiz menilai bunyi Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memiliki substansi yang relatif tak jauh berbeda dangan yang ada pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

"Di situ (kedua UU tersebut) disebutkan, 'Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.' Berarti, ketika ada penyalahgunaan wewenang, ya, bisa kena juga. Jadi, menurut saya, Perppu ini sifatnya relatif dan kondisional. Imunitasnya tak absolut," tutur dia. 

Argumentasi serupa juga diutarakan staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti menyoal gugatan MAKI dan kawan-kawan. Menurut dia, frasa "itikad baik" yang tertulis di Pasal 27 bisa menjadi pintu masuk untuk menuntut pejabat yang menyalahgunakan anggaran.

"Mereka yang melaksanakan dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan, tidak termasuk dalam kategori yang tidak dapat dituntut secara hukum," ucap Nufransa kepada Alinea.id, Selasa (14/4).

Menurut Nufransa, pemberian perlindungan hukum terhadap pejabat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bukan barang baru. Selain UU PPSK dan UU Pengampunan Pajak, Nufransa juga menyinggung sejumlah pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang bunyinya senada. 

Dalam Pasal 51 ayat (1) KUHP misalnya, disebutkan bahwa 'barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.'

"Dari (substansi beberapa) UU tersebut, jelaslah bahwa perlindungan hukum dalam undang-undang bukanlah hal yang baru," kata dia.  

Ketua DPR Puan Maharani (tengah) bersama pimpinan DPR menerima Surat Presiden (Supres) untuk Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/4). /Foto Antara

Pengawasan DPR dan KPK

Kepada Alinea.id, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi mengaku setuju jika Perppu Nomor 1/2020 diuji materi. Menurut dia, bunyi sejumlah pasal dalam Perppu memang bermasalah dan potensial disalahgunakan oleh para pejabat pemerintah. 

"Maksud Presiden tidak ingin ada kriminalisasi kebijakan terkait penanganan Covid-19. Namun, yang kami khawatirkan justru dimanfaatkan sebagai pelindung atas tindakan melanggar hukum," ujar Awiek, sapaan akrab Baidowi. 

Awiek menjelaskan, Perppu Covid-19 bakal dibawa ke DPR untuk dibahas dalam masa sidang berikutnya. Dalam pembahasan tersebut, fraksi-fraksi di DPR akan menimbang layak atau tidaknya substansi Perppu diloloskan menjadi undang-undang. 

"Jika nanti diterima oleh DPR, maka (Perppu) menjadi UU. Bila ditolak, ya, kembali ke pengaturan sebelummya. Tapi, itu tidak membatalkan berlakunya Perppu sejak diterbitkan hingga adanya penolakan DPR," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan itu. 

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menilai bunyi Pasal 27 Perppu Covid-19 potensial multitafsir. Namun demikian, ia sepakat frasa itikad baik dalam pasal itu tetap membuka peluang bagi aparat menegak hukum untuk menggarap para pejabat nakal. 

"Bila tidak didasarkan pada itikad baik dan tidak sesuai perundang-undangan, tentu bisa kena. Jadi, (bunyi pasal itu) bukan (memberikan) kekebalan yang absolut," kata dia kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (15/4).

Untuk memastikan anggaran penanganan pandemi tidak jadi bancakan, menurut Ali, KPK telah mengeluarkan surat edaran kepada instansi-instansi terkait. Dalam surat edaran itu, ada delapan poin yang disarankan KPK untuk dipatuhi para pejabat pelaksana Perppu Covid-19. 

"Yakni, terkait unsur kolusi, gratifikasi dan penyuapan. Lalu, konflik kepentingan, kemudian niat jahat dalam melihat kondisi darurat ini. Itu ada delapan poin yang kami simpulkan dan harus dihindari supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi," ucapnya.

KPK, lanjut Ali, bakal serius mengawasi penggunaan anggaran penanganan pandemi. "Keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi. Tapi, anggaran pun jangan dikorupsi. Pokoknya delapan rambu-rambu dihindari. Bila itu dipatuhi, kami rasa tindak pidana korupsinya tidak akan terjadi," kata dia. 

Berita Lainnya
×
tekid