Anggota Komisi I DPR Sukamta mengharapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) melarang LGBT dan perzinahan. Menurut dia, LGBT dan perzinahan bertentangan dengan budaya ketimuran dan ajaran agama.
"Kami mengusulkan seluruh bentuk kekerasan seksual itu tidak boleh ditolerir ada di negeri Pancasila ini. Tapi kami juga mengusulkan agar seluruh perilaku seksual yang bertentangan dengan budaya ketimuran misalnya LGBT, juga yang bertentangan dengan aturan Tuhan (perzinahan tidak ditolerir)," kata Sukamta dalam rapat paripurna di Senayan, Selasa (11/1).
Usulan Sukamta ini berangkat dari sebuah berita yang dimuat di sebuah media online. Di mana, berdasarkan hasil tes DNA, sebuah keluarga baru mengetahui jika anak mereka yang berusia 17 tahun bukanlah anak kandungnya. Meski demikian, Sukamta tak menyebutkan apakah anak tersebut merupakan hasil perzinahan.
"Saya membayangkan akan terjadi kekacauan yang sangat luar biasa manakala teknologi ini terus berkembangan dan menjadi pegangan di seluruh Indonesia," ujar dia.
Menurut Sukamta, selain bertentangan dengan budaya ketimuran dan ajaran agama, LGBT dan perzinahan juga bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.
"Saya membayangkan kalau perzinahan itu dibolehkan, peristiwa yang diberitakan itu mungkin akan terjadi di Indonesia 10 sampai 15 tahun yang akan datang. Dan itu akan terjadi kekacauan sosial yang luar biasa," bebernya.
Sukamta mengatakan sepakat dengan arahan Ketua Umum PDI Perjuangan agar pembentukan undang-undang di DPR sejalan dengan nafas UUD 1945 dan Pancasila. Dalam konteks itu, dia mengharapkan agar semua bentuk dan praktik kekerasan seksual dinyatakan dilarang dalam RUU TPKS.
"Kami (Fraksi PKS) juga ingin agar RUU TPKS itu tidak menyimpangi UUD 1945 dan Pancasila. Sehingga semua praktik seksual yang bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila, mohon juga dilarang, tidak boleh eksis di negara kita, negara yang Pancasilais dan berdasarkan UUD 1945," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, lembaganya akan mengesahkan draf RUU TPKS sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (18/1) pekan depan.
Puan mengatakan, dengan meningkatnya berbagai kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini, maka RUU TPKS telah menjadi kebutuhan hukum nasional yang perlu segera dibahas dan ditetapkan oleh DPR bersama pemerintah.
Puan menjamin RUU TPKS ini menjadi fokus utama untuk segera diselesaikan dari 40 RUU yang menjadi Program Lesiglasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022. Dia mengatakan, proses berikutnya DPR akan membahas RUU TPKS dengan pemerintah.
Menurut Puan, RUU TPKS diharapkan menjadi payung hukum yang memperkuat upaya perlindungan dari tindak pidana kekerasan seksual serta mempertajam paradigma keberpihakan kepada korban.
"RUU TPKS diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan dari tidnak kekerasan seksual dan mempertajam paradigma berpihak kepada korban," kata Puan dalam rapat paripurna dengan agenda pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 di Senayan, Selasa (11/1).