Gelombang aksi massa yang terus meluas usai insiden tewasnya pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan. Affan meninggal karena dilindas kendaaan taktis (rantis) Brimob Polri di sela-sela aksi unjuk rasa kelompok buruh dan mahasiswa di Jakarta.
Dalam video yang beredar di media sosial, Affan terlihat dilindas mobil barracuda di depan rumah susun Bendungan Hilir II, Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8) malam. Ketika itu, mobil rantis Brimob sedang melaju kencang untuk membubarkan peserta aksi unjuk rasa.
Pengemudi sempat menghentikan kendaraan saat menyadari menabrak Affan. Namun, menyaksikan kerumunan warga yang marah dan merangsek mendekati kendaraan, pengemudi lantas tancap gas. Affan pun terlihat terlindas kendaraan lapis baja itu.
Hingga Jumat (29/8) malam, Jakarta masih "membara". Kericuhan karena bentrok antara aparat keamanan dan demonstran dilaporkan terjadi di sejumlah titik. Unjuk rasa yang dipicu karena kematian Affan juga meluas hingga ke berbagai daerah, semisal Cirebon, Jawa Barat dan Surabaya, Jawa Timur.
Khusus di Kabupaten Cirebon--kampung halaman Affan--aksi protes warga berujung kerusuhan besar, Sabtu (30/8) siang. Mulanya hanya orasi, massa yang mengepung gedung DPRD Cirebon di Jalan Sunan Bonang kian beringas.
Ribuan orang menggedor gerbang Gedung DPRD Cirebon dan memaksa masuk. Bangunan utama Gedung DPRD terlihat porak-poranda, terbakar dan isinya dijarah peserta aksi.
Guru besar politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi menilai jika gelombang protes kaum buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang berlangsung selama beberapa hari merupakan akumulasi kemarahan publik mengenai kondisi perekonomian yang terus memburuk.
"Bayangin saja, dari dua minggu terakhir, pimpinan DPR itu bicara tunjangan, soal gaji DPR yang sehari Rp3 juta. Padahal, bayangkan ojol mungkin harus kerja sebulan untuk dapat segitu," kata Muradi kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Muradi, pemerintahan Prabowo-Gibran juga melakukan kesalahan fatal dengan mendistorsi kondisi ekonomi dengan menyatakan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,12 persen (yoy) pada triwulan II-2025. "Padahal, kenyataan di lapangan hidup masyarakat jauh lebih sulit," kata Muradi.
Kondisi diperburuk dengan kegagapan Polri dan Polda Metro Jaya dalam menghadapi gelombang aksi massa yang cenderung tidak terukur. Menurut Muradi, hal ini tidak dilepaskan dari ketidakbecusan Kapolda Irjen Pol. Asep Edi Suheri dalam penanganan aksi demonstrasi.
"Dia ini baru jadi kapolda, belum pernah menjabat kapolda mana pun. Selain itu, data intelkam juga salah dalam memperkirakan jumlah dan kekuasan aksi massa. Yang terjadi kejenuhan aparat yang membuat mereka tidak bisa menangani dengan jernih sehingga muncul kejadian (rantis) melindas (pengemudi) ojol," kata Muradi.
Menurut Muradi, gelombang protes masyarakat bakal terus membesar selama kasus kematian Affan tak diusut tuntas. Ia menyebut kemarahan publik sudah mencapai titik didih."Kondisi ekonomi yang buruk diperburuk lagi dengan brutalitas yang terjadi," kata Muradi.
Muradi juga menyoroti kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurut Muradi, Listyo sudah memiliki banyak rapor merah dalam memimpin Polri. "Dia harunya diganti atau dia mundur karena sudah banyak menempatkan orang dekatnya di jabatan strategis Polri," kata Muradi.
Sosiolog dari Universitas Trunojoyo, Iskandar Dzulkarnain sepakat gelombang unjuk rasa pecah di Jakarta akan menjalar ke banyak daerah. Sebab, kondisi ekonomi yang buruk juga dirasakan masyarakat di berbagai daerah.
"Gerakan ini tidak hanya akan terfokus di Jakarta saja, tapi bisa merembet ke wilayah lainnya, semisal Yogyakarta, Surabaya, Malang, Makasar, dan daerah lainnya," kata Iskandar kepada Alinea.id.
Menurut Iskandar, arogansi aparat kepolisian yang mengakibatkan tewasnya Affan telah menyulut kemarahan publik di daerah. Dengan sikap brutal dalam pembubaran aksi unjuk rasa, Polri seolah tak peduli dengan nasib rakyat keci saat ini.
"Ketiadaan sikap empati itu menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan peemerintah untuk menuejahterakan rakyat hanyalah kamuflase belaka," kata Iskandar.