sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Strategi partai politik ambil hati anak muda di TikTok, siapa paling agresif?

TikTok digunakan partai politik sebagai media merangkul generasi milenial dan gen Z. PKS, PPP, Golkar menguasai platform tersebut.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 20 Jan 2023 06:10 WIB
Strategi partai politik ambil hati anak muda di TikTok, siapa paling agresif?

Rahman, 26 tahun, mengaku kerap melihat akun TikTok yang terkait politikus dan partai politik, seperti akun pendukung Anies Baswedan, PDI-P, PKS, Partai Gelora, dan Ganjar Pranowo. Namun, ia tak pernah menganggap serius konten-konten politik karena menurutnya, hanya memoles citra belaka.

Meski begitu, Rahman mengaku, hingga kini konten-konten TikTok aktor politik belum memengaruhi pilihan politiknya. “Sampai sekarang belum menentukan pilihan,” ujarnya kepada Alinea.id, Sabtu (14/1).

Nurlailad Baderiyah atau akrab disapa Ila, 28 tahun, juga mengaku beberapa kali melihat konten politik di TikTok. Konten yang ia lihat sudah for your page (FYP)—video rekomendasi yang disesuaikan dengan ketertarikan pengguna—sehingga muncul di berandanya. Kebanyakan konten politik yang dilihatnya berunsur black campaign.

“Ada orang yang memihak salah satu pihak, terus kayak nyinyir-nyinyir (pihak lain),” ujarnya, Sabtu (14/1).

Selain konten berunsur kampanye gelap, Ila juga pernah melihat konten TikTok yang terkesan mengenalkan tokoh yang menjadi kandidat kuat calon presiden atau capres.

Serius garap TikTok

Pedagang mendorong gerobak berisi buah melintas di depan sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh, Sabtu (23/3/2019)./Foto Antara/Ampelsa

Menjelang Pemilu 2024, partai politik mulai serius menggarap akun TikTok. Per 18 Januari 2023, akun TikTok resmi PKS punya lebih dari 52.000 pengikut, PPP memiliki lebih dari 33.000 pengikut, dan Partai Golkar punya lebih dari 30.000 pengikut.

Sponsored

Menariknya, PDI-P yang merupakan pemenang Pemilu 2019 hanya punya lebih dari 6.000 pengikut, kalah dari pengikut Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang punya lebih dari 19.000 pengikut, Partai Nasdem lebih dari 18.000, Partai Ummat lebih dari 16.000, PAN lebih dari 15.000, dan Partai Perindo lebih dari 10.000.

Sedangkan politikus yang punya banyak pengikut di TikTok adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan lebih dari 5 juta pengikut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil lebih dari 1 juta pengikut, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno lebih dari 1 juta pengikut.

Ketua DPP PKS bidang Humas, Ahmad Mabruri mengatakan, alasan partainya punya akun TikTok karena ikut orientasi pasar. Berdasarkan riset PKS, TikTok merupakan media sosial yang perkembangannya pesat di Indonesia.

Laporan We Are Social pada kuartal I/2022 menyebut, ada sekitar 99,1 juta pengguna TikTok di Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas. Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat, sebagai negara pengguna TikTok terbanyak di dunia, dengan jumlah 136,4 juta. Di Indonesia, TikTok menempati peringkat keempat media sosial dengan pengguna terbanyak, di bawah WhatsApp, Instagram, dan Facebook.

“Oleh sebab itu, saya minta kepada tim untuk menggarap (TikTok) secara serius,” ujarnya, Jumat (13/1).

Menurut Mabruri, meski politik terkesan serius, tetapi PKS berusaha mengemasnya menjadi hiburan. Misalnya, pernyataan politik, diedit dengan unsur musik dan kolase yang sedang tren untuk dijadikan konten TikTok. Cara tersebut ditempuh PKS lantaran mempertimbangkan pemilih muda.

“Kita coba melihat, ternyata usia-usia milenial generasi pertama memang lebih banyak main di TikTok,” ujar dia.

Menurut hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pemilih muda dalam Pemilu 2024 yang berusia 17-39 tahun diprediksi bakal mendominasi, mendekati 60% atau sekitar 190 juta orang.

“Sebenarnya ini edukasi politik juga mengenalkan lambang partai, siapa capres dari PKS, atau calon-calon wakil presidennya, bahkan anggota dewan (PKS) yang main di TikTok,” ucapnya.

Keseriusan PKS menggarap media sosial, termasuk TikTok, katanya, terlihat dari adanya sekolah digital yang digelar reguler untuk kader.

“Ini menjadi kebutuhan dan kita tidak main pakai buzzer,” tutur Mabruri.

“Artinya untuk melakukan itu, kita organik. Tidak menyewa konsultan untuk melakukan broadcast yang banyak.”

Senada dengan Mabruri, juru bicara DPP PSI Sigit Widodo mengatakan, partainya main TikTok karena alasan jumlah pengguna yang banyak. “Kontennya juga berkembang sangat pesat,” ucap Sigit, Jumat (13/1).

Lewat TikTok, PSI juga berusaha mencari suara dari generasi milenial dan gen Z, yang banyak bermain media sosial berbagi video buatan Zhang Yiming itu. Menurut Sigit, saat ini Twitter sulit jadi media kampanye karena penggunanya tersegmentasi.

“Selain konten how to, juga konten informasi yang kami sampaikan melalui TikTok menggunakan bahasa yang tidak terlalu formal karena pasarnya anak muda,” ucapnya.

Sigit mengatakan, respons yang diterima PSI di TikTok positif. Akan tetapi, jumlah pengikut PSI di TikTok, diakui Sigit, belum besar. Alasannya, akun PSI baru digarap beberapa bulan dan terlebih dahulu menaikkan akun TikTok Ketua Umum PSI Giring Ganesha.

“Karena kita lihat dari pola di TikTok biasanya orang lebih follow ke personal, ketimbang ke institusi,” katanya.

“Di PSI sendiri kita mencoba untuk tidak sekadar mencari suara, tapi melakukan pendidikan politik, terutama untuk pemilih pemula.”

Sigit menyampaikan, sejauh ini konten TikTok resmi PSI belum sampai tahap kampanye mengajak memilih partai itu di Pemilu 2024. Saat ini fokus PSI, katanya, adalah pendidikan politik dan mengajak masyarakat yang mau jadi calon legislatif (caleg).

Pengguna perlu kritis

 Ilustrasi TikTok./Foto Pixabay.com

Pengamat media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan engagement (tingkat keterlibatan audiens) TikTok sangat tinggi dibandingkan media sosial lainnya. Ia mencontohkan, jika seseorang punya akun TikTok dan Twitter dengan followers masing-masing 1.000, maka akun TikTok bisa lebih banyak mendapatkan view, like, dan comment. Selain itu, format video pendek menjadi daya tarik TikTok.

Menurut Fahmi, TikTok pun sudah menjadi distributor konten, bukan sekadar media sosial. Soalnya, orang yang tak punya akun TikTok, tetap bisa melihat konten dari aplikasi itu ketika dibagikan di media sosial lain dan televisi.

User mudah untuk men-download kemudian men-share,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (13/1).

“Jadi terdistribusi, mudah tersebar ke medsos lain. Entah itu politisi atau siapa pun, mereka pasti tergiur dan tertarik memanfaatkan TikTok.”

Namun, ia mengingatkan, pengguna TikTok tetap kritis karena video pendek itu bisa dibuat-buat dengan bantuan profesional. “Makanya banyak mudah dipoles (citranya),” ujarnya.

Melihat rekam jejak partai politik maupun politisi diperlukan agar tak silau dengan citra yang dibangun di TikTok. Caranya, kata dia, sederhana. Cukup melacak lewat Google.

“Kalau enggak muncul sama sekali di Google, mungkin orang ini enggak banyak rekam jejaknya,” kata dia.

“Meskipun dia punya konten TikTok yang banyak atau mungkin yang muncul malah konten TikTok dia sendiri, enggak ada konten yang lain. Nah, berarti kan belum jelas rekam jejaknya.”

Melacak rekam jejak, terang Fahmi, juga dapat dilakukan pengguna TikTok menyaring konten para aktor politik. Sebab, bisa jadi akun TikTok politisi yang dilihat ternyata orang yang pernah terkena kasus tertentu, dan masyarakat sudah lupa.

“Yang kita tahu paling tokoh-tokoh yang terkenal, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, atau yang sering disebut sebagai capres,” ucapnya.

“Tapi yang lain-lain gimana? Kan kita enggak tahu, apalagi nanti ada caleg.”

Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing sepakat, partai politik dan politisi yang main TikTok memang mengejar pemilih muda untuk Pemilu 2024. TikTok, ujar Emrus, bisa membuat aktor politik jadi populer.

“Karena memang TikTok ini efeknya bisa kepada knowledge, attitude, dan tentunya behavior,” katanya, Jumat (13/1).

Infografik TikTok dan partai politik. Alinea.id/Catharina

“TikTok punya kemampuan di dalam mendorong terjadinya voting behavior. Memilih sosok atau parpol yang di-TikTok-an.”

Emrus mengingatkan, pengguna TikTok agar menyaring konten politik yang dilihatnya. Bisa jadi, katanya, yang terlihat di TikTok cuma citra semata, tak berbanding lurus dengan dunia nyata seorang politikus atau sikap partai politik.

“Bisa saja seorang sosok atau aktor politik itu secara sosmed atau berdasarkan berita-berita kurang produktif, sehingga inilah kesempatan bagi masyarakat untuk mengoreksi tokoh-tokoh tersebut,” tuturnya.

Laman resmi TikTok memberi informasi bahwa akun pemerintah, politisi, dan partai politik dibatasi, seperti tak akan tersedia fitur program insentif dan monetisasi kreator, melarang iklan politik, dan melarang penggalangan dana kampanye.

Adapun Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berpendapat, suka atau tidak, politisi dan partai politik pasti ikut tren. Maka, tak heran banyak yang nyebur ke TikTok.

Ujang menuturkan, dalam membentuk citra dan kampanye, media sosial seperti TikTok adalah tempatnya. Ia memandang, dalam politik, siapa yang menguasai media sosial bisa berkait erat dengan pemberitaan.

“Misal Ganjar. Makanya, dia elektabilitasnya naik,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid